• 12 •
DARA mengerjapkan matanya berulang kali ketika melihat pria tampan dengan senyum mematikan tengah melambaikan tangan ke arahnya. Dia melihat ponselnya, kemudian memandangi pria itu sekali lagi dengan tatapan tidak percaya.
Dia ... Gilang?
Dara mencoba mengingat kembali sosok Gilang dalam ingatan terakhirnya. Pria tinggi yang terlihat ramah walaupun seluruh wajahnya nyaris tertutup oli hingga membuatnya tampak dekil sekali.
Namun pria yang kini berdiri tak jauh darinya itu tidak kelihatan dekil sedikit pun. Wajahnya terlalu bersih, bahkan dia tak memiliki satu pun bekas jerawat yang menghiasi wajah tampannya.
Dara menelan ludah susah payah. Akhirnya dia tahu kalau penilaian dia sebelumnya sepenuhnya salah. Dia berdiri di depan Gilang yang kini menyapanya dengan sopan.
"Sore, Dara!"
"Sore juga," tanpa membuang waktu lagi Dara menyodorkan jaket hitam itu kepada pemiliknya, "terima kasih jaketnya, ya."
"Sama-sama." Gilang tersenyum manis. Senyum mematikan yang bisa membuat jantung siapa pun berhenti berdetak saat melihatnya.
"Kalau gitu gue balik dulu, kerjaan gue masih belum kelar soalnya," dalihnya, agar Dara bisa cepat menghilang secepatnya dari hadapannya.
Gilang terlalu tampan. Saking tampannya dia tampak sangat menyilaukan bagi Dara yang biasa saja. Dia minder pun takut kalau banyak orang salah sangka melihat kedekatan mereka. Lebih parah lagi kalau ada yang mengira Dara sengaja kegatelan ke Gilang, lantaran pria itu terlalu tampan untuk dilewatkan.
"Lho kirain jam kerja udah kelar? Padahal gue pengen ngajak nongkrong dulu bentar." Gilang tampak kecewa saat mengatakannya.
Entah apa yang pria itu rencanakan sekarang, tapi Dara jelas tidak bisa menerima ajakannya.
Dara tersenyum sopan. "Mungkin lain kali Lang, gue nggak bisa soalnya."
"Oh, oke kalau gitu, sorry kalau gue malah ganggu kerjaan lo." Gilang tampak merasa bersalah.
Ekspresinya benar-benar kaya, bisa berubah-ubah sesuai situasi yang ada. Tidak seperti mantan pacarnya yang lebih sering pasang satu ekspresi saja. Mana ekspresi membosankan dan kesannya mau ngajak perang pula.
Dara menggeleng pelan. "Nggak apa-apa, gue yang harusnya bilang maaf karena baru bisa ngembaliin jaket itu sekarang. Yaudah, gue pamit dulu, ya!"
Dan tanpa menunggu jawaban dari Gilang, Dara sudah berlari pergi dari pandangan pria yang kini tertawa melihat tingkahnya.
"Gue kudu pakai jurus apa buat deketin cewek kayak dia gini, ya?"
Sedangkan Dara mengatur napasnya begitu menutup pintu ruang divisinya. Dira yang masih ada di ruangan itu langsung berkomentar, "Pantes aja lo bisa nolak Agus tanpa beban kayak gitu, Ra."
"Hah?!" Dara menatapnya dengan tatapan tak mengerti.
"Orang yang seganteng itu aja bisa lo tinggal lari, apalagi yang cuma sekelas Agus? Nggak ada rasa sama sekali kalau dibandingin sama cowok di bawah itu, Ra." Dira menunjuk jendela. Jelas sekali teman kantornya barusan melihat interaksinya dengan Gilang.
Walaupun cuma melihat dari kejauhan, tapi Dira yang pengalaman soal tampang pria jelas bisa membedakan cowok biasa saja dan cowok tampan dalam sekali pandang.
Dara meringis. Gilang memang tampan sekali. Bahkan jauh lebih tampan dari Galih yang menurut matanya sudah cakep banget. "Lo mau nomernya, nggak? Gue ada."
"Nggak, skip, kayak nggak laku aja sampai minta nomer cowok dari temen cewek gue." Dira berjalan menuju ke tempat kerjanya.
Dara meringis sekali lagi.
"Ra, lo kenal dia dari mana emangnya?" Dira bertanya penasaran.
Jarang-jarang seorang Dara bisa kenalan sama cowok, bahkan bisa terlihat bersama seperti itu. Bukannya tidak laku, tapi Dara itu cueknya kebangetan kalau sama cowok.
"Dari bengkel, dia montir yang benerin motor gue waktu itu." Dara menjawab apa adanya.
Dira membelalakkan matanya. "Buset, jadi ceritanya abis benerin motor lo langsung lo sikat orangnya, gitu?"
"Deketin apaan? Dia yang ambil inisiatif duluan. Gue aja nggak tau kalau dia ternyata seganteng itu." Dara meringis sekali lagi teringat wajah gobloknya saat melihat Gilang pertama kali.
"Hah?!"
"Iya, soalnya pas dia nganterin gue ke kantor sama pas gue ambil motor, muka dia belepotan oli. Nggak kelihatan ganteng sama sekali."
Dira mengerjapkan kedua matanya, tatapannya terlihat tidak percaya. Sekalipun wajah tampannya tertutup oli, harusnya Dara masih sadar kalau pria itu orang yang tampan, kan? Apa dia tidak memperhatikannya?
Dira meringis. Tentu saja, Dara tidak memperhatikannya.
Sejak mengenal Dara pertama kali, wanita itu memang tidak pernah terlihat tertarik pada seorang pria. Dia selalu cuek dan menganggap semua pria sama saja.
Akan tetapi, apa boleh dia terus menerus seperti itu dalam memperlakukan pria? Terlebih lagi dia sedang ditunggu Agus, dicemburui Galih, dan sekarang kelihatan jelas sedang dikode oleh pria tampan lain yang Dira tidak kenal siapa namanya.
"Minimal pilih salah satu lah, Ra!" dumelnya yang gemas sendiri melihat Dara dikerumuni pria tapi tak satu pun yang berhasil memenangkan hatinya.
"Apanya yang harus dipilih?" Dara menatap Dira tidak mengerti.
Dira hanya bisa tersenyum menahan dongkol setengah mati. Bukannya dia iri, tapi jujur saja dia gemas sekali. Dara berlaku seperti wanita yang tidak pernah laku, padahal kalau dia mau, dia bisa langsung asal tunjuk di mana pun itu.
Pintu ruangan mereka terbuka, Galih masuk dengan wajah masamnya. Dalam hati keduanya bicara, Lho dia belum pulang rupanya?
Itu berarti, Galih juga melihat pertemuan Gilang dengan Dara beberapa saat sebelumnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top