12 - MTM
"Hai, Tante!"
Yagya agaknya cukup terkejut karena ketika membuka pintu dan mengira ada tamu asing datang, rupanya itu adalah Tiara. Gadis yang tidak berhasil mengambil hati putranya.
"Eh, hai! Kamu bikin tante kaget."
Tiara memasang senyuman manis dan memeluk ibu dari Raikal itu. Tanpa sungkan sama sekali Tiara mengecup pipi Yagya seolah wanita itu adalah keluarga yang dirindukan.
"Katanya kamu ke Jepang? Udah pulang aja?"
"Hm. Kangen sama Indonesia." Tiara menggunakan reaksi dengan menggerakan bibirnya ke depan seolah dia adalah anak-anak yang harus disayang.
"Kangen Indonesia atau ada yang lain?" tanya Yagya yang menebak dengan tepat hingga Tiara tertawa senang.
"Tante pasti tahu alasannya, deh."
Yagya tahu alasannya, hanya saja membahas hal itu bisa membuat ibu dari dua anak itu sakit kepala. Membahas mengenai Raikal sudah pasti rumit yang tidak bisa Yagya urai kapan putranya itu akan sadar untuk kembali pada keluarga yang sudah berusaha untuk kesuksesannya.
"Eh, masuk dulu! Tante sampe lupa nyuruh kamu masuk, Ara."
Tiara tidak merasa canggung untuk masuk ke rumah itu. Selayaknya keluarga yang selalu datang dan disambut dengan tangan terbuka, Tiara duduk di ruang keluarga yang lebih terasa hangat. Padahal rumah itu tidak hangat sama sekali karena diisi oleh orang-orang yang jarang bicara jika bukan hal penting saja.
"Aku bawain oleh-oleh buat Tante sama Ayura. Oh, sama buat Om Raksa."
"Ya ampun Ara! Kamu ini selalu sibuk mikirin orang lain, kamu harusnya sibuk mikirin diri kamu sendiri. Kami sebagai orangtua maunya kamu punya jalan yang bahagia."
"Aku bahagia bisa kasih apa yang aku bisa buat Tante dan keluarga. Termasuk Raikal."
Yagya merasa bahwa dia harus menyampaikan apa pun kepada Tiara mengenai Raikal. Dalam hal ini, mengenai Raikal yang tidak bersedia untuk luluh kembali seperti semula.
"Soal Raikal, apa kamu ngasih dia kado?" tanya Yagya.
Tiara mengangguk tanpa cemas. "Iya, Tante. Aku kirim ke rumahnya langsung."
"Kamu yang kirim sendiri?" Yagya kembali bertanya.
"Hm ... bisa dibilang begitu, sih, Tante. Aku dateng ke rumah Rai, terus nanya sama satpamnya. Pas Rai lagi nggak ada."
"Terus kamu ketemu sama ... mantan istrinya, Raikal?"
"Nggak. Aku cuma denger penjelasan dari satpamnya kalo Rai nggak ada di rumah, cuma ada nyonya aja. Ya, aku bisa cerna sendiri kalo mantan istrinya Rai masih tinggal di sana."
Yagya menghela napasnya panjang. Dia tidak siap membagi kerumitan yang mungkin bisa membuat Tiara shock.
"Kamu berarti belum tahu soal mantan istrinya Raikal yang hamil?"
Tiara terlihat sangat terkejut. "Tante nggak lagi bercanda, kan? Nggak mungkinlah mantan istrinya Raikal hamil. Mereka, kan, udah nggak berstatus suami istri. Kalo tinggal satu rumah, aku masih bisa mencerna itu, tapi ... hamil?"
Tiara terus menggelengkan kepalanya tak percaya. Informasi mengenai hal itu terlalu mengada-ada di kepala Tiara.
"Kemarin Tante ketemu sama Rai. Tante coba untuk bujuk dia balik ke sini kayak dulu. Tapi Rai nggak bersedia. Yang ada malah dia marah sama Tante karena dianggap sebagai pihak yang bikin dia cerai dari perempuan itu. Tante nggak masalah dengan semua pendapat buruk itu, toh, Rai akan sadar nantinya. Rai akan sadar siapa keluarganya. Tapi Tante juga nggak nyangka kalo ternyata mantan istri Rai sedang hamil. Katanya kehamilan itu baru diketahui setelah putusan sidang."
Tiara terdiam, tidak bisa melanjutkan kata-kata. Kehamilan mantan istri Raikal tidak membuat Tiara bahagia. Jika harus kembali mengalah, Tiara mungkin harus bersiap-siap menjadi ibu sambung bagi anak Raikal kelak.
"Aku udah nunggu Raikal, Tante. Aku bahkan rela nggak menikah untuk menunggunya. Apa aku harus menunggu lagi untuk bisa bersama Rai, dan ditambah anaknya?"
Yagya tidak bisa menjawab Tiara. Semua yang terjadi berada diluar kuasa Yagya. Meski tak menyukai menantunya, Yagya jelas tak mau Raikal mengalami kesedihan mendalam. Itu sebabnya tak ada yang memaksa Raikal. Sebagai balasannya, tak ada yang berusaha peduli dengan istri pilihan Raikal. Meski Yagya sangat berharap Tiara bisa menjadi menantunya, pilihan tetap berada di tangan Raikal sepenuhnya.
"Maafin Tante, Ara. Meskipun Tante mau kamu yang mendampingi Rai, tapi pilihannya tetap ada pada Rai. Tante nggak bisa memaksa karena bukan Tante yang akan menikah."
Dengan ekspresi kecewa yang begitu besar, Tiara bertanya, "Apa Om Raksa nggak bisa mengancam Raikal? Beri pilihan ke Raikal, masih mau jadi pemimpin perusahaan atau bersama perempuan itu."
"Tante dan Om tahu seperti apa watak Raikal. Dia cerdas, nggak sulit membuatnya survive dengan kehidupan baru meski kami mencabut semua fasilitas yang kami berikan ke Raikal. Justru mengancam seperti itu akan berbalik merugikan Om, karena Raikal berdarah dingin menjadi pemimpin perusahaan. Bagaimanapun, Raikal salah satu pendiri perusahaan yang sekarang kembali maju dengan nama baru."
Yagya bisa melihat rasa kesal yang menghinggapi wajah Tiara. Namun, Yagya tak ingin memberikan kalimat apa pun. Tiara pasti bisa menentukan sikapnya sendiri. Jadi lebih baik, Yagya menunggu takdir membawa Raikal dan Tiara bersatu.
***
Siapa, sih, perempuan yang tidak suka diberi perhatian? Tentu saja tidak ada perempuan semacam itu. Jika ada, mungkin memang ada kelainan yang diidap. Maka dengan jelas Windy termasuk perempuan yang suka dengan afeksi yang diberikan mantan suaminya—yang masih bertahta di hati.
"Ini apa, Cal?" tanya Windy dengan terperangah.
"Kamar bayi kita, Dy. Aku sengaja ambil cuti buat fokus bikin kamar bayi kita."
Bentuk usaha semacam ini adalah perhatian yang tidak bisa Windy tolak. Raikal berhasil membuat hati Windy berbunga-bunga karena setelah pulang wawancara kerja, Raikal memberikan kejutan manis seperti ini.
"Kamu setuju sama desain kamarnya, Dy?" tanya Raikal.
"Kenapa nggak kamu buat langsung untuk umur besar aja? Aku udah bilang akan pindah setelah melahirkan. Kamar ini bisa kamu ubah ranjangnya untuk anak yang lebih besar supaya nanti, kalo anak kita besar bisa pakai kamar ini buat nginep."
Sungguh Raikal merasakan tusukan jarum yang banyak di hatinya. Rasanya nyeri secara perlahan dan lama-lama perih tak tertahankan.
"Kamu nggak mungkin langsung ngurus anak kita sendirian setelah melahirkan. Untuk beberapa waktu kalian akan di sini supaya ada aku yang bantu jagain bayi kita."
Untung saja Raikal menemukan alasan yang lebih bagus. Dia tidak bodoh untuk mencari alasan agar bisa lebih lama bersama Windy dan anak mereka.
"Oh ... ada benernya, sih. Tapi aku bisa minta ibuku—"
"Aku cuma minta beberapa waktu aja, Dy. Aku mau merasakan membesarkan anak kita berdua. Apa nggak bisa, Dy?"
Siapa pun tahu Raikal sedang menjadi raja drama dengan bersikap memohon seperti ini pada Windy. Namun, hati Windy yang lembut tidak mampu menolak. Apalagi melihat sendiri usaha yang dilakukan Raikal untuk bisa menghias kamar bayi mereka.
"Kalo gitu nggak usah pikirin yang berat-berat begitulah, Cal. Aku lagi nggak mau debat, capek. Mendingan kita siap-siap buat makan bareng."
Windy menghindari pembahasan itu karena tak mau memberikan jawaban yang jelas untuk Raikal. Nanti, Windy bisa urus sendiri rencana-rencana dalam kepala tanpa perlu Raikal tahu. Toh, jika sudah terjadi Raikal tidak akan bisa menghalangi lagi. Windy hanya perlu bertindak sendiri untuk menegaskan keputusan.
"Oke! Kita makan aja kalo gitu. Aku yakin anakku udah laper banget karena hampir seharian kamu ajak wawancara kerja. Aneh banget wawancara kerja aja bisa sampe sore begini."
"Yang wawancara banyak, Cal. Lagian, aku juga musti nungguin Liliana tadi. Dia dateng langsung buat wawancara aku juga, jadi ya agak sore karena jadwal Liliana padat."
Raikal berdecak sembari mengikuti mantan istrinya berjalan keluar dari kamar bayi mereka. "Kalo tahu kamu mau pake cara begitu, kenapa nggak sama aku aja?"
Windy menggeleng dengan pelan. "Liliana bukan pemimpin perusahaannya, dia masih berusaha buat lobi yang lain. Tapi kamu ... kamu bos-nya. Aku nggak butuh usaha apa pun kalo gitu ceritanya."
Raikal menggerakan kedua bahunya tanda tak tahu apa lagi yang bisa dikatakan pada Windy. Mereka berdua mengambil langkah ke kamar masing-masing. Semua gerakan itu sudah menandakan mereka satu hati tapi beda tujuannya. Mungkin setelah ini keduanya akan merasakan dampak dari tujuan yang berbeda itu.
[Bab 17 udah aku up di Karyakarsa, ya. Siap-siap esmoni, wkwk. Happy reading!]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top