39
Special to ShanengLos and the other JaeSo shipper.
Jaehyun POV
"Kau siap?"
Gadis itu memanggutkan kepala tampak tidak sabar. Sebelum perjalanan pulang ke negara asalnya, kami berencana menghabiskan waktu bersama. Sudah kurang lebih dua tahun ia menetap di negara berlogo daun maple ini. Sementara aku, masih beberapa bulan berada disini karena urusan bisnis.
Kami mendengar banyak tempat yang seru untuk dikunjungi, alih-alih memilih yang romantis, aku justru mengajaknya menguji adrenalin di CN Tower. Bukannya mengambil kesempatan, hanya saja gadisku sangat menyukai tantangan. Mungkin ia tidak akan bosan bila kuajak kesana.
Lagipula, kami tetap bisa beromantis ria nantinya, kan?
Kami jalan berdampingan menyusuri padatnya Kota Toronto. Sesekali tertawa mendengar lelucon dari natives yang tak sengaja berpapasan dengan kami. Dia tak mau melepas tanganku katanya, "tanganmu sangat hangat". Aku sendiri tidak percaya, tapi setiap kali aku memintanya untuk mencari kesenangan, mungkin dengan berlarian kecil di sepanjang trotoar atau mengambil foto selfie seperti yang biasanya anak gadis sukai, dia menolak. Dia tak mau lepas dariku, membuatku semakin posesif padanya.
"Aku tidak mau melepas kehangatanmu."
"Tanganmu sangat enak digenggam."
Gadis ini sangat pandai meluluhkan hatiku. Lama-lama, bibirku bisa kram dan kaku karena tak bisa berhenti tersenyum menghadapi tingkah lakunya.
Dengan menaiki kendaraan umum, kami pun sampai. Kami menaiki lift untuk menuju ke deck observasi. Gadis itu sangat menikmati pemandangan dari menara berketinggian 553 meter ini. Kadang aku berpikir, apakah dia tidak takut? Bagaimana seorang gadis memiliki nyali sebesar itu?
Kukira, dengan melihat lantai dan dinding-dinding lift yang transparan akan membuatnya semakin merapat pada tubuhku. Nyatanya tidak. Aku terlalu percaya diri sampai lupa bahwa Sohyun bukanlah gadis biasa. Dia gadis dengan sejuta keunikan yang berhasil mencuri perhatianku sejak pertama kali keluargaku memperkenalkanku padanya.
Tak penting masalah pendekatan dan saling kenal, buktinya hanya dalam satu hari saja kami sudah saling akrab. Kami merasa cocok satu sama lain.
"Lihat, Jae.. pemandangannya indah sekali! Aku paling suka menyaksikan lampu perkotaan gedung-gedung raksasa dari ketinggian. Mereka menakjubkan!"
"Oh! Yang itu!! Bisakah kita pulang lewat sana? Sepertinya jalanan itu sangat menarik. Lampu disana warna-warni!"
Aku tertawa kecil, sehingga Sohyun linglung menatapku. Sebenarnya, apa yang kelihatannya indah, bisa jadi tipuan semata.
"Umurmu 23 tahun. Tapi kelakuanmu seperti anak kecil saja.."
"Kau tidak suka ya? Kau suka gadis seperti apa? Aku akan berusaha memenuhi kriteriamu karena sekarang aku adalah tunanganmu."
Mata bulatnya bersinar, memancarkan pantulan cahaya sekitar yang menyala sebab senja telah di telan peraduan. Menunjukkan betapa ia bangga menjadi tunanganku. Mengagumkan..
Aku paling suka mengamati matanya, karena secara tanpa sadar kedua iris kecoklatan itu mengatakan segala hal tentang perasaannya. Dan aku tahu, saat ini ia sedang serius padaku. Ia sungguh penasaran akan sosok gadis yang aku idamkan.
Aku meraih kedua tangannya perlahan, seperti biasa, aku mengusap punggung tangannya dengan penuh kehangatan.
"Satu hal yang bisa kau syukuri saat ini, Sohyun."
"Apa?"
"Kau sudah mengambil hatiku. Tak perlu menjadi gadis idamanku karena kau telah mematahkan semua teori yang mengatakan kalau 'pria tidak akan mudah jatuh cinta pada gadis yang bukan kriterianya.' "
"Sohyun... Aku mencintaimu. Semua tentangmu. Dan aku berharap, kau tetap menjadi dirimu sendiri."
Sohyun tersenyum simpul. Lalu ia memelukku, bersandar pada dada bidangku yang mulai saat itu jadi tempat favoritnya saat menangis maupun bahagia.
Setibanya di lantai atas, indra pengelihatan Sohyun terus berulah. Ia sangat mengagumi tempat yang kami kunjungi sampai-sampai lupa pada coffee dan muffin yang sebelumnya kubeli. Matanya gencar memelototi sekeliling. Ia mengeluarkan kamera polaroidnya, kemudian memotret ke sisi depan, kanan, dan kirinya.
"Jae.. lautnya sangat indah dari atas sini."
"Kemarilah, kau tidak mau menikmatinya bersamaku?"
Ajaknya sembari terus berjalan mendekat ke sudut lokasi yang lain untuk mencari angle yang sempurna.
"Jaehyun.."
"Iya-iya. Kau pergi saja, aku cukup berdiri disini."
"Kenapa? Kau takut? Tenang, ada aku."
Ucapnya meyakinkanku.
"Tidak. Aku tidak takut."
"Lalu?"
"Untuk apa aku menikmati pemandangan indah yang jauh disana sementara aku sudah merasa menikmati pemandangan indah tunanganku yang dekat disini?"
Sohyun tergelak. Astaga! Apa rayuanku terlalu lucu? Padahal aku ingin membuatnya terdengar manis.
"Kau ini! Apa tidak lelah merayuku?"
Aku mengangkat kedua bahuku, membiarkan bibirku membentuk garis lurus. Sohyun mengabaikanku dan tetap sibuk dengan foto-fotonya.
Ah, lama-lama bosan juga berdiri disini sendirian. Daripada hanya bisa memandangi Sohyun yang mulai menjauh, sebaiknya aku menyusulnya agar ia tidak hilang saking terlalu asyiknya mengambil foto.
"Sohyun tunggu aku!"
Aku berjalan cepat menyusul langkahnya, namun dengan tetap waspada sebab lantai yang kami injak masihlah kaca. Coffee dan muffin kami mulai dingin, gadis itu tampak betah dengan kameranya dan mencueki makanan kami.
"Sohyun."
Dia menoleh padaku.
"Aakk.."
Aku menyuapkan paksa muffin dingin itu ke dalam mulutnya. Wajahnya langsung berubah takjub.
"Hmm... Muffinnya enak! Sebelum pulang ke apartemen, aku mau kau membelikanku lagi!"
Rengeknya seperti anak kecil.
"Iya, Sayangku... Jaehyun yang baik hati pasti akan membelikannya untukmu. Sebanyak yang kau mau."
Dia merangkul lenganku dengan wajahnya yang gembira. Ia melahap potongan kecil muffin yang tersisa kemudian bertepuk tangan seolah selesai mengerjakan soal ujian tersulitnya.
Aku menyunggingkan senyumku, kutatap lurus ke depan. Langit malam sangat cerah, ada satu bintang yang bersinar paling terang di antara yang lain.
"Sohyun, kau melihat apa yang sedang kulihat?"
Sohyun penasaran dan mengekori arah pengelihatanku.
"Apa? Nggak ada apa-apa."
"Itu! Di atas sana!"
"Apa sih? Maksudmu bintang-bintang itu? Ya! Mereka banyak dan menakjubkan!"
"Tapi ada satu yang paling terang.. aku melihat masa depan kita disana."
"Ih!!!"
Sohyun mencubiti lengan, perut, dan juga pipiku. Ia pasti kesal karena aku tak pernah lelah menggodanya. Aku tertawa lebar.
"Kau merayuku lagi?! Menyebalkan! Aku kira kau mau bicara apa.. ternyata..!!"
"Aish! Jung Jaehyun!!"
.....................
"Jika kau sudah sampai Seoul besok, tolong kabari aku."
"Hm... Pasti."
Kami tiduran di atas rerumputan hijau di taman. Menikmati rasi bintang yang tak berubah seperti ketika kami melihatnya dari atas menara CN tadi.
Aku merentangkan sebelah lenganku sebagai alas kepala Sohyun. Dia memiringkan tubuhnya menghadapku. Aku pun memiringkan kepalaku, sementara tubuhku masih dalam keadaan berbaring.
"Kau cantik sekali, Sohyun."
"Oh, ya? Kalau begitu, beri aku hadiahmu."
"Hadiah?"
Sohyun tersenyum, mengedipkan kedua matanya genit. Agh.. apa maksudnya melakukan 'itu'?
Aku menghadapkan badanku penuh ke arahnya. Sebelah tanganku yang bebas kugunakan untuk memeluknya lebih erat dan membawa tubuh mungilnya menempel padaku. Aku menyentuh pipinya yang lembut dan berisi, mengusapkan jempolku pelan disana.
Aku memajukan wajahku. Sohyun yang menyadarinya langsung memejamkan mata. Aku mencium aroma kesegaran miliknya, dia sangat menyukai mawar. Wangi tubuhnya seperti mawar merah. Harum dan memabukkan.
Aku mengecup singkat hidungnya. Lalu dia terbangun.
"Jae.."
"Iya?"
"Aku mau lagi."
"Kau tidak puas?"
Dia menggelengkan kecil kepalanya.
"Tapi yang ini.."
Telunjuknya ia letakkan di atas bibir.
"French kiss?"
Tanyaku seketika membuat pipinya bersemu merah.
"Kau membuatku malu."
Aku tergelitik. Bukankah dia sendiri yang memintanya? Dia mengatakannya tanpa malu, tapi aku berkata french kiss saja dia menutup muka.
"Pejamkan matamu lagi.."
"Oke."
Dia melakukannya seperti apa yang kuperintahkan.
Aku menarik nafasku, kelihatannya ini akan memakan waktu yang lama.
Aku mendekat, hanya berfokus memperhatikan bibir merah mudanya yang menggoda, manis mungkin.
Aku terbawa alur, mataku tertutup. Dan aku merasakan sensasinya!
Ciuman pertamaku.. hanya untuk Sohyun seorang.
"Berhenti!"
Teriaknya di sela ciuman kami.
Aku menarik ulur kepalaku dengan wajah bingung.
"Kenapa berhenti?"
"Kau tidak mencium bibirku! Kau meleset!"
Ujar Sohyun dengan raut kecewanya.
Ah. Gadis ini lucu sekali! Tentu saja aku tidak akan melakukannya di tempat umum! Selain itu, aku masih belum siap.
"Tidak sekarang, Sayang. Kau akan mendapatkan french kiss-mu setelah kita menikah."
"Ah.. menyebalkan. Kau mempermainkanku!"
Sohyun merajuk.
"Kau marah, ya? Tak apa. Mau marah pun wajahmu malah semakin manis. Aku tambah suka melihatnya."
"Rayuanmu tidak mempan."
Ujarnya sambil mengalihkan pandangan. Aku merengkuh pipinya, kubuat ia memperlihatkan air mukanya padaku. Sayangnya, bola mata itu masih tak mau melirikku sedetik pun.
Aku mencium keningnya dengan mesra.
"Sohyun, tanpa aku lakukan french kiss pun, kau tau bahwa aku sangat mencintaimu. Aku hanya ingin menjaga komitmen saja. Aku mencintaimu bukan karena nafsu, tapi murni dari dalam hatiku. Kau percaya padaku kan?"
Akhirnya aku mencairkan kemarahannya dan ia membalasku dengan sebuah pelukan.
"Aku mencintaimu, Jeffrey."
"Aku juga mencintaimu, Anna."
Andai aku tau, hari itu adalah hari terakhir kedekatan kami, pasti kisah 'Jeffrey dan Anna' tidak akan berakhir menggantung seperti sekarang ini.
Kisah 3 tahun yang lalu di Canada tidak akan pernah kulupakan. Hari itu, aku menanti betul masa depanku bersama Sohyun. Aku menyiapkan segalanya. Namun, rasa kecewa melandaku ketika Sohyun berubah setelah pulang ke Seoul. Ia mengatakan harus kabur dari rumah karena masalah yang terjadi antara papa dan ibu tirinya. Kami berhubungan jarak jauh dan hanya bisa berkomunikasi lewat telepon.
Aku tak bisa bebas memeluk gadis kesayanganku lagi, karena selama setahun aku berpuasa untuk tidak berbicara atau menemuinya kecuali dalam keadaan darurat. Sohyun mau agar aku menjaga rahasia keberadaannya. Dan benar saja, sejak kepulangannya ke Seoul, Bangchan kakak tirinya sering menanyakan soal Sohyun dariku.
Hingga, ketika tiba waktuku untuk meninggalkan Canada dan kembali ke Korea, Sohyun mengatakan kabar menyesakkan tersebut. Bahwa dia tinggal bersama sebuah keluarga baru dengan marga Lee. Dan rumitnya lagi, keluarga Lee menjadikan Sohyun sebagai tunangan putranya.
Perasaanku sakit. Rasanya seperti Sohyun menduakanku meskipun tunangannya itu hanya sandiwara dan skenario belaka. Lebih sakit saat aku tahu bahwa lelaki yang menjadi tunangannya itu Lee Taeyong, anak dari relasi bisnis papaku. Orang yang begitu membenciku tanpa alasan yang jelas. Aku semakin tidak suka, sebab Taeyong membatasi waktu Sohyun. Kami jadi jarang bertemu tatap.
Percaya tidak percaya, sifat Sohyun berubah 180°. Bayangan Sohyun yang ceria dan energik serta ekspresif sirna seperti butiran embun yang bulan yang lenyap di siang hari. Aku tak menemukan kegembiraannya lagi. Tiap hari ia bercerita tentang masalahnya, ia merasa sangat tertekan terhadap penyamarannya. Aku sungguh tak tahan melihatnya menderita.
Namun, apapun yang ia lakukan aku tetap mendukungnya setulus hati. Tak peduli meskipun keterlibatanku akan membahayakan diriku sendiri.
Drrt... Drrt... Drrt...
Aku tersentak dari lamunanku. Ponselku berbunyi hampir tiga kali. Tertera nama Sohyun disana, buru-buru aku mengangkatnya karena firasatku mulai tidak enak.
"Halo?"
"Jaehyun! Kau di kantor?"
"Iya, ada apa Sohyun? Suaramu terdengar panik."
"Taeyong tak sadarkan diri di kantorku! Mulutnya mengeluarkan darah! Bisa kau kemari secepatnya?? Tolong!! Aku sangat takut terjadi sesuatu padanya!!"
Taeyong?
Di kantor Sohyun?
Kenapa?
"Halo?! Jae! Kau masih disana?? Cepatlah kemari!"
To be Continued.
Spesial part, kebersamaan Jeffrey dan Anna sebelum keadaan berubah drastis.
Semoga kalian suka😊
Gimana-gimana? Sohyun yang dulu bukanlah yang sekarang kan?😋
Perbedaan sifatnya sangat kentara kan?
Next (?)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top