• 26 •

"KAMU benar-benar menjadi terlalu percaya diri, ya?" Dara mendengkus pelan. "Aku tidak menangis karena kamu."

Dara menepis tangan Galih yang sejak tadi menyentuh matanya layaknya hendak menghapus jejak air mata di sana. Padahal dia tidak sedang menangis. Matanya memang merah dan sedikit bengkak, tapi itu terjadi bukan karena dia menangisi pria yang berdiri di depannya saat ini.

Galih menatapnya curiga. "Benarkah? Jangan coba-coba membohongiku, Dara. Aku tidak menyukainya."

"Buat apa aku melakukannya?" Dara menghela napas lelah. "Tidak ada untungnya membohongimu, karena kamu sudah tahu semua rahasia yang kusimpan rapat selama ini."

Benar, jika dia memang ingin membohongi Galih, dia tidak akan mengakui apa yang terjadi di masa lalu. Dia juga tidak akan mengaku soal keraguannya untuk menerima Galih kembali menjadi kekasihnya. Dia hanya akan menolak dan menghindar tanpa memberinya penjelasan apa-apa.

"Kalau begitu, apa yang sudah membuatmu menangis? Jika dilihat dari keadaannya, kamu baru saja menangis beberapa saat yang lalu. Apakah itu terjadi sebelum kamu berangkat kerja?"

Galih tidak keberatan jika Dara mau jujur kalau dialah penyebab perempuan itu menangis pagi ini. Karena bagaimanapun juga dia seorang pria berengsek yang sudah menyakiti Dara berulang kali semenjak dia kembali.

Dia bahkan memaksa Dara melakukan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, hanya karena Galih merasa butuh perhatian.

Dara menghela napas berat. "Aku tidak berniat mengatakan alasannya padamu."

Galih berdecak mendengar jawabannya. Dia memang orang yang sabar, dia juga orang yang cukup toleran, tapi lama kelamaan dia merasa kesal jika ada banyak hal yang sengaja disembunyikan.

Dara selalu berusaha menyimpan rapi semuanya sendirian. Padahal tak ada salahnya jika cerita itu dibagi padanya. Galih bisa menjadi pendengar yang baik. Dia juga bisa mengulurkan tangan jika Dara membutuhkan bantuan. Dia tidak akan pernah menutup matanya, karena dia sangat mencintai Dara dari lubuk hati terdalam miliknya.

"Kenapa kamu selalu berusaha menutup dirimu sebaik itu? Apa kamu tidak butuh satu pun teman yang bisa meringankan beban di pundakmu?" tanyanya, tanpa bisa menyembunyikan kekesalan di balik nada suaranya.

Dara tersenyum mendengar jawabannya. "Baiklah, kalau begitu aku akan menceritakan masalahnya padamu." Kemudian dia mulai menceritakan apa saja yang terjadi pagi ini pada Galih secara garis besarnya.

"Jadi, saat kamu kembali dari desa itu nanti, kamu akan mulai tinggal sendiri?" Galih mengernyitkan dahi. Dia tidak terlihat senang dengan kenyataan ini.

Tentu saja, dia belum pernah sekali pun dikenalkan pada keluarga Dara. Namun mereka malah memilih menetap di desa jauh yang tidak bisa tergapai oleh kedua tangannya.

Dara menganggukkan kepala. "Ya."

"Aku nggak setuju." Galih menggeleng tegas. "Kamu nggak boleh tinggal sendiri di sini. Itu tidak aman dan tidak baik untuk perempuan sepertimu."

Dara langsung melotot saat mendengar ketidaksetujuan pria itu. "Maksudnya nggak boleh gimana, ya? Aku nggak butuh persetujuan darimu buat tinggal sendiri di sini."

"Kamu memang nggak butuh persetujuan dariku, tapi kamu harus memikirkan risiko dan tingkat bahaya seorang perempuan yang tinggal sendirian, Dara. Ini ibu kota, apa pun bisa terjadi di sini, dan itu sangatlah berbahaya untukmu." Galih menggelengkan kepala, dia terlihat tegas menolak usulan tinggal sendiri dari wanita di depannya.

Dara berdecak pelan. Dia juga tahu itu. Tinggal bertiga dengan ibu serta adiknya yang semuanya perempuan saja bisa membuatnya gelisah setiap malam. Apalagi dia akan tinggal sendirian di rumahnya.

"Terus mau gimana lagi? Aku sudah punya rumah dan hanya tinggal sedikit lagi cicilan rumah itu akan lunas. Aku tidak mungkin meninggalkan rumah itu dan mencari kos-kosan baru hanya untuk tempat tinggalku. Itu seperti bayar dua kali untuk fungsi yang sama, mubazir namanya," jelasnya panjang lebar.

Apa yang Dara katakan memang masuk akal, tapi tinggal sendirian di pemukiman seperti itu tidak menjamin keselamatannya. Bukannya dia tidak percaya, tapi bayang-bayang Dara yang dilecehkan saat malam tiba-tiba membuat Galih merasa cemas bukan main.

"Baiklah kalau begitu, kamu bisa lanjut melunasi cicilan rumahmu, tapi untuk tempat tinggal kamu harus tinggal denganku." Galih mengatakannya dengan serius.

Galih punya apartemen yang cukup luas. Dia juga tinggal sendirian. Tidak ada salahnya jika Dara mau tinggal bersamanya, karena dia janji tidak akan melakukan apa pun padanya. Selain itu dia bisa dengan tenang melindungi Dara setiap harinya.

"Hah?! Apa kamu sudah gila?!"

"Lebih aman jika kamu tinggal denganku, Dara. Aku hanya ingin memastikan keselamatanmu. Aku pun berjanji tidak akan melakukan apa pun padamu! Percaya padaku, Ra!"

"Tidak ada yang bisa dipercayai dari seorang pria yang dengan entengnya menawarkan tempat tinggalnya pada seorang wanita! Apa sebelumnya kamu sering menawarkan tempat tinggalmu pada wanita lain?!"

Dara menatapnya tajam. Matanya berkilat penuh amarah. Jelas saja dia marah. Galih menawarkan tempat tinggalnya pada Dara dengan mudah dan mengajak Dara untuk tinggal bersama dengannya. Pria itu sedang merendahkannya. Dia mengganggap Dara terlalu murah di matanya.

"Apa maksudmu? Aku tidak pernah melakukannya." Galih langsung membuang muka. Dia memang tidak pernah menawarkan tempat tinggalnya pada wanita lain, tapi berulang kali dia pernah membawa wanita naik ke atas kasur yang sama dengannya.

"Ohhh benarkah? Tapi aku merasa kalau kamu sudah sering membawa mereka naik ke atas ranjangmu selama ini," katanya penuh penekanan.

Galih menelan ludah susah payah. "Yaahhh, itu hanya sebuah masa lalu, aku tidak pernah seperti itu lagi sekarang."

Dara mendelik ke arahnya. Sembilan tahun memang lama dan hal itu sudah cukup untuk bisa mengubah siapa pun menjadi orang lain. Termasuk pria di depannya ini.

Namun sejujurnya dia tidak mau percaya, tapi Galih menjadi pria berengsek sebelumnya.

"Bajingan!" Dara sontak saja memaki. Pantas saja kemarin dia dengan entengnya berani mencium Dara tanpa beban. Ternyata Galih memang menjadi seorang bajingan.

Dara berbalik, dia mulai melangkah pergi. Galih yang merasakan langkah kakinya itu langsung berbalik menatapnya dan langsung memegangi tangannya dengan erat.

"Sorry, aku memang berengsek, tapi itu semua terjadi sebelum aku bertemu lagi denganmu. Aku berani bersumpah Dara, aku tidak akan pernah melakukannya lagi selama kamu bersamaku!" Janjinya serius.

Dara hanya menatapnya dengan ekspresi dingin. Dia sedang marah. Sangat-sangat marah. "Lepas!"

Namun Galih tahu, kalau dia melepaskan Dara sekarang, mungkin tidak akan ada kesempatan kedua yang akan dia dapatkan.

"Ra, aku tahu aku salah. Aku salah karena jadi orang yang menjijikkan, tapi aku melakukannya karena aku tidak punya pilihan—"

"Aku tidak merasa kamu orang yang sangat tolol hingga tidak punya pilihan lain selain menjadi seorang bajingan!"

Jawaban kasar itu membuat Galih kehilangan kata-katanya. Namun, dia memang tidak punya banyak pilihan. Perasaannya yang begitu dalam menyiksa dan membuatnya jatuh dalam jurang berisi penderitaan. Hanya pelampiasan yang bisa membuat rasa sakitnya sedikit teralihkan.

Galih memeluk Dara dengan erat. Sebelum dia mendapatkan maaf, dia tidak akan melepaskannya.

"Aku juga tidak ingin melakukannya, mencari pelampiasan berbeda setiap harinya dan merusak diriku sendiri. Jika aku bisa, aku tidak akan pernah mau melakukan hal menjijikkan seperti itu."

Galih semakin mengeratkan pelukannya.

"Tapi aku tidak bisa berbuat apa pun. Aku selalu kesakitan setiap harinya. Aku selalu menginginkan kamu ada di sana, duduk di depanku, menemaniku setiap hari dengan senyuman terbaikmu."

Dara mengerjapkan kedua matanya. Tunggu dulu? Apa katanya tadi?

"Sayangnya hubungan kita sudah berakhir dan kamu menghilang begitu saja. Bahkan kamu tidak meninggalkan sedikit pun bayangan hanya agar aku masih bisa sedikit berharap untuk mendengar suara dan melihat sosokmu lagi. Kamu menghapus dirimu dan menghilang dari duniaku."

Tunggu dulu, jadi Galih menjadi seperti itu karena salahnya?

"Aku melakukan segala cara hanya agar bisa melupakanmu. Aku mencari wanita lain dan membayangkan mereka adalah penggantimu, tapi semua itu hancur saat satu per satu mereka mulai menggodaku. Aku merusak diriku dengan alkohol, berharap aku akan lupa jika aku sudah tak sadarkan diri. Namun akhirnya aku tidak bisa berhenti selain masuk lebih dalam dan lebih dalam lagi."

Galih melepaskan pelukannya untuk melihat reaksi Dara yang sedang tak sanggup berkata-kata. Air matanya berlinang di pelupuk mata, siap jatuh kapan saja.

"Maaf, aku menjadi pria berengsek dan bajingan dalam sembilan tahun terakhir. Aku tidak lagi sempurna seperti pria yang kamu kenal di masa lalu. Namun, aku berani bersumpah, Dara. Aku akan berubah, aku akan setia, selama kamu mau menerimaku kembali, aku akan menjadikan kamu sebagai satu-satunya orang yang memiliki hati dan tubuhku ini."

Galih menelan ludah susah payah. Tenggorokannya tercekat. Dia memang merasa tidak pantas, tapi dia masih berharap Dara mau menerimanya.

"Jadi, maukah kamu menerimaku kembali? Maukah kamu menjadi milikku sekali lagi?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top