10 - MTM
Dari banyaknya wanita yang dikenal Raikal, mamanya adalah posisi pertama yang menempati tingkat kehormatan yang Raikal urutkan. Yagya bukan wanita sembarangan yang bisa membesarkan anaknya hingga sukses dan cerdas seperti sekarang. Bahkan Yagya juga bukan wanita yang banyak bicara untuk menjadi sosok yang tegas luar biasa. Raikal sangat bangga memiliki Yagya sebagai ibunya. Namun, Raikal baru sadar setelah Windy melepaskan diri darinya. Ternyata Raikal sudah terlalu memuja ibunya yang serba sempurna. Raikal baru sadar bahwa manusia sejatinya tak sempurna, dan begitu pula Yagya.
"Mama mau bicara apa?" tanya Raikal.
Ibu dan anak itu duduk saling berhadapan dan tidak bicara jika saja Raikal tidak memulai lebih dulu.
"Mama perhatikan, kamu kayaknya semakin menjauh dari keluarga. Nggak ada kabar yang datang darimu, bahkan kami nggak tahu apa yang ingin kamu lakukan ke depannya."
"Aku sudah dewasa, Ma. Apa setiap saat harus selalu laporan? Lagi pula aku ini udah punya keluarga sendiri, aku pemimpin untuk keluargaku sendiri."
Yagya bersedekap dan menyandarkan punggungnya pada kursi restoran yang menjunjung privasi itu. Mereka berada di ruangan yang dindingnya saling tersekat dan dibuat kedap suara.
"Terakhir yang mama tahu kamu udah nggak bersama wanita pilihanmu. Jadi, keluarga yang mana yang sedang kamu pimpin? Apa ada anggota keluarga yang sah di dalamnya? Kamu memimpin keluarga yang kosong dan nggak ada sisi musyawarahnya."
Raikal biasanya tidak menertawakan kalimat ibunya. Namun, kali ini dia benar-benar ingin menunjukkan bahwa kata-kata yang digunakan oleh Yagya terlalu baku, layaknya buku pelajaran kewarganegaraan anak SMP saja.
"Mama bahas apa? Musyawarah apanya?"
"Yang namanya keluarga, harusnya ada musyawarah yang dilakukan supaya segala keputusan dicapai dengan kesepakatan bersama. Yang mama lihat, kalian nggak saling sepakat sejak awal."
"Itu sebabnya mama nggak mau banyak bicara sama Windy?"
Yagya tidak pernah menyebutkan nama menantunya satu kali pun. Dia lebih suka menyebut Windy sebagai wanita idaman putranya atau wanita yang dipilih Raikal atau sejenisnya.
"Ah, salah. Bukan nggak mau banyak bicara, tapi sama sekali nggak mau bicara sama Windy. Begitu, kan, Ma?"
"Mama nggak banyak bicara karena memang nggak mau ucapan mama malah disalah pahami. Pemikiran setiap orang itu berbeda, jadi mama nggak mau membuat masalah atau membebani seseorang dengan cara pandang yang mama punya. Lebih baik diam supaya suasana menjadi tenang."
"Dan tanpa mama sadari, ketenangan itu yang membunuh batin istriku, Ma."
"Sebutan istri sudah nggak berlaku lagi untuknya. Kalian sudah berpisah secara resmi."
"Mama terlalu kaku. Aku dan Windy memang berpisah tapi aku nggak pernah melepaskannya. Bagiku, Windy masih istriku."
"Sampai kapan?" tanya Yagya.
Ketegasan yang wanita itu miliki meremukkan hati Raikal. Tidak ada belas kasih dari Yagya terhadap kondisi Windy sama sekali. Meski Yagya tidak berkata dengan kejam, tapi diamnya wanita itu lebih kejam bagai benang yang bisa memutuskan leher dalam sekali besetan.
"Apa yang mama maksud sampai kapan?"
"Sampai kapan kamu akan meneguhkan diri menganggapnya istri sedangkan orangnya sendiri nggak bersedia kamu anggap istri sejak beberapa bulan lalu."
Raikal merasakan matanya memanas. Dia baru bisa merasakan apa yang Windy rasakan dengan sikap yang Yagya miliki.
"Mama sudah pernah mengatakan kepada kamu, carilah pasangan yang sama tingkatnya dengan kamu. Karena apa? Karena selain meudah diterima, mereka juga bisa menerima apa yang keluarga kita punya. Kamu melihat buktinya sendiri, kan? Perbedaan kebiasaan, gaya berpikir, gaya menghadapi masalah, gaya bicara, dan masih banyak lainnya sangat berbeda. Kamu melihatnya menangis karena dari sudut pandangnya, dia adalah pihak yang tersiksa. Tapi kamu nggak melihat dari sudut pandang mama dan keluarga kita? Kami berusaha menerimanya dan kami sedih karena harus kehilangan sosok putra yang kami yakini bisa berkembang lebih dari ini."
"Bagi mama ... Windy adalah penghambat kesuksesan aku?"
Yagya tanpa merasa bersalah mengangguk. "Tuntutannya yang terbiasa hidup 'sederhana' dalam versinya adalah hal yang sangat menghambat perkembangan kamu sebagai pria yang bisa melangkah lebih jauh, lebih maju. Kamu melukai cita-cita papa yang bisa memberikan kamu kehidupan lebih jauh dari semua yang sudah kamu lewati."
"Kenapa aku merasa mama sekarang malah jadi playing victim, ya?" balas Raikal dengan dengusan.
"Dengarkan mama dulu. Kamu sudah sangat terbelenggu dalam cinta yang kamu punya, Raikal. Seandainya kamu bisa mengubah pemikiran kamu itu, kamu pasti bisa keluar dari kesengsaraan yang kamu jalani bersama wanita yang kamu cinta."
Raikal menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Aku nggak sengsara dengan bersama Windy, Ma."
Yagya seolah tidak mendengar ucapan anaknya dengan melanjutkan kalimatnya.
"Pertama, kamu bisa melanjutkan studi kamu di luar dan mendapatkan gelar lebih tinggi untuk bisa dihargai oleh orang-orang sederajat kita. Tapi kamu nggak melakukannya karena tanpa sadar kamu dituntut untuk selalu menemani seseorang yang fana, yang kapan saja bisa meninggalkan kamu jika mengalami kegagalan. Kedua, kamu menolak keinginan papa untuk membangun perusahaan besar karena tidak mau mengambil resiko meninggalkan cinta kamu demi membangun perusahaan keluarga yang sudah jelas bobotnya. Kamu disuguhi oleh cinta yang bisa hilang seketika tanpa kamu sadari. Ketiga, kamu menyiakan kesempatan untuk memiliki keluarga baru yang bisa membantu perjuangan kamu sebagai pengusaha dan malah mempersulit diri dengan memaksa masuk keluarga tidak memiliki standar pendidikan dan ekonomi yang sama dengan kita."
"Mama sepertinya yang merasa kurang puas dengan pencapaian yang kita miliki. Aku merasa cukup--"
"Kamu mengatakan hal itu karena kamu nggak punya anak--"
"Aku akan memiliki sebentar lagi."
Raikal memang tidak pernah mengatakan mengenai kehamilan Windy pada keluarganya, juga tidak mengatakan bahwa Windy masih tinggal bersama dengannya di satu rumah yang sama meski sudah bercerai. Raikal memilih diam karena merasa bahwa kesedihannya tak bisa dia bagi dengan siapa pun. Mulanya Raikal berniat memberitahu keluarganya setelah tenang dan tidak terlalu sedih dengan perceraiannya. Namun, dia sudah dulu lebih tahu dari celetukan ibu Windy hingga akhirnya sadar bahwa dia sudah meninggalkan Windy jauh di belakang mengendalikan kesedihannya sendiri.
"Belum cukup menikahinya dan membuat keluarga kecewa, lalu kamu sengaja menghamili mantan istri demi bersatu kembali? Kamu melakukan cara murahan demi seorang wanita yang nggak ingin mempertahankanmu, Raikal?"
"Windy hamil sebelum kami bercerai. Kami baru tahu keberadaan janin itu setelah gejala kehamilan Windy muncul pasca perceraian. Usia kandungannya sudah lebih dari empat bulan saat kami tahu."
"Kamu yakin kamu nggak sedang dibodohi karena gairah cintamu saja? Setahu mama, perempuan yang hamil lebih dari empat bulan pasti perutnya besar dan bisa disadari--"
"Nyatanya Windy nggak. Berat badan Windy tergolong sangat rendah, dia tertekan, stres. Dan aku baru tahu itu setelah semua ... semua emosinya yang baru tumpah beberapa hari lalu."
"Mama nggak punya komentar apa pun. Terserah kamu, yang terpenting kamu nggak mendapatkan masalah dengan mempertahankan kesulitanmu sendiri. Semua hal ada resikonya. Terserah, Raikal. Terserah."
Kata terserah yang berulang kali terucap menjelaskan bahwa itu adalah bentuk ketidakpeduliaan atasa apa yang Raikal dan Windy lakukan.
"Mama mendukung Tiara untuk kembali mendekati aku?" tanya Raikal yang ingin tahu apa respon mamanya.
"Oh, Tiara nggak ada sangkut pautnya sama mama. Itu hak dia kalau dia mau mendekati kamu. Dan mama nggak memiliki hak untuk melarang atau mendekatkan kamu dengan Tiara."
"Tapi mama sengaja membiarkannya, padahal mama tahu aku nggak punya perasaan ke Tiara."
"Mama udah bilang, itu bukan urusan mama. Itu semua urusan kamu dan hatimu. Kalau kamu mau mama membantu kamu, maka kamu harus mengikuti semua cara mama. Kalau kamu mau memiliki hidupmu sendiri jangan menuntut apa pun sama mama."
Yagya meneguk air mineral di gelasnya. "Kamu sendiri yang mengatakan kamu sudah dewasa dan bisa menentukan hidupmu sendiri. Mama terima, it's okay, nggak perlu kamu anggap keluargamu ada atau penting lagi karena yang terpenting adalah kebahagiaan kamu sendiri. Satu yang harus kamu tahu, kami keluargamu nggak bisa menceraikan kamu dan melepaskan status anak dan orangtua. Kami bukan anak kecil bertubuh dewasa yang seenaknya memutuskan hubungan."
Inilah yang Raikal dapatkan. Balasan dengan sarkasme tingkat tinggi dari mamanya. Sungguh, Raikal memang bodoh karena baru mengetahui sikap orang tuanya yang tidak menerima lapang dada kehadiran Windy selama ini.
[Di Karyakarsa udah sampe bab 14 ya. Happy reading!]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top