17 - MTM

Raikal terjebak dalam permainan Tiara. Pria itu sudah tidak memiliki kesempatan untuk kabur saat tak bisa bersikap jahat dengan mendorong tubuh Tiara di parkiran kantornya. Lalu, sekarang, disaat dia menurunkan Tiara di depan gerbang rumah perempuan itu, Raikal semakin terjebak. Orang tua Tiara ada di depan gerbang entah untuk apa. Lalu, tiba-tiba saja jendela mobil Raikal diketuk dan mau tak mau Raikal meladeni basa basi yang digunakan oleh ayah Tiara.

"Rai! Wah ... Om udah lama nggak lihat kamu. Gimana kabar?"

Itu adalah awal yang tidak ingin Raikal mulai. Sungguh dia ingin segera pulang saja dan tak bertemu dengan siapa pun yang berhubungan dengan Tiara. Namun, takdir seolah mendorongnya untuk melakukan interaksi dengan keluarga mantan kekasihnya itu.

"Mama! Lihat, nih. Rai main ke rumah kita!" teriak ayah Tiara, Wacana.

"Om, tapi saya—"

Ucapan Raikal terhenti dengan tangan Tiara yang menyentuh pundaknya, lalu berkata dengan entengnya. "Nggak apa, Rai. Ayahku kangen sama kamu. Lagi pula kamu udah anterin aku pulang, sekalian aja mampir. Makan malam dulu di dalam. Aku yakin kamu belum makan juga. Iya, kan?"

Raikal menggeleng pelan, supaya tak terlalu terlihat mencolok.

"Aku bisa makan di rumah. Aku nggak bisa masuk—"

"Ayo! Ayo! Masukin mobilnya ke dalam, Rai. Om sama tante udah masak enak. Kamu pasti suka. Masuk, masuk! Udah dateng jangan pulang dulu sebelum perut kenyang."

Tidak anak tidak orangtuanya, mereka semua seolah sengaja menjebak Raikal untuk tak bisa menolak bagimana pun caranya. Ini adalah pemaksaan, tapi mau bagaimana lagi? Raikal tak mungkin mengemudikan mobil dengan menabrak orangtua Tiara, kan? Meskipun Raikal menginginkan hal itu, tapi akal sehat menahannya. Jadi, mau tak mau Raikal memaksakan diri untuk masuk ke halaman rumah keluarga Tiara dan berakhir dipeluk-peluk oleh Wacana dan istrinya, seolah Raikal ini masih calon menantu dengan potensial yang diinginkan oleh keduanya.

Tak seperti kondisi Raikal yang sudah sangat terpojok, Tiara malah turun dari mobil Raikal dengan senyuman manis. Kemana perempuan yang menangis berharap mendapatkan status pertemanan dengan Raikal tadi siang? Ke mana perempuan yang memaksa Raikal untuk mengantarnya pulang juga? Rupanya Tiara memang licik memanfaatkan segalanya.

Raikal tidak bisa fokus menikmati apa pun. Dia seperti masuk ke dalam kandang singa. Melihat makanan yang terhidang, nafsu makannya tidak muncul sama sekali. Jika saja yang tersaji di depannya adalah masakan Windy, maka tanpa berpikir dua kali Raikal akan melahapnya.

"Om dengar kamu sudah jadi pemimpin perusahaan kamu sendiri? Jadi gimana? Papa kamu pegang perusahaan yang lain?"

Tanpa Raikal jelaskan, Wacana sudah pasti mengetahui segalanya. Pertanyaan semacam ini enggan Raikal jawab karena sangat melelahkan.

Raikal mengangguk singkat, dan membalas seadanya. "Iya, begitulah, Om. Saya mulai pegang kendali sendiri. Papa nggak bisa kerja di dunia perusahaan sekaligus."

"Tapi kalo om lihat, kamu ada potensi megang perusahaan lagi masih sanggup. Iya, kan? Tangan dingin kamu pasti bisa mengolah semua pekerjaan dengan baik."

"Terima kasih buat pujiannya, Om. Tapi saya rasa kemampuan saya masih jauh dari yang lain."

Wacana tertawa, diikuti dengan istri dan anaknya. Raikal tidak melihat dimana sisi lucunya, jadi dia hanya menyengir kering.

"Kamu ini paling bisa bales pujian dari orang, Rai. Om seneng akhirnya bisa ngobrol sama kamu lagi di sini. Harusnya kita lebih sering ketemu supaya banyak rencana-rencana yang baru yang bisa kita jalankan. Papa kamu juga ajak kalo bisa, biar kita bisa punya perusahaan yang kokoh nantinya."

"Ayah, jangan bahas kerjaan terus. Rai baru pulang kerja, biarin dia makan dengan tenang."

Tiara bertindak seolah perempuan itu adalah sosok istri idaman yang sangat mementingkan kondisi pasangannya yang lelah setelah pulang kerja. Namun, Raikal tidak terkesan sama sekali. Itu hanya membuat Raikal kesal. Semakin dipikirkan, semakin Raikal sadar bahwa keluarga Tiara memang diisi dengan orang manipulatif hingga melahirkan sifat seperti yang Tiara miliki. 

Pantas saja Wacana bisa menjadi anggota politik dan mendapatkan kursi yang uangnya mengalir dengan deras, rupanya memang gaya bicaranya tidak main-main. Mungkin saat Tiara memasuki usia 35 tahun, perempuan itu juga akan didorong masuk dunia politik seperti ayahnya karena sifat-sifat itu sudah terlihat dengan jelas si wajah Tiara.

"Makan yang banyak, Rai. Mama nggak suka kalo masakannya nggak dihabisin. Ini menunya juga nggak ada yang pedes, kamu nggak perlu khawatir."

Raikal muak. Yang bisa dipikirkannya saat ini adalah bagaimana keadaan Windy? Apakah perempuan itu sudah sampai si rumah? Apa Windy menunggunya untuk bisa makan malam bersama? Jika iya, Raikal akan merasa sangat bersalah. Dy, maafin aku.

***

Sepertinya pilihan Windy untuk makan malam bersama Liliana dan keluarganya memang tepat. Setidaknya Nawasena bisa membuat Windy terhibur karena anak itu sangat suka dengan perut besar Windy. Dengan begitu, Windy tidak menjadi obat nyamuk antara Liliana dan suaminya. Sungguh Windy cemburu dengan hubungan yang dimiliki Liliana dengan suaminya. Padahal, Liliana selalu mengatakan bahwa suaminya adalah pria super kaku yang selalu menantang pertengkaran. Namun, yang Windy lihat adalah sosok suami Liliana itu tidak banyak bicara tapi memberikan perhatian yang cukup. Mungkin Liliana tidak pernah menyadarinya, tapi bagaimana cara suami Liliana mendengarkan cerita istrinya, memberikan tisu ketika Liliana menyentuh makanan dengan jemarinya, memegangi kursi agar Liliana bisa duduk nyaman, menyuapi Nawasena agar tak mengganggu Liliana, semua itu adalah perhatian yang luar biasa.

Sepertinya memang benar rumput tetangga selalu lebih hijau dari rumah kita sendiri. Tidak akan pernah ada habisnya membandingkan kehidupan satu dengan lainnya. Jadi, Windy kini tersadar bahwa tak pernah ada hubungan yang sempurna.

Begitu sampai di rumah, Windy disambut dengan rasa sepi. Raikal belum pulang dan sepertinya tidak akan pulang dalam waktu dekat. Rumah ini terlalu besar untuk mereka yang tinggal berdua. Windy merasa bosan dan entah kenapa menanti kepulangan Raikal.

"Padahal aku udah sengaja pulang jam sembilan, ternyata dia belum pulang."

Windy menuju dapur dan seolah baru tersadar dengan ucapannya sendiri. "Aku mau ngapain ke sini? Aku, kan, udah makan malem. Kalo Raikal mau makan malem juga, dia bisa beli!"

Windy memukul jidatnya tak keras. Dia memperingatkan diri sendiri untuk tidak memikirkan Raikal terus menerus. Mereka sudah berpisah dan urusan makan bukan menjadi tanggung jawab Windy lagi. Raikal adalah pria dewasa yang bisa mengurus dirinya sendiri.

Windy akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamarnya sendiri, membersihkan diri dan menghilangkan penat setelah seharian bekerja dan makan malam bersama Liliana sekeluarga.

Tak membutuhkan waktu yang terlalu lama bagi Windy untuk mandi, yang lama adalah berendam dengan air hangat agar penatnya bisa terkikis sedikit.

Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan terjadi di kamar mandi, Windy juga menyelesaikan kegiatannya dan segera berganti pakaian serta menggunakan rangkaian perawatan wajah yang sudah dikonsultasikan dengan dokter kandungannya.

Windy baru naik ke kasurnya sendiri ketika ponselnya berdenting pertanda pesan masuk.

Liliana [Tuh! Mantan suami dah mulai pedekate lagi sama mantan pacar.]

Windy mengernyit ketika mendapatkan tautan menuju Instagram yang belum diketahui apa isinya. Namun, dari tulisan yang Liliana kirim, jantung Windy berdetak lebih keras dari sebelumnya. Dia merasakan dorongan untuk membuka tapi tak siap dengan perkiraannya sendiri.

Liliana tidak melanjutkan tulisan apa pun, mungkin memberikan waktu pada Windy untuk menyesuaikan diri dan akan melihat respon Windy setelah melihat tautan tersebut.

Windy tidak bisa menghentikan jemarinya sendiri untuk mengikuti kemana tautan itu akan membawanya. Akun Instagram itu menunjukkan foto-foto dimana seorang pria membukakan pintu untuk seorang wanita. Windy tahu betul siapa pria itu dan wanita yang terlihat tersenyum meski dipotret agak jauh.

Sudah jelas, yang disorot adalah anak dari politikus terkenal. Namun, Raikal menjadi pertanyaan besar bagi para netizen. Siapa pria yang beruntung dapetin Mutiara tercantik sedunia, nih? Begitulah yang kurang lebih tertera sebagai caption.

"Jadi, ini lemburannya?" gumam Windy yang tidak bisa menutupi kekecewaannya sendiri.

Manusia dan ekspektasi memang selalu sinkron untuk saling menghancurkan kepercayaan.

[Bab 26 sudah bisa dibaca duluan di Karyakarsa, ya. Terima kasih.]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top