Bagian 16
Kaca sebadan menangkap bayangan wajahnya yang di hiasi make up. Naima cantik, seluruh dunia mengakui itu. Dia menawan dengan balutan kecerdasan serta kecerdikan dalam berbisnis. Waktu masih sekolah, Naima paling pantang dikalahkan begitu pun sekarang. Naima memutar tubuh lalu berkaca. Malam ini gelar gadis yang ditinggalkan akan di tanggalkan. Naima kini telah punya pasangan dan akan datang ke acara reuni dengan wajah mendongak bangga. Bertunangan dengan Juan mungkin cukup membungkam mulut comel para temannya.
Juan pun berdandan tak kalah rupawan ketika datang menjemputnya. Juan si pintar yang selalu kalah akan berakhir malam ini. Juan sangat menawan dengan balutan jas berwarna abu dengan celana bahan senada. Pria itu tak melengkapi kerahnya dengan dasi. Dua orang yang mengalami masa kuliah menyakitkan, akan datang sebagai pemenang. Namun sangat disayangkan ketika keduanya sampai, lambaian ramah Saka yang menyambutnya di tempat parkiran.
Saka tersenyum menunjukkan giginya yang putih bersih lalu mendekat kemudian menatap tubuh Naima bagian bawah. Rupanya lelaki itu masih ingat kejahatannya yang sengaja melempar sepatu Naima hingga tersangkut di pohon. Naima punya puluhan pasang sepatu, kehilangan satu tak akan membuatnya melarat. Ia dongakkan dagu lalu mempererat pegangannya pada lengan Juan.
"Aku gak nyangka ketemu kalian di sini."
Ketiganya masuk ke sebuah balroom hotel yang disulap menjadi tempat pesta. Balroom hotel itu dihiasi berbagai bunga mawar putih dan merah jambu. Di panggungnya terdapat tulisan besar berupa ucapan selamat datang untuk para alumni. Temat duduk di tata rapi dengan dilengkapi meja bundar bertaplak putih.Sebaiknya Naima segera memilih tempat duduk yang sudah disediakan daripada menanggapi obrolan Saka. Namun Saka berlagak sebagai teman yang baik. Padahal reuni ini harusnya mengingat Saka akan sikap jeleknya dulu. Sekarang pria ini berusaha mengakrabkan diri. Juan sendiri menyambutnya dengan senang ketika bisnis pertambangan mereka dibahas. Obrolan mereka terus berlanjut, menyisakan Naima dengan perasaan dongkol, jengkel dan canggung karena terhimpit di antara dua lelaki yang pernah ada di hidupnya. Ditambah lagi ketika melihat para begundal alias teman basket Saka yang seolah berdiri menyambut mereka dengan ramah. Juan semakin meninggikan dada karena merasa bisa membalas para perundungnya dulu. Ia memahami posisi Juan yang sangat ingin diakui dan dipandang berbeda. Juan yang dulu bertubuh kerempeng dan gemar membawa buku kini berubah menjadi pria matang, gagah, berotot dan tentunya terlihat kaya.
Yang membuat Naima tak nyaman adalah beberapa teman melihatnya kagum sekaligus iri padanya. Iri karena berhasil mendapatkan Juan dan sebagian mencibirnya karena masih akrab dengan Saka. Naima yakin ia menjadi buah bibir apalagi Saka sekarang duda. Rasanya muak ketika menatap para manusia yang berbisik padanya. Para sahabat karib Saka di tim basket dulu juga menatapnya tak enak. Suasana reuni untuknya begitu canggung, rasa bangga dan menang tak Naima dapat malah rasa malu yang sekarang menghinggapinya.
Pada saat seperti ini, Naima butuh segelas wine namun sayangnya yang ada hanya sekaleng cola. Minuman ringan lebih baik daripada segelas air putih hambar. "Aku ke temanku dulu." Pamitnya pada Juan. Tapi teman yang mana, temannya tidak hadir karena mereka rata-rata telah menetap di luar negeri. Naima memilih menyingkir untuk mencari udara segar. Ia duduk di undakan samping bangunan, tepat di bawah pohon mahoni.
Namun kesendiriannya tak berlangsung lama ketika mendengar derap langkah sepatu. Ia menoleh, benar saja ada seorang perempuan datang mengenakan gaun ketat merah. Lekuk tubuh perempuan itu yang menggiurkan tercetak jelas. Perempuan itu tersenyum padanya, memperlihatkan sunggingan bibir yang diolesi lipstik merah darah.
"Kamu kenapa di sini?"
Naima meneguk ludah, lalu menatap sengit. Paula berdiri di dekatnya, si medusa memang terlihat bak malaikat dengan kulit sawo matangnya. Rambutnya yang hitam nampak digerai separuh. "Duduk. Lalu kenapa kau ke sini? Bukan bermaksud menggangguku kan?"
"Aku mencari tempat persembunyian. Kamu tahu kan berita perceraianku menyebar cepat. Banyak orang yang mencibir, bahwa aku tak sekaya dulu."
"Itu kenyataannya," jawab Naima sadis. "Kamu tanpa sokongan lelaki bukan apa-apa."
Paula menyunggingkan senyum terpaksa walau sejenak sempat terpukul dengan ucapan Naima. Sejak kapan wanita penurut berubah menjadi sebilah pisau yang tajam. "Aku melihatmu datang bersama Juan dan Saka. Aku dengar kamu bertunangan dengan Juan. Apa kamu bermaksud juga menjerat Saka kembali."
Naima memejamkan mata. Tuduhan itu terasa menyakitkan apalagi dikatakan langsung. Paula menyunggingkan ekspresi kemenangan, perempuan itu dari dulu senang mengusiknya. "Apa gunanya itu? Aku tak menerima barang bekas."
"Sepertinya tidak begitu dengan Saka. Dia senang sekali mengambil kembali kepunyaannya."
"Kalau begitu. Kenapa dia tak mengambilmu dan anakmu?"
Mata Paula melebar, karena ucapan Naima terlalu kasar. "Tentu saja tidak, karena anak itu bukan miliknya." Perkataan susulan Naima lebih menghantamnya. "Kamu bercerai dengan cara yang tidak terhormat."
"Ya aku kira kamu tidak tahu itu." Dasar medusa tak tahu malu! 'Rupanya kalian mengakrabkan diri kembali. Sungguh disesalkan pasangan paling fenomenal di kampus yang di gadang-gadang akan menikah ternyata berakhir dengan tragis. Nampaknya dongeng si putri duyung tanpa kaki bersanding dengan pangeran tampan hanya sebuah bualan.'
Dahi Naima mengerut dalam. Hinaan Paula akan ia balas. "Itu terjadi karena penyihir jahat datang, membuat putri duyung berubah jadi buih. Tapi penyihir tetaplah orang jahat, yang tak akan bahagia di cerita mana pun." Tangan Paula terkepal erat, kukunya yang panjang mungkin bisa melukai telapak tangan. Naima melihat ekspresi kekesalan Paula. Ia tak pernah bertarung namun Paula bisa digunakan sebagai alat uji coba pertama.
"Seberapa jauh Saka cerita tentang alasan perceraian kami?" Rupanya perempuan iblis sudah merasa terancam. Naima tidak suka berbohong namun menggiring Paula pada batas kesabarannya adalah hal yang perlu dilakukan.
Naima berdiri, mensejajarkan diri. "Saka bercerita jika kalian menikah dulu, hanya ingin membuat ayahnya kalah dan kesal. Aku sekarang tahu kenapa kamu bisa hamil anak pria lain. Apa mungkin Saka enggan menyentuhmu karena di antara kalian tidak ada cinta."
Paula tertawa perih sembari menengadahkan kepalanya ke atas untuk menahan tangisan. "Itu tak akan terjadi jika kamu tidak ada di antara kami. Aku menyukai Saka sekaligus hartanya. Saat tawaran pernikahan itu datang, aku tidak berpikir dua kali untuk menerimanya. Tapi nerakaku berawal dari sana. Ayah dan ibu Saka tak pernah menyukaiku, bagi mereka hanya kamu lah menantu yang mereka harapkan." Paula menarik nafas panjang. Kesadarannya kembali ia tak boleh terlalu banyak bicara. Paula bahkan ingat ia menjebak Saka agar mau menyentuhnya. "Lalu apa yang kamu berikan agar Saka mau bercerita banyak?"
Naima menggedikkan bahu. "Tidak ada. Saka membujukku agar kembali padanya dengan bercerita hal itu. Sayangnya aku tidak terbujuk. Dia juga bilang sangat mencintaiku, baik dulu kini atau nanti. Kamu tahu dia bahkan tergila-gila padaku. Aku sudah bertunangan tapi dia berkata itu Cuma status," ujarnya sembari berdesis lirih.
Mungkin jika tak berada di tempat ramai. Paula akan berteriak serta menghentakkan kaki. Itu kebiasaan Paula jika merasa dikalahkan dan dia selalu kalah jika berhadapan dengan Naima. Hanya menang sekali, itu pun pada akhirnya dia yang jadi abu. "Kamu bukan pembual yang baik. Ku rasa ceritamu terlalu berlebihan."
"Kamu melihatku datang dengan Saka dan Juan kan? Saka terus mengejarku bahkan di depan hidung tunanganku. Dia sampai segitunya hanya karena tergila-gila padaku." Naima menyunggingkan senyum penuh ejekan. Saatnya Naima mengakhiri permainan. Tak ada gunanya melucuti senjata seorang prajurit yang telah kalah. "Sebaiknya aku masuk, acaranya sebentar lagi di mulai."
Namun ternyata sifat kekanakan Paula belum berubah. Paula yang merasa terejek dan di pecundangi mulai mengangkat tangan, berlari kencang dan hendak menerjang Naima namun karena terbiasa bermain anggar yang membutuhkan kewaspadaan. Naima berbalik dengan gesit lalu melayangkan jegalan. Maunya tendangan keras di perut tapi Naima masih punya belas kasihan.
Jeritan kekesalan serta kesakitan keluar dari mulut Paula. Naima segera bergegas pergi dari sana. Ia yakin pantat Paula mendarat duluan, mungkin kepala perempuan itu menyusul kemudian.
********
Naima bersembunyi ke kamar mandi setelah melakukan penganiayaan pada Paula. Rasanya puas bisa melihat si medusa jatuh dengan nelangsa. Harusnya ia melakukan ini dari dulu. Dendamnya sekian tahun terbalas sedikit. Pasti di luar sana Paula mengadu pada beberapa temannya. Apa ada yang percaya Naima yang lemah lembut bahkan tak pernah membantah bisa melukai seseorang. Naima tersenyum puas sebelum keluar dari kamar mandi. Apa Paula saja yang bisa berlagak korban walau sebenarnya tersangka. Naima akan melakukan hal yang sama dan Juan sudah pasti menunggunya karena ia terlalu lama pergi.
Ketika akan masuk kembali ke tempat acara. Ia mendengar sirine keras, sirine alarm tanda kebakaran. Naima rasa ini cuma uji coba namun beberapa orang berduyun-duyun lari keluar. Asap mulai tercium dan Naima kesulitan keluar karena terdesak beberapa orang. Wajar bila semua orang panik dan mulai menyelamatkan diri namun itu tak berlaku untuk Naima. Ia menggigil, kakinya sulit digerakkan. Kejadian ini mengingatkannya pada suatu peristiwa yang sangat melekat di otaknya.
Lari Naima!
Suara itu begitu nyata, tapi Naima tak mau mendengarnya. Ia berusaha beranjak pergi tapi seolah ada seseorang yang tertinggal di belakangnya. Ibu... ucapnya lirih sebelum seseorang meraih tangan serta mengguncang tubuhnya agar sadar dengan situasi genting ini.
**********
maaf aku up-nya telat karena sibuk di dunia nyata.
terima kasih banyak yang sudah beli novel Anjani. Sekarang ebooknya sudha ada di Google play store. Tapi kalau pakai Pc aku gak bisa upload gambarnya.
Jangan lupa vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top