31
"Pekerjaanmu rapi, apa putriku membantumu dengan baik?"
Anak itu melongok ke kanan kiri dengan tilap gelagapan tak cakap haluan. Gaya lelaki itu menciptakan tawa dan kesenangan tersendiri pada figur seorang dosen dingin nan galak yang duduk santai di hadapannya. Seolah bermonolog, ada apa dengan Prof. Ji?
Raut kelabakan Lee Taeyong semakin menjadi saat tiba-tiba dosennya terdiam dan hawa tegang terurai kembali. Taeyong meneguk salivanya, fokusnya mencermati Prof. Ji yang membalik lembar demi lembar hasil skripsinya. Hari itu adalah konsultasi pertama Lee Taeyong setelah sekian lama ia tak pernah menghadap dosen pembimbingnya dengan menenteng buah tangan, alias hasil kerjanya.
"Sejauh ini bagus."
Prof. Ji menutup kumpulan kertas yang dijilid tersebut, menandainya dengan beberapa jejak pulpen merah yang bertuliskan acc.
Taeyong tidak yakin, benarkah skripsinya yang setengah matang itu baru saja di-acc?
"Prof... Skripsi saya.. beneran di-acc??"
"Mau saya hapus acc-annya?"
"Eh.. jangan, Prof. Saya sudah bekerja keras untuk ini."
Benar saja, deretan gigi-gigi muncul di senyum lelaki itu. Akhirnya skripsiku setengah jadi!
Ia sungguh tak tahan ingin mengabarkan kemenangan ini pada si pemeran utama yang telah memberinya dorongan dan semangat. Siapa lagi kalau bukan Kim Sohyun?
"Tunggu!"
Prof. Ji menahan kepergian Taeyong.
"Iya, Prof?"
"Apa Sohyun bersamamu?"
"Dia ada di depan."
"Kalian sudah makan siang?"
...............................
Di kantin, kebersamaan tiga orang itu menjadi center seluruh mahasiswa. Bagaimana tidak, mereka tahu kalau Taeyong dan Prof. Ji adalah musuh bebuyutan. Mulut mereka seakan tak bisa berhenti berdengung ketika menyaksikan kedua orang itu akur. Apakah Taeyong berubah? Palyboy gila itu berubah dalam sekejap mata? Wah. Mereka hampir-hampir tidak percaya.
"Kalian kenal lama?"
Prof. Ji membuka percakapan dan dibalas aksi tatap-menatap antara kedua pemuda di depannya. Taeyong dan Sohyun saling menyikut, berharap salah seorang dari mereka memberi jawabannya.
Akhirnya, Sohyun mengalah. Mungkin akan lebih baik jika seorang putri yang memberi jawaban terlebih dahulu pada ibunya.
"Beberapa bulan ini kok, Ma. Sohyun kan pernah bilang kalau--"
"Kalau kalian pura-pura tunangan. Mama tau.."
Taeyong merapatkan duduknya mendekati Sohyun, kemudian berbisik di telinganya.
Mamamu kenapa bertanya begitu sih? Bikin parno saja..
Sohyun mengedikkan bahunya seraya menyeruput jus melon yang ada di gelasnya.
"Padahal kalian serasi satu sama lain."
Byur.
Taeyong meraupkan kedua tangan untuk membersihkan sisa-sisa basah akibat jus melon yang Sohyun semburkan tepat di wajah. Apa dia sengaja menyemburkannya ke wajahku?
Entah opini, pernyataan, atau ungkapan yanh diucapkan mamanya itu fakta atau tidak, Sohyun tetap terbatuk-batuk mendengarnya. Apa telinganya kemasukan lalat? Atau telinganya mulai tidak beres setelah ia tinggal di rumah keluarga Lee? Bagaimana Prof. Ji beranggapan demikian konyolnya?
"Ma.. kita cuma pura-pura, loh. Jadi jangan berharap lebih."
"Ya, siapa tau di antara kalian sudah terbangun chemistry."
Taeyong sibuk mengelap mukanya sampai ia mengabaikan percakapan ibu dan anak yang jadi melantur tersebut.
"Lagipula, Prof.. Saya sudah janji mau mendekatkan lagi Sohyun dengan tunangan aslinya."
Mendadak kalimat itu melontar dari bibir Taeyong, dari otaknya yang sedari tadi bekerja menyusun sanggahan yang sesuai untuk dikatakan. Prof. Ji membuka maniknya lebar-lebar, siapa yang dimaksud tunangan asli?
"Mama pasti belum tahu, kalau sebelum aku kabur dari rumah, aku sudah ditunangkan dengan anak seorang pengusaha kaya bernama Jaehyun. Dia pria yang baik, lembut, pengertian, dan juga tulus mencintaiku."
"Bagaimana denganku?"
Labium Taeyong mencebik kesal, lagipula tidak perlu kan berlebihan untuk mendeskripsikan pria Jung yang hanya manusia biasa itu?
Dan barangkali ia penasaran tentang pandangan Sohyun terhadap Taeyong selama ini. Akhirnya, lahirlah pertanyaan yang menyekat ekspresi luar biasa Sohyun saat menceritakan Jaehyun pada ibunya. Air muka Taeyong pun ikut berganti. Ia menyibukkan diri dengan menyendok sedikit demi sedikit sup yang ada di mangkoknya.
"Kau? Tidak perlu ditanya. Lee Taeyong adalah orang paling menyebalkan, egois, dan sombong yang pernah ada."
Definisi Sohyun yang tajam dan menyindir tentang Taeyong membuahkan gelak tawa Jiwon, ibunya. Anak-anak zaman sekarang, mereka hanya tau saling mengejek padahal mereka saling suka.
"Kenapa Mama ketawa? Lucu ya? Padahal itu kebenarannya loh."
"Ish.. kalau begitu, kau Kim Sohyun adalah gadis paling tidak beretika, dingin, cuek, semena-mena, dan pemaksa serta paling jelek yang pernah aku ketahui!"
Kedua tangan Jiwon terulur, menengahi kedua anak yang saling berdebat itu. Sungguh, jika tidak mementingkan image-nya, Jiwon pasti terbahak-bahak.
"Sudah.. jangan berdebat. Yang jelas, sekarang saya senang karena putriku, Sohyun kembali padaku. Dan kau, Lee Taeyong, akhirnya menyelesaikan setengah skripsimu."
Atmksfer tiba-tiba berubah. Kedua anak muda itu saling melempar senyum dan melakukan high five.
"Semua berkatku, iya kan?"
"Ya, walaupun berat mengatakannya, kau benar. Aku berhasil mengerjakan skripsi karenamu! Kau yang terbaik!"
Respon Taeyong sambil mengangkat kedua jempol tangannya.
.............................
Perasaan Sohyun kalang kabut, jantungnya berdetak tak termonitor. Namun, Taeyong yang menggenggam tangan gemetaran milik gadis itu paling tidak memberikan sedikit ketenangan. Ini adalah langkah pertama mereka untuk merenovasi hubungan Sohyun dan Jaehyun. Taeyong menghalau kemauan terdahulunya dan berusaha membasmi stigma buruk Jaehyun yang pernah hinggap di nalar pikirannya.
Kau harus berbaikan dengan pria itu, Taeyong. Kau harus bisa!
"Apa kau yakin? Aku merasa agak resah. Bagaimana kalau dia mengusirku?"
"Tenanglah. Apa kau meragukan kepedulian Jaehyun padamu? Dia tidak akan pernah berbuat kasar. Dia pasti menerima kita di kantornya."
Dengan modus melanjutkan acara tutor-menutor, Taeyong ingin mendekatkan Sohyun dengan Jaehyun. Apa ini akan berhasil?
.
.
.
"Permisi, Pak. Di luar ada dua orang tamu yang mencari Bapak."
"Siapa?"
"Mereka mengaku bernama Lee Taeyong dan Kim Sohyun."
"Kalau begitu, biarkan mereka masuk."
Sohyun dan Taeyong dipersilakan duduk di sebuah sofa yang nyaman. Jaehyun berada di depan mereka memberikan wajah yang penuh tanya. Ada urusan apa lagi? Apa mereka berdua mau mengumbar mesra?
"Jae.. maksud kedatanganku, aku mau melanjutkan belajar bisnis denganmu. Apa kau bersedia?"
Bersedia melihat kalian bercumbu lagi?
"Kenapa? Apa tidak ada yang lebih baik selain aku?"
Taeyong melirik Sohyun yang semenjak awal yanh menunduk bisu.
"Oke. Aku minta maaf jika sering meragukanmu. Kau yang terbaik, seperti kata Papa."
"Kau mau kan mengajariku lagi?"
Kedua bola mata Jaehyun akhirnya beralih fokus. Ia memperhatikan Sohyun yang cuma diam. Lalu apa tujuan gadis itu diajak ke kantornya? Jaehyun penasaran.
Kemudian dia teringat. Sejam lalu Taeyong menghubunginya. Ada sebuah pernyataannya yang membuatnya terkejut.
Aku yang akan bertanggung jawab. Sohyun tidak salah, kami tidak akan menikah. Kami juga tidak saling suka. Aku yang membuat sebuah prosedur agar kau membencinya. Semua ulahku.
Sekarang, Jaehyun paham. Taeyong berniat mengembalikan semuanya. Dia mengakui kesalahannya. Jadi, inilah salah satu rancangan yang Taeyong siapkan untuk dirinya dan juga Sohyun.
"Baiklah, aku akan mengajarimu lagi."
..........................
"Ini."
Jaehyun menerima sebuah barang dari Taeyong ketika lelaki itu pamit pulang. Sohyun telah lebih awal masuk ke mobil. Sekarang tersisa mereka berdua dengan sebuah obrolan privat.
"Darimana kau mendapatkan ini?"
"Saat kau pergi meninggalkan Sohyun yang pingsan di sekitar Namsan."
"Tolong jaga Sohyun dengan baik dan jangan menyakitinya. Sekarang... Dia... Sahabatku."
"Pasti. Aku tidak akan pernah menyakitinya dan aku akan selalu menjaga dengan baik. Jangan khawatir.."
Taeyong berbalik, sekali lagi hatinya bertanya, apakah yang ia lakukan ini tepat?
Tapi beban dalam batinnya itu terasa semakin berat. Ada rasa tidak ikhlas yang sejak tadi ia tahan. Sebenarnya ia meragukan kalau Jaehyun sungguh pria baik. Masa lalu itu terngiang-ngiang di kepala Taeyong. Ingin ia hapus saja ingatannya tetapi itu tidak mungkin. Masih ada banyak hal yang perlu ia lakukan di masa depan. Dari pada menggerutu tidak jelas, sebaiknya Taeyong segera menyusul Sohyun di dalam mobil.
"Kenapa lama?"
"Eh.. itu.. ada hal yang penting yang harus kami bicarakan. Tentang perusahaan.."
"Wah. Kau hebat.. kau banyak berubah."
"Memujilah dirimu sendiri. Kau pantas untuk dipuji daripada aku."
To be Continued.
Next (?)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top