Bab 14
Saka belum bisa menerima kenyataan bahwa yang selama ini ia cintai berpaling tanpa menoleh lagi kepadanya. Masalahnya Saka masih merasa bahwa Naima adalah wanita yang sama enam tahun lalu. Waktu dan masalah memang hal yang paling ampuh mengubah watak seseorang apalagi setelah luka yang sempat Saka beri. Saka tak akan menghancurkan diri karena sakit hati namun kenapa tangannya berkhianat. Ia meraih wiski yang di wadahi botol kristal besar lalu menuangkannya pada gelas sloki. Mabuk bukan penyelesaian namun setidaknya meminum ini mampu menerbangkan otaknya agar masalahnya hilang sesaat.
Saka menarik nafas ketika teringat apa yang Naima ucap. Dadanya sesak dan juga tersayat sakit. Ingin menangis namun takut terlihat seperti seorang banci, namun ia bukannya telah menjadi banci ketika meninggalkan Naima dan janin mereka. Saka kemudian tertawa perih. Begitu susahnya ia melupakan kesalahannya dahulu.
Yelsi yang memakai piyama tidur Cuma bisa berdiri sembari memeluk dirinya sendiri. Putranya jarang terlihat rapuh. Setelah bertemu Naima, Yelsi sudah melihat Saka mabuk untuk kedua kalinya. Perempuan itu masih sanggup membuat Saka menderita. Sebagai ibu, ia harusnya bertindak. Yelsi mengambil botol Saka yang tergeletak di meja bar lalu menuang semua isinya ke wastafel.
"Apa yang mamah lakukan?!"
Terlambat sudah, Saka yang berjalan sempoyongan tak mampu menyelamatkan wiskinya.
"Menghentikanmu untuk merusak diri sendiri!" ucap Yelsi tegas dan keras, walau malam cukup larut. "Kenapa kamu begini? Apa yang terjadi?"
Saka mulai menunduk dan memijit pelipis. Menghentikan air matanya yang sebentar lagi mengalir. Bukan bermaksud manja atau tukang mengadu. Ia tak tahu harus mengungkapkan isi hatinya ini ke siapa. "Saka bersalah, Saka punya banyak dosa ke Naima."
Cerita tentang Naima yang pernah mengandung, bunuh diri, dan keguguran meluncur brgitu saja layaknya pengakuan dosa. Yelsi hanya bisa jadi pendengar, mecoba menahan geraman amarah dan juga jeritan tangis yang siap meluncur. Saka berani berterus terang, Yelsi mengapresiasikan keberanian anaknya dengan memejamkan mata.
"Kesalahanku tidak termaafkan namun aku mencintainya."
Cinta memang egois, bahkan perasaan itu bisa menyingkirkan segala logika. Saka putranya yang biasanya kuat, tegar, berdiri dengan gagah kini menangis di pangkuannya. Yelsi berusaha menjadi pendengar, karena pembelaannya terhadap Saka dulu berbuah petaka. Kini ia sangat butuh kehadiran almarhum suaminya. Yelsi tak sanggup jika berbagi dosa sang putra sendirian.Kamu sudah mengatakan itu pada Naima?
Saka menggeleng, tapi aku yakin Naima merasakan betapa besar cinta yang ia miliki namun perempuan itu memilih pria lain. Itu tindakan wajar
"Lalu apa yang kamu mau Saka? Kamu memberinya luka yang bertubi-tubi lalu kamu mengharapkan dia kembali. Bukankah itu egois sekali. Naima takut bila disakiti untuk kedua kali wajar dia memilih pergi."
"Aku tidak bisa membiarkannya pergi. Aku tidak akan menyakitinya lagi."
"Kamu bertahun-tahun bersama Paula dan merelakan dia hidup bebas. Kenapa sekarang tidak bisa? Apa kamu kira setelah kamu gagal maka Naima akan datang lalu menambal hati kamu?" Entah kemarahan Yelsi datang dari mana. Naima pernah menjadi bagian dari keluarga ini, pernah menjadi putri yang tak pernah Yelsi miliki. Setidaknya Yelsi turut sakit jika Naima tersakiti, walau sang putra sendiri pelakunya. Naima punya kehidupan sendiri dan dia memutuskan untuk tidak mengikut sertakan kamu di dalamnya.
"Aku mencintainya dan aku juga yakin jika cinta Naima masih ada."
Yelsi memegang kepala sang putra dan mengangkatnya agar menatap ke arah Yelsi langsung. "Mungkin cinta itu masih ada. Naima dan kamu pernah menghabiskan hidup bersama, pernah saling mencintai namun luka itu juga ada dan tak bisa dilupakan. Luka itu seperti cekungan curam. Ketika kita pernah terjatuh di sana, kita tidak akan dekat-dekat lagi bahkan melewatinya walau cekungan itu telah ditambal dan dihiasi pepohonan rindang dan juga bunga yang indah."
Saka tertinju tepat ke ulu hati, selama ini ia cuma berpikir tentang sakit hati dan juga seberapa besar cintanya. "Dengarkan mamah. Kalau kamu mencintainya kamu harus merelakannya bahagia dengan yang lain. Itulah makna cinta yang paling murni. Atau kalau kamu masih belum bisa merelakannya, kamu bisa melindunginya tanpa pamrih. Itulah makna cinta yang paling tinggi."
Yelsi meninggalkan sang putra terdruuk nestapa di lantai yang dingin. Pengakuan saka mengguncangnya, Selama ini ia sudah merasa jahat pada Naima namun ternyata ada kenyatann yang lebih memilukan. Naima bukan Cuma ditinggalkan dengan patah hati namun juga penderitaan, kehilangan, dan juga keputus asaan.
****************
Naima melamun di dekat kolam renang setelah mendapatkan pesan dari Juan. Selama seminggu pertunangan ia seperti boneka sekaligus pajangan. Ikut kemana Juan pergi, membuatkan laki-laki itu perencanaan, memperlihatkan jika pertunangan mereka bahagia dan juga mereka sebagai pasangan serasi. Namun semua itu tak membuatnya bahagia. Pertunangannya dengan Saka dulu tak lebih sama bahkan lebih parah awalnya namun ia selalu tersenyum dan hatinya kerap berbunga-bunga. Kenapa sekarang ia jadi membandingkan? Hubungannya yang ini akan berhasil.
Naima menarik nafas lalu membaringkan tubuhnya ke kursi panjang. Matanya langsung melihat bulan sabit di langit, berikut juga taburan bintang. Tak sengaja matanya menangkap bintang jatuh. Refleks ia memejamkan mata, namun itu pun hanya bertahan dua detik. Tidak ada bintang yang bisa mengabulkan permintaan orang. Permintaan terakhirnya tak pernah terjadi. Naima memilih bangkit lalu bergegas masuk kamar untuk tidur. Besok pagi-pagi ia harus berangkat bersama Juan ke lapangan Golf.
******************
Juan dengan bangga menunutun kekasihnya ketika berada di lapangan golf. Impiannya terwujud sedikit demi sedikit. Walau ambisi utamanya belum terwujud. Naima adalah pion cantik yang bisa diandalkan. Harusnya Juan menggantikan ayahnya dari dulu. Rasanya puas sekali melihat sekutu serta saudara ayahnya kerap menghina sang ibu kandung bertekuk lutut dan menatapnya waspada. Ibunya memang telah tiada namun penderitaannya akan selalu Juan kenang. Ayahnya kerap bermain perempuan dan juga sering main tangan. Mungkin di luar sana akan ada anak lain selain Emran. Tapi targetnya sudah ada di depan mata. Lelaki itu mungkin lebih pendek dari Juan beberapa centi, namun wajah mereka hampir sama tampannya. Karena keduanya sama-sama mewarisi gen tampan dari sang ayah.
"Kamu tidak bilang jika mengundang orang di luar keluarga." Bulu kuduk Naima berdiri merinding, pandangannya sempat bertabrakan dnegan tatapan saka. Pria itu juga di sini ternyata.
"Beberapa kolega tapi lebih banyak keluarga." Juan menjawab pertanyaan namun Naima rasa fokus lelaki itu ke tempat lain. "Aku akan ke sana dulu. Kamu mau ikut bersamaku. Di sana ada Emran." Naima mengenal Emran dan juga rumor tentang pria itu yang merupakan anak haram ayah Juan. Emran punya tatapan yang menyeramkan sekaligus dapat membuat para perempuan takluk. Naima tak mau terlibat dalam percikan dendam dua saudara lain ibu itu.
"Bolehkah aku di sini saja sembari melemaskan tangan untuk melatih pukulan." Semoga saja boleh. Naima lebih suka berada di mini golf yard yang teduh daripada berjalan jauh ke lapangan yang panas.
"Baiklah."
Naima bernafas lega. Terkadang ia perlu mengambil nafas tanpa Juan. Memutuskan bersama Juan, Ia tahu bahwa jalan di hadapannya tidaklah mudah. Juan membutuhkannya tapi apa Naima juga sama membutuhkan pria itu? Ini Cuma Soal uang, posisi aman dan juga koneksi tak ada hubungannya dengan hati.
Cobaan pertamanya dimulai. Seorang wanita paruh baya mendekat saat ia mengayunkan stik. Wanita itu terlihat aneh karena memakai kaos berkerah putih dan juga rok sepan mini berwarna senada. Untuk anak remaja mungkin penampilan ini bisa dikatakan pantas namun untuk perempuan yang hampir berusia lima puluh tahun, itu terlihat menggelikan.
"Permainan golf-mu lumayan. Tidak mau mencoba di lapangan." Naima lebih senang mengasah kemampuan anggarnya daripada bermain golf di lapangan terbuka. Entah kenapa permainan memukul bola ini erat hubungannya dengan kemewahan dan naima tidak meyukai sesuatu yang berlebihan.
"Lapangan sangat panas." Panas dalam dua arti.
"Hmm...Aku cukup terkejut ketika Juan memilihmu padahal banyak kandidat dari keluarga terhormat lain yang masih muda." Bertha mulai mengusik ketenangan Naima, tante Juan ini merupakan istri dari adik ayah Juan yang sangat mengincar posisi direktur.
"Mungkin karena kami berteman lama jadinya Juan lebih nyaman."
"Well..mungkin atau dia membutuhkan kelebihanmu selain wajah dan tubuhmu yang menarik." Sesuatu itu ada hubungannya dengan kepala Naima. Bertha tahu kemampuan perempuan ini namun tak menyangka jika Naima juga terlalu ambisius. Tak cukup menjadi pemimpin Hutomo Enterprise namun juga permaisuri Ang corp.
"Tentu saja. Seorang lelaki hebat tak akan salah memilih pasangan. Karena si wanita akan berperan penting di belakang layar dan menentukan kesuksesan si lelaki."
"Kamu pasti wanita hebat. Bisa di pilih oleh dua pejantan kuat. Dahulu sulung keluarga Brata dan sekarang putra mahkota Ang corp." Naima mengeratkan pegangan pada stik golf berbahan dasar besi itu. Salah-salah jika emosinya tak bisa dikendalikan stik ini bisa menghantam kepala. Bagaimana rasanya bisa memiliki dua lelaki hebat dalam hidupmu. "Aku berharap kali ini Juan akan membawamu ke pelaminan tapi santan tua bukannya akan dibuang ampasnya jika sudah habis diperas?" Naima tak bisa membalas karena kata-kata mengingatkannya pada jati dirinya. Seorang perawan yang bukan perawan.
"Ampas tetap bermanfaaat," ujar seseorang yang datang dari balik tubuh Bertha. Saka tersenyum mendekat sembari menyangkutkan setik di pundak. "Tapi perumpamaan itu tak pantas Naima terima. Dia terlalu agung jika dibandingkan dengan buah kelapa."
"Wah...wah ternyata pria masa lalu datang membela. Apakah hubungan kalian belum selesai." Saka menyabarkan diri dengan mengelus pelan tongkat setiknya. Melihat ekspresi Naima yang seperti menelan empedu ketika di sudutkan Bertha. Fakta tidak bisa dirubah, namun bukan berarti akan digunakan sebagai belati untuk menyakiti.
"Kami berteman. Hubungan kami berakhir dengan baik, tidak seperti hubunganmu dengan mantan suamimu. Ku dengar dia langsung berlari ke pelukan perempuan muda setelah ketahuan selingkuh." Senyum culas Bertha turun lalu ia menatap tajam ke arah Saka. Tangannya yang dihiasi cincin batu mulia mengepal. Saka rasa tonjokan Bertha tak seberapa tenaganya, maka ucapannya belumlah mau ia sudahi. "hati-hati mungkin kini suami barumu sudah tertarik dengan seorang caddy. Kadang laki-laki kerap bosan dan mencari penghiburan sedikit."
"Kamu...!" Saka siap mendapatkan hadiah, namun sayang Bertha lebih menyadari keadaan. Wanita paruh baya itu menengok kanan kiri sebelum pergi.
"Kamu seharusnya tidak ikut campur."
Saka tersenyum masam, melihat Naima di sini mendatangkan siksaan sekaligus rasa bahagia. "Berurusan dengan Juan dan keluarganya bukan hal yang mudah. Mereka saling berebut seperti anjing menarik-narik tulang. Aku khawatir kau hanya tercabik pada akhirnya."
"Aku sudah pernah tercabik, tercabik kedua kali akan menguatkanku."
"Aku peduli padamu dan tak ingin melihatmu tercabik." Mata Naima yang menatapnya tajam, Saka balas dengan tatapan mendamba. Konfrontasi keduanya sepertinya akan berlanjut lama.
"Seorang Serigala peduli pada kelinci yang sudah dia gigit dan koyak dagingnya. Wah...wah Saka ku rasa empatimu salah tempat."
"Empatiku tidak salah tempat dan sepertinya sang serigala telah jatuh cinta pada mangsanya." Mata Naima membelalak ketika mendengar kata-kata Saka. Ia sampai mundur beberapa langkah. "ya aku mencintaimu Naima, karena itu aku sangat peduli padamu." Pengakuan itu layaknya sebuah tonjokkan yang tepat di sarangkan ke ulu hati. Tubuh Naima bergetar hebat dan rasanya Naima ingin mengangkat kedua telapak tangannya untuk menutup telinga. Tentu saja Saka berbohong, tapi kata bualan itu masih sanggup membuat sarafnya lumpuh. "Aku tidak akan sanggup melihatmu menderita untuk kedua kalinya. Aku mencintaimu, mungkin rasa cintaku lebih besar dari rasa yang Juan miliki."
Naima benci menjadi perempuan yang hatinya mudah digetarkan. Untuk ke sekian kalinya Naima berusaha kejam. "Perasaan cinta itu tak penting Saka. Di umurku yang segini, cinta itu posisinya di bawah uang dan juga komitmen." Akan lebih baik Naima pergi dan menyusul Juan ke tengah lapangan. Mulai saat ini ia akan berusaha menjauhi Saka, atau jika mereka terpaksa berpapasan, sebisa mungkin Naima tak akan berbicara pada pria itu bahkan kalau perlu mereka bisa bersikap saling tak kenal.
Sedang Saka terus menatap punggung Naima yang lama-lama semakin jauh menuju lapangan hijau. Lega rasanya bisa mengucapkan ini. Setidaknya ia mengutarakan apa yang ada di hatinya.
*******
Balik lagi mantan akan di up hari minggu atau sabtu
kadang hiatus lama karena mikir, bab demi bab biar nyambung ceritanya plus gak kepanjangan.
Jangan lupa vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top