Bagian 15

Naima menatap malas pada sebuah gaun indah yang di pajang di sebuah manekin tanpa kepala. Gaun itu terlihat sederhana, berwarna abu dengan panjang hanya sebatas lutut. Atasannya di lapisi brokat bunga dengan leher berbentuk V. Gaun yang nampak simple namun elegan, cocok dengan cardigan Juan yang berwarna senada. Rencananya sepasang pakaian ini akan mereka kenakan di acara reuni besok. Sebenarnya Naima tak berminat datang. Kehadirannya akan menjadi bahan olokan, apalagi pasti si medusa juga hadir ke sana. Tapi setelah dipikir lagi, bukannya si medusa tahun ini juga menderita kekalahan akibat perceraian.

"Anda inginnya mencobanya?" Sayangnya Naima menggeleng sebagai tanda penolakan. Dengan sekali melihat, Naima tahu bahwa gaun itu pas dengannya.

"Gaun ini sepertinya pas dan aku menyukainya." Walau Naima tidak diberi hak oleh Juan memilihnya sendiri.

Si pelayan tak mau mendesak, memilih mundur. Karena tak ada urusan lagi, sebaiknya Naima bergegas pergi untuk menyelesaikan pekerjaan. Mengurusi perusahaan Juan membuatnya sedikit mengabaikan Hutomo Enterprise. Namun baru melangkah ke luar beberapa meter. Ada seseorang yang memanggil namanya.

"Naima!"

"Tante?" Yelsi berjalan dengan cepat ketika menjumpai mantan putranya itu.

"Tante gak nyangka bakal ketemu kamu di sini." Naima juga. Ia meringis tak enak ketika melihat pandangan Yelsi yang berbinar cerah ke arahnya. Rasa bersalah seolah menggerogoti tapi Naima tak tahu penyebabnya apa. Ia jadi ingin cepat-cepat pergi, tak berniat untuk mengobrol lebih lama.

"Tante mau lihat gaun juga."

"Iya," jawab wanita paruh baya itu ragu-ragu.

"Kalau begitu Naima duluan ya tante."

Yelsi ingin menahan namun apa yang mesti ia obrolkan. Tentang masa lalu gadis itu dengan Saka, Yelsi yakin Naima tak mau membahasnya. "Iya, hati-hati di jalan," ucapnya sembari menggigit bibir, menahan godaan untuk memanggil Naima kembali.

Yelsi berjalan sembari memikirkan banyak hal. Bagusnya memang apa yang terjadi pada Naima tak dibahas. Apa untungnya bagi Yelsi mengorek luka lama. Toh Naima sudah bahagia dengan pilihannya, walau hati kecilnya masih berharap Naima akan menjadi menantunya, menggantikan Paula. Yelsi menggeleng pelan, keinginannya bisa di kategorikan lancang. Namun ketika ia hendak membuka pintu kaca butik, Yelsi langsung berbalik ketika mendengar jeritan seorang perempuan. Naima berdiri di samping mobilnya yang terparkir di pelataran butik, di kakinya terdapat sebuah bungkusan kado besar yang sepertinya telah perempuan itu lempar.

Niat awal Saka hanya mengantar ibunya ke butik lalu kembali ke kantor namun tanpa di duga ibunya malah bertemu Naima. Saka bisa saja keluar mobil lalu menyapa gadis itu, tapi ia sadar diri jika Naima telah jadi tunangan Juan. Saka hanya bisa melihat Naima dari dalam mobil melalui kaca gelap, mengamati betapa cantik dan mandirinya wanita yang telah ia buang.

Bukannya keterlaluan jika Saka masih mengharapkan Naima? Sepertinya menyerah lebih baik tapi tidak ketika Naima terlihat melempar sebuah kotak hadiah lalu menjerit histeris. Saka tak bisa mengabaikan jika wanita itu terlibat dalam bahaya.

Saka sampai duluan daripada orang lain karena posisinya masih di jalan. Ia lantas melongok isi kado yang tergeletak di bawah. Keterlaluan! Siapa yang berani mengirimi Naima bangkai ular yang terpotong dan berlumuran darah. Naima jelas syok, tapi untunglah Yelsi datang tepat waktu dan menyingkirkan Naima dari sana. Saka tahu jika ini mungkin hanya peringatan kecil, lantas siapa yang mengirimnya. Berhubungan dengan Juan membuka banyak cabang permusuhan.

****

Wajah pucat Naima berangsur angsur normal, tubuhnya yang semula mengigil kini agak tenang dengan menggenggam secangkir teh hangat. Saka yang berjarak satu buah meja di depan Naima, tak mengalihkan pandangan dari gadis itu. Ia jelas khawatir namun tak ada yang bisa dilakukan ketika Yelsi mengelus punggung Naima naik turun. Saka ingin sekali menggantikan posisi sang ibu namun pasti mendapatkan penolakan.

"Sudah baikan?"

Naima meletakkan cangkirnya ketika mendengar suara bariton lelaki yang sangat familier. "Lumayan." Kenapa ia jadi bodoh, Yelsi ada di sini begitu pun putranya.

Saka sendiri benci jika wajah Naima berubah menjadi kaku dan sok berani. Begitu sulitkah terlibat lemah dan butuh perlindungan. Apa menjadi wanita biasa yang ketakutan setelah mendapat teror, tak berlaku untuk Naima. Apa sulitnya agak menurunkan gengsi di depan Saka. Demi Tuhan Saka benci sisi Naima yang menolak untuk dikasihani. Saka punya ide gila dan pastinya akan mendapat hadiah sumpah serapah ketika melihat kabel cas entah punya siapa tergeletak di sofa. Di lemparkannya kabel itu ke pangkuan Naima dan otomatis Naima langsung menjerit karena mengira telah di jatuhi seekor ular.

"Saka!" teriak ibunya marah.

"Rupanya seorang Naima punya rasa takut dan bisa menjerit seperti seekor kambing yang hendak di sembelih?" Naima menatapnya tajam sembari mengatur nafasnya yang ngos-ngosan. Dia juga punya rasa takut, beberapa trauma tapi terlihat seperti tikus terjepit di depan Saka tak ada dalam kamus hidupnya.

"Apa semua rencanamu? Apa kamu yang meletakkan bingkisan itu tepat di atas kap mobilku? Kau bermaksud menerorku, membuatku takut?" Saka memutar bola matanya jengah lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Tuduhanmu tidak beralasan. Kamu lebih tahu, aku tidak akan pernah melakukan itu apalagi kepadamu. Setelah apa yang aku ungkapkan, mungkinkah aku mau mencelakai orang yang aku cintai?"

Wajah Naima bersemu merah, karena terlalu malu. Saka begitu blak-blakan mengungkapkan isi hatinya di depan Yelsi dan beberapa orang di butik. Naima tak mau hatinya goyah, apalagi Saka akan merasa menang karena peringatannya tentang keluarga Juan mungkin ada benarnya. Naima berbalik pergi sebelum jadi tontonan orang. Saka terpaksa mengikutinya, karena wanita itu meninggalkan tasnya.

"Berhenti Naima!" Namun sayangnya langkah kaki Naima semakin cepat, dengan terpaksa Saka menghentikannya dengan cekalan keras.

"Jangan ganggu aku. Mau apa lagi kamu sebenarnya!! Belum cukupkah kamu mengatakan cinta di hadapan semua orang. Apa kamu kira pernyataan itu romantis dan aku akan luluh. Pernyataan itu menggangguku Saka, sangat menggangguku!!"

Saka meraih tangan Naima lalu meletakkan tas wanita itu. Rasa marah yang membuncah berubah menjadi rasa malu dan membuatnya menundukkan kepala.

"Tidak semuanya tentang dirimu. Aku mengejar bukan bermaksud mencegahmu pergi. Kalau mau pergi silakan tapi ingat bawa tasmu juga. Di dalam sini pasti ada uang dan juga kartu penting. Aku tidak mau jika tas ini ketinggalan dan suatu hari aku mengembalikannya. Kamu akan menuduhku mencari kesempatan. Seperti kamu yang menuduhku menerormu."

Perlahan hati Naima mulai melunak dan mau mendongak. "Aku terlalu panik hingga tak tahu jika tasku tertinggal dan soal teror itu..."

"Aku bukan pelakunya." Naima sadar itu namun ia tak mau menurunkan egonya.

"Siapa pun bisa jadi pelakunya."

"Termasuk Juan dan keluarganya."

"Berhenti menganggap mereka berbahaya. Aku tidak mau kamu menjelek-jelekan mereka."

"Kenapa? Apa karena kamu akan jadi bagian dari keluarga Juan?" ungkapnya di sertai nada ejekan. "Kamu akan memiliki seorang bibi culas seperti kemarin dan seorang paman yang mata keranjang. Kamu mau menjadi bagian keluarga yang bobrok, seorang mertua yang sekarat tapi memiliki banyak anak haram di luaran sana."

Naima membuka mulut tak percaya lalu menyingsingkan lengan kemejanya sedikit. "Apa kamu kira hidupmu bersih. Kamu juga hampir memiliki anak di luar nikah. Kamu dan ayah Juan, sama saja. Aku memilih Juan karena dia berbeda."

Saka tertawa tak percaya. "Oh... Dua orang naif menikah lalu hidup bahagia tapi tidak menyadari jika di sekitarnya adalah sarang ular. Selamat! Aku mau pergi karena tidak ada gunanya bicara denganmu! Naima yang keras kepala, bebal dan sok tahu!"

Saka meninggalkan Naima yang mengepalkan tangan karena kesal. Ia bukan perempuan bebal apalagi keras kepala. Entah kenapa olokan Saka berhasil membuatnya murka, apalagi ketika melihat punggung Saka yang bergerak santai dan semakin menjauh. Ingin rasanya ia melemparkan sesuatu ke sana.

Pug

Saka merasakan benda keras menghantam punggung atasnya. Ia berbalik dan menemukan sebuah benda tergeletak tak berdaya. Naima masih di tempatnya, berdiri dengan wajah angkuh serta mengacungkan jari tengah. Perempuan itu bermaksud menantangnya ternyata. Baiklah.

Saka tersenyum culas, lalu memindai penampilan Naima dari atas hingga bawah. Perempuan itu kehilangan satu sepatunya yang digunakan untuk melempar dan Naima tak akan mendapatkan satu sepatunya kembali dengan mudah. Saka yakin sepatu Naima yang ini berharga jutaan rupiah dan sangat nyaman dipakai.

Naima sudah bersiap-siap menghadapi jika Saka murka namun di luar dugaannya. Sepatunya dilempar Saka ke atas hingga menyangkut pada dahan pohon. Lelaki itu tersenyum sembari melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan. Naima menganga tak percaya. Kenapa tadi dia tak menggunakan kerikil saja, sepatu kesayangannya sudah tersangkut di atas pohon dan tak akan bisa diambil dengan mudah.

"Aku mau bilang padamu!!" Teriak Saka yang sudah mencapai pintu mobilnya. "Ada baiknya kamu hati-hati. Peneror itu mampu meletakkan hadiah manis di atas mobilmu. Tidak ada yang bisa menjamin jika dia tak mengotak-atik mobilmu!!" Saka ada benarnya. Naima secara spontan menjauhkan diri dari mobilnya. "Karena aku baik, akan ku antar kamu pulang," ujar Saka sembari menggerlingkan mata.

Naima langsung melotot dan berkacak pinggang sebelum mengambil batu yang cukup besar. Namun belum sempat ia mengambil ancang-ancang, Saka sudah melesat masuk ke dalam mobil.

****

Mereka itu agak lama gencatan senjata, sekarang berubah mode Tom and jerry.

Bukannya rasa bersalah saka sudah hilang tapi mengejar terus itu kadang capek. Saka bisa berjuang dengan cara lain kan.

Up lebih awal karena sedang baik hati.

wkwkwkwk

jangan lupa vote dan komentarnya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top