Bagian Delapan
Saka bukanlah laki-laki bodoh sebenarnya walau ia yakin kalau Andra adalah putranya tapi pengawasannya terhadap Naima dan perusahaannya tak lepas begitu saja. Naima mungkin saja perempuan lemah tapi otaknya berfungsi dengan sangat baik. Hutomo Enterprise memang didera banyak masalah, tapi masalahnya hanya berpusat pada satu titik. Ketidak percayaan para penanam modal kepada Naima. Karena Naima seorang perempuan dan tidak sematang Narendra Hutomo, jadilah banyak orang dalam perusahaan yang ragu atas dedikasi serta kemampuan Naima sebagai pemimpin.
Saka sudah melihat cara Naima mempresentasikan penawaran, perempuan itu juga cukup hebat dalam bekerja. Walau kadang seseorang yang terlalu pintar dan sempurna itu agak berbahaya. Terbukti Naima juga bekerja sama dengan Ang corp. Saingan perusahaannya dalam bidang pengolahan bahan mineral logam. Naima telah bermain dua kaki tapi bukannya itu sah-sah saja mengingat jika Hutomo Enterprise bergerak dalam bidang promosi perdagangan. Perasaan Saka tambah tak enak ketika tahu Ang corp kini telah diambil oleh Juan. Juan dan Naima kan berteman baik atau bisa lebih dari itu. Memikirkan hubungan keduanya, Saka malah diserang gelisah.
Ponselnya berbunyi nyaring. Ada apa gerangan Nyonya Yelsi memanggil siang-siang?
"Iya Mamah."
Surga memang ada di telapak kaki sang ibu. Saat terpuruk Saka atau saat menangis hanya pangkuan sang mamah yang bisa menenangkannya. Begitu juga setiap kesulitan, ibunya selalu bisa memberikan solusi.
*************************************
Sebuah kotak beludru berwarna biru tua, Naima buka. Ada sebuah gelang mutiara berhiaskan patung ganesha dalam bentuk lempengan. Ia sudah terlalu lama menyimpannya, benda ini saatnya dikembalikan pada sang pemilik. Naima puas-puaskan menatap benda yang selalu tersimpan rapi di salah satu brangkas keluarganya. Ia memejamkan mata sebelum menutupnya, mungkin selama ini kenangannya dengan Saka selalu menghantuinya karena gelang ini belum diserahkan pada Yelsi.
Ketika mobilnya tiba di pintu gerbang yang dijaga keamanan. Salah satu Satpam yang bernama Parmin membelalakkan mata ketika kaca mobilnya diturunkan baru kemudian mengizinkan Naima masuk. Rupanya satpam paruh baya itu masih bekerja di sini. Cobaan Naima sepertinya tak mau surut, yang menyambutnya di depan pintu ternyata adalah Bik Mar, pelayan Saka yang sudah bekerja dari lama. Mata Bik Mar yang semula juga membelalak kini malah berkaca-kaca.
"Non Naima. Ini beneran Non Naima?" Mungkin bagi orang lain tindakan Bik Mar yang menyentuh wajahnya dianggap tidak sopan. Tapi bagi Naima, tekstur jemari kasar yang menyentuh pipinya ini adalah suatu bentuk kepedulian serta kasih sayang.
"Iya, Bik." Naima tersenyum lemah karena tak mau terbawa perasaan haru. Dulu dia memiliki cinta semua orang di rumah ini kecuali cinta Saka.
"Saya panggilkan Nyonya dulu. Silahkan duduk." Bik Mar berbalik sembari mengelap kedua matanya dengan kain serbet. Naima tebak perempuan itu akhirnya menangis dan rasa haru itu mulai menularinya. Hidung Naima pengar, hatinya sesak dan bisa dipastikan air matanya akan segera meluncur tapi itu sebelum melihat foto lelaki di tengah ruangan.
Dasa Baratha ada di dalam bingkai. Begitu gagah memakai jas berwarna putih dilengkapi dasi kupu-kupu merah sedang duduk santai di sebuah kursi kulit. Kumis pria itu mungkin sebagian sudah berwarna putih tapi tak menyurutkan kegagahan serta aura tegasnya. Dasa memang terkesan sombong, angkuh, berkuasa dan juga tak mengenal toleransi tapi percayalah apa yang terlihat di luar tak mencerminkan apa yang ada di dalam hati pria itu. Dasa begitu menyayangi Naima. Mungkin Narendra menganggapnya sebuah bidak tapi Dasa menganggap Naima putrinya. Lelaki itu bahkan datang saat Naima terbaring lemah di rumah sakit, memohon pengampuan tapi Narendra langsung mengecapnya sebagai musuh.
Naima berpegangan kuat pada meja kayu di depan foto Dasa. Tubuhnya goyah, masa lalunya, beberapa bagian dari rumah ini seolah menggulung pikirannya tanpa ampun. Naima meloloskan satu tetes air matanya, sebelum suara nyonya terdengar keras dari arah dapur.
"Naima!" Suara riang Yelsi menyentak kesadarannya. Buru-buru ia mengusap air mata dan menelan sebagiannya kembali. "tante seneng kamu datang. Kemarin waktu kamu telepon tante mau datang, tante langsung belanja sayur." Keantusiasan Yelsi hanya ditanggapi Naima dengan senyum hambar. Duduk dulu. Rupanya Yelsi menghampirinya tak dengan tangan kosong. Yelsi membawa kue kering dalam toples dan dua cangkir teh keramik yang di letakkan di atas nampan. Naima jadi tak tega jika datang Cuma beberapa menit dan langsung pulang. Ia memilih duduk tenang sebagai tamu.
"Tante gak perlu repot-repot. Naima ke sini cuma sebentar."
"Kenapa begitu? Tante sudah masakin kamu tumis kacang, perkedel jagung dan juga semur telur. Makanan itu masih jadi kesukaan kamu kan?"
Naima tak menggubris kecerewetan Yelsi, Ia mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "saya datang untuk mengembalikan ini." Ia mengeluarkan sebuah kotak perhiasan yang Yelsi tebak isinya pastilah gelang turun temurun warisan keluarga yang ia berikan kepada Naima dulu sebagai mas kawin. Wadahnya masih sama dengan enam tahun lalu, berwarna biru tua berbahan dasar beludru lembut.
"Kenapa dikembalikan?" Padahal Yelsi punya harapan besar jika Naima akan kembali pada Saka. Mengenakan gelang itu di acara keluarga. Gelang itu sengaja tak Yelsi minta kembali karena terus terang ia tak sanggup bertatap muka dengan Naima setelah kesalahan yang Saka telah perbuat.
"Saya tidak berhak menyimpannya." Walau jawabannya mengecewakan tapi Yelsi harus berlapang dada menerimanya. Tentunya Naima tak akan mau kembali pada laki-laki yang dengan tega telah mencampakkannya.
"Tante minta maaf atas perbuatan Saka."
"Saya sudah melupakan itu." Naima mulai merasa tak nyaman ketika Yelsi membahas mengungkit masa lalu. Niatnya ingin berlama-lama tapi entahlah Naima mendadak tak tahan jika berada di rumah besar keluarga Baratha. Setiap sudut ruangan memiliki kenangan yang sanggup mencekiknya sampai mati. Karena urusan kita sudah selesai. "Saya permisi pulang Tante."
"Eh kamu gak makan siang sekalian. Tante sudah masak banyak." Yelsi panik ketika melihat Naima sudah berdiri sembari menyelampirkan tali tas di bahunya yang kecil.
"Gak baik menolak tawaran makan seorang ibu, Naima."
Untunglah sang putra datang tepat waktu dan menahan lengan Naima supaya perempuan itu tak berpindah tempat tapi Yelsi merasakan tatapan permusuhan yang amat pekat. Naima belum melupakan perbuatan Saka atau malah putranya yang tak pernah meminta maaf. Keduanya bagai minyak dengan air, sama-sama keras kepala hingga sulit menerima satu sama lain. Harapan Yelsi agar Naima menjadi menantunya dipaksa pupus.
Telinga Naima kurang peka sehingga tak menyadari kehadiran pria ini. Bertemu kembali setelah insiden ciuman itu dengan jarak yang sedekat ini. Canggung serta malu mendera, Naima melepas paksa cengkeraman Saka. Walau tatapan pria itu menyiratkan ancaman, Naima tak akan sedikit pun gentar. Maka ia memilih tak pulang, karena ingin membuktikan keberadaan saka tak akan membuatnya kabur seperti pengecut.
Makan siang berjalan dengan tenang. Tak ada perdebatan atau saling memperlebar mata, yang ada hanya bunyi denting sendok dengan garpu. Tapi bagi Yelsi keadaan ini lebih mencekam dari pada arena pertempuran. Kebencian yang Naima rasakan sungguhlah wajar, mengingat dosa anaknya terlalu banyak. Setelah makan, Yelsi rasa mengajak Naima bersantai sedikit di dekat kolam renang akan lebih baik tapi sepertinya perempuan itu berniat kabur begitu ada kesempatan. Yelsi yang pada akhirnya mengalah ketika Naima pamit pulang setelah selesai makan.
"Selera makan kamu masih kampung Naima?"
Saka memulai konfrontasi ketika mengantarkan Naima ke halaman, sedang Yelsi yang merasa cemas mengintip interaksi keduanya melalui teralis jendela.
"Makanan itu mengingatkanku dari mana asalku sebenarnya. Naima hanya seorang anak panti yang diambil Narendra Hutomo sebagai putrinya," jawabnya cuek tapi nada suara Naima yang santai mendatangkan getir di hati Saka. Ia tahu dari lama jika Naima hanya anak angkat. Awalnya Saka membenci kenyataan itu, ia semakin merendahkan Naima karena mereka tak sederajat tetapi kelembutan dan karakter Naima yang santun serta baik menyadarkannya. Jika asal usul seseorang tak menentukan kualitas diri dan masa depan.
"Apakah karena itu kamu mempertahankan Andra? Karena kamu tahu rasanya tidak diinginkan." Otak Saka kacau kembali. Saatnya Naima yang menyelesaikan masalah mereka.
"Kamu boleh melakukan tes DNA pada Andra." Tawaran Naima bagai angin segar untuk saka. Dengan Tes Dna maka buktinya akan semakin kuat. Naima tak akan bisa menyangkal lagi.
"Kenapa tiba-tiba kamu mengajukan hal itu?"
"Kamu mulai mengganggu hidupku dan Andra padahal sudah ku bilang kalau Andra bukan anakmu."
"Kalau bukan putraku lalu Andra anak siapa?" Mengungkapkan identitas Andra sama dengan mendatangkan tawa keras dari Saka. Andra adik tirinya sekaligus anak ayahnya yang berusia lebih dari 60 tahun. Andra akan diperkenalkan sebagai putra Narendra tetapi nanti apabila anak itu sudah cukup dewasa, sehingga akan menerima latar belakang kehadirannya dengan lapang dada. semua akan terbukti jika tes DNA dilakukan.
"Kau tak akan memanipulasi hasil tesnya kan?"
"Aku bukan orang yang seperti itu, mampu menipumu dengan sangat baik."
"Ku rasa iya. Bukannya kamu telah mengajukan kerja sama dengan perusahaan Juan."
Naima sedikit kaget dengan informasi yang Saka ketahui. Rupanya pria ini telah menyelidikinya sampai ke akar-akarnya. Saka seorang pengusaha handal, tentu sikap waspada harus pria itu miliki. "Juan temanku lalu apa yang salah dengan itu?"
Tak ada yang salah. Perusahaan Naima harus menancapkan kukunya pada perusahaan besar agar posisinya tetap aman. Tapi ada yang mengganggu pikiran Saka, Ang Corb tak akan mau menjalin kerja sama jika tak ada keuntungan sampingan.
"Aku hanya takut kamu berkhianat."
Naima tersenyum culas, lalu memakai kaca mata hitamnya dengan gaya mengejek." Aku tidak akan membalas pengkhianatan dengan pengkhianatan. Ku rasa itu perbuatan rendah."
Walau kesal Saka tetap membukakan pintu mobil Naima." Terima kasih." Ia sengaja mengucapkannya keras-keras untuk menyindir seorang wanita yang kini tengah mencengkeram setir. Sedang Naima acuh, segera menekan gas sembari mengendalikan setir. Menggerakkan mobilnya jauh dari kediaman Saka.
Setelah ini Naima berharap bisa hidup tenang, mendapatkan emosinya yang stabil kembali. Berjumpa dengan Saka memunculkan sisi naima si dungu dan itu adalah pertanda bahaya. Naima terlatih sebagai perempuan tegas, menjunjung tinggi logika. Ia tak mau jika perasaannya yang tak karuan sekarang, mengambil alih kewarasannya. Naima si budak cinta sudah musnah tertelan penderitaan. Cukup dua belas hidupnya terbuang sia-sia.
*********************
Seharusnya aku gak up secepat ini tapi entah kenapa tiap mau ngedit malah ngerjain ini atau karya lain yang baru. Niat ngedit supaya naik cetak jadi terbengkalai. Aku juga baru tanda petik di pc kalau dipindah ke wattpad jadinya gak kebaca. Maaf kemarin sempat hilang.
Jangan lupa vote dan komentarnya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top