24


"Astaga, kau cuma menyelesaikan bagian judul dan pembukanya saja?"

Taeyong memanggutkan kepalanya tanpa dosa.

'Ini tak semudah yang kubayangkan. Kalau begini, bisa lama aku terjebak dengannya.'

Mimik wajah Sohyun yang sebelumnya ceria (karena sang ibu akan secepatnya mengakui Sohyun sebagai putrinya), kini berubah murung. Taeyong sepertinya tak semudah itu untuk dikendalikan. Laki-laki itu juga sedikit keras kepala, dan-- pemalas.

"Baiklah, kita mulai sekarang. Aku akan membantumu mengetik pembahasan. Kau susunlah apa saja yang perlu dibahas disini."

"Apa yang sebaiknya aku bahas? Aku bingung."

"Taeyong?? Kau konsul sudah berapa kali?"

Taeyong mengacungkan salah satu jari telunjuknya. Dengan wajah santai dan bibirnya yang melengkung lebar ke atas.

Sohyun pusing!

"Baru satu??"

Tanya Sohyun dengan mengacungkan salah satu jari tengahnya. Taeyong terkejut!

"Biasa aja dong..."

"Habis, Prof. Ji selalu mengomeliku saat aku datang ke ruangannya. Jadi aku malas berkonsultasi masalah skripsi."

"Alasan. Kau memang dasar pemalas! Perempuan saja yang ada di otakmu! Sekarang, dengan bantuanku kau harus rajin konsultasi! Setidaknya seminggu 2-3 kali!"

"Iya."

"Iya?? Apa kau memahami saranku? Seminggu 2-3 kali?!"

"Iya-iya! Aku paham!"

Sementara Sohyun membantu merevisi kalimat di bagian pendahuluan, Taeyong sibuk menggaruk kepalanya dengan pensil. Yah, sepertinya ia juga salah telah memilih untuk menyelesaikan skripsi. Dan anehnya, ia lebih memilih jalan penderitaan tersebut dibandingkan harus membiarkan Jaehyun mendekati Sohyun.

Taeyong pun makin lama makin bosan. Ia mengabaikan buku catatan di hadapannya dan menunda kerangka pembahasan apa saja yang ingin ia buat. Ia merebahkan kepalanya di atas meja. Memperhatikan Sohyun yang terlihat cantik dari sisi samping.

Tunggu, cantik?

Sohyun tampak cantik kalau sedang serius. Rambutnya yang seperti rumbai, tergantung bebas di balik snapback yang dikenakannya.

Aish.. gadis itu. Di dalam rumah pun ia masih mengenakan snapback-nya.

Taeyong dengan jahil melepas snapback tersebut, membiarkan rambut kecoklatan Sohyun yang tadinya tergulung jadi terurai bebas.

"Taeyong!!"

Sohyun marah, terlihat dari sirat matanya yang tak memancarkan dendam.

"Maaf, habisnya topimu itu menghalangi pemandanganku."

Dalih Taeyong sambil mengangkat kedua alisnya.

"Hei, kau masih bersantai? Kerjakan tugasmu! Aku hampir selesai merevisi! Aku tidak mau tau, Taeyong. Kita harus berhasil menuntaskan skripsimu dalam waktu satu bulan ke depan!"

Anak manja itu terkejut.

"Satu bulan?? Kau mau aku tidak tidur selama satu bulan?? Aku tidak setuju!"

"Itu waktu yang sudah kuperhitungkan! Mau tak mau, kau harus mau! Setelah ini, kau cari bahan rujukan untuk apa saja yang ingin kau bahas."

Kalau saja Taeyong tahu bahwa Sohyun orang yang suka menerapkan kerja rodi sekaligus pemaksa, Taeyong pasti tak akan pernah mau dibantu olehnya! Namun semua sudah terlambat. Kacaulah acara berleha-leha Taeyong di rumah saat sedang tidak ada jadwal!

Beberapa jam berlalu, Taeyong selesai mengolah semua data yang diperlukannya. Kemudian, ia menyerahkan laptopnya pada Sohyun dengan bangga.

"Ini!"

"Kerjamu cepat juga.."

"Kau memuji atau meledekku?"

Sohyun langsung saja mengecek pekerjaan Taeyong. Dan menemui bahwa hampir keseluruhan data yang diambil dan ditulis Taeyong itu plagiarisme.

"Apa ini?? Kau plagiat?? Aduh, Lee Taeyong! Kau ini sudah semester berapa? Kalau mengambil sumber jangan langsung copy paste! Kau sudah bukan anak SMP! Perbaiki ulang! Pakai kalimatmu sendiri! Astagaa! Kau membuatku ngilu! Aku menunggumu berjam-jam dan hasilnya begini?! Memalukan sekali!"

Taeyong menutup kedua telinganya, suara Sohyun hampir saja merobek gendang telinga Taeyong. Tak pria itu ketahui kalau ternyata Sohyun bisa cerewet setelah selama ini cukup dingin dan cuek padanya.

"Kau tau dari mana sih kalau aku plagiat?"

"Nah, jadi benar kan? Aku sengaja mengatakan itu karena aku curiga kau selesai dengan cepat!"

Taeyong menutup mulutnya. Iya, dia memang tampan. Tetapi tidak semua orang tampan berhati-hati mengambil tindakan. Tidak semua orang tampan memanfaatkan akalnya dengan baik, seperti Taeyong.

"Sohyun... Beri aku istirahat sebentar, ya. Aku lelah! Mataku terasa mengantuk."

"Baiklah, istirahat 15 menit. Aku akan membawakanmu kopi."

"Tidak! Tidak! Aku sedang tidak mau kopi!"

"Apa maumu?"

"Bawakan aku jus apel."

"Ck. Baiklah, dasar pemilih!"

Sohyun pergi ke dapur dan membuatkan apa yang Taeyong mau.

"Baru kali ini ada seorang gadis yang mau menuruti permintaanku. Aku jadi merasa istimewa.."

Ujar Taeyong sambil menumpu dagu dengan kedua tangannya.

..........................

Hari mulai sore. Semburat matahari berubah menjadi warna oranye. Setelah proses pengerjaan setengah skripsi Taeyong selesai, Sohyun berjalan was-was keluar dari kamarnya.

"Mau kemana?"

Menemui Sohyun dengan pakaian lebih rapi dari biasanya, serta dengan membawa tas mini backpack putih di punggungnya, Taeyong jadi curiga. Apa mungkin Sohyun akan bertemu Jaehyun?

"Eng.. aku.. ada urusan."

"Mau kuantar?"

"Eh, nggak perlu! Ini.. urusan pribadi."

Sohyun membenahi penampilannya sebentar, kemudian berjalan cepat tanpa menoleh le arah Taeyong lagi.

"Mencurigakan. Tapi aku bisa membaca pikiranmu, Sohyun. Kali ini, rencanaku akan berhasil lagi."

Monolognya sembari menyeringai.

"Jaehyun!"

"Maaf, apa kau menunggu lama?"

Sohyun menghampiri Jaehyun yang terlihat asyik menerima telepon. Mereka bertemu di area sekitar Namsan Tower. Sohyun mengatur nafasnya setelah kelelahan akibat berlari mengejar waktu.

"Minum?"

Jaehyun menawarinya sebotol air seusai ia mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam saku jas.

"Kalungmu bagus."

Ujar Jaehyun.

Sohyun menutup kembali botol minumnya sesudah meneguk sebagian isi yang membuat dahaganya sirna. Ia tersenyum.

"Bibi memberikannya padaku. Cantik ya?"

Jaehyun tersenyum pahit. Ia meraih jemari Sohyun, lalu meletakkan suatu benda disana.

"Jae, apa ini?"

"Sohyun, kenapa kau tak pernah jujur padaku? Kau datang agar memintaku menjauh kan?"

"Iya, tapi--"

"Tolong jangan bicara! Aku belum selesai!"

Sohyun semakin tidak mengerti. Jaehyun yang tadi sangat ramah dan lembut, mendadak menjadi agak kasar.

"Tolong ambil kembali cincin ini. Aku sudah mengikhlaskannya. Aku tau, kau dan Taeyong saling mencintai. Kalian akan segera menikah, aku tak mungkin lagi memakai cincin pertunangan kita. Simpan cincinnya baik-baik Sohyun."

"Jae, apa maksudmu? Kenapa kau bicara seperti ini? Aku mencintaimu!"

"Iya, itu dulu. Sejak ada Taeyong, kau mulai jatuh hati padanya dan melupakanku. Kau bahkan tak pernah memakai cincin kita!"

"Aku memang tak memakainya, agar keluarga Lee tidak mencurugai identitasku. Tapi aku--"

"Ide bagus, Sohyun! Itu pilihan yang tepat. Dengan tidak memakai cincin kita, artinya Taeyong bisa menyematkan cincinnya di jarimu. Kau sangat pintar."

Mata Sohyun mulai lembab. Air mata akan segera jatuh jika ia berkedip sekali saja.

"Jaehyun, aku hanya mencintaimu. Tolong jangan seperti ini.."

Jaehyun mengendorkan genggaman tangannya pada jari-jari Sohyun. Ia melirik jam tangan kemudian berpamitan.

"Aku rasa, cukup sampai disini Sohyun. Aku cukup senang kita pernah saling suka. Tetapi, ingatlah Sohyun. Kebahagiaanmu adalah hal yang utama bagiku. Jadi, jika Taeyong membuatmu sakit hati, jangan pernah ragu untuk memanggilku. Aku akan menghajar wajahnya saat itu juga."

"Jaehyun? Jaehyun! Kau mau kemana? Tunggu dulu! Aku bisa jelaskan!"

"Aku ada meeting. Aku harus pergi."

Sohyun sudah tak dapat lagi berkutik. Ia memegang kepalanya yang terasa pusing, sementara air bening itu berhasil lolos dari kedua mata bulatnya. Ia merasa lelah, sangat lelah. Kakinya terasa lemas seperti tanpa tulang. Ia tumbang dan seketika semua menjadi gelap.

Taeyong yang bersembunyi di dalam mobilnya langsung turun. Ia panik melihat Sohyun pingsan hanya gara-gara ditinggal pergi oleh Jaehyun. Sebesar itu kah rasa cinta Sohyun pada Jaehyun? Meski tak dapat mendengar percakapan keduanya tadi, Taeyong yakin, Sohyun terpuruk dan jatuh pingsan karena Jaehyun pergi. Cintanya pergi.

"Maaf, Sohyun. Aku mungkin egois, tetapi.. Jaehyun orang yang berbahaya bagiku. Dan aku tidak suka ia dekat denganmu."

Beberapa jam lalu, Taeyong memberi Sohyun sebuah kalung.

"Mama memberikan ini padamu. Terimalah."

"Kalung? Untuk apa?"

"Yah.. anggap saja itu tanda terima kasihnya karena kau telah membantuku mengerjakan skripsi. Mama mau kau memakainya."

"Harus?"

"Harus! Sini, kupakaikan!"

Kalung perak berliontin indah itu telah menggantung di leher putih Sohyun. Tanpa Sohyun sadari, Taeyong menipunya. Kalung itu murni tak berasal dari mamanya, tapi dari dirinya sendiri sebagai siasat untuk mengelabuhi Jaehyun.

Taeyong menelpon Jaehyun. Ia berusaha meyakinkan pria berhati lembut itu bahwa Sohyun telah menerima sebuah kalung warisan alias turun-menurun dari keluarganya. Tandanya, sebentar lagi Sohyun dan Taeyong akan sah menjadi suami istri.

Sayangnya, Jaehyun tertipu dan Taeyong sekali lagi berhasil.

Karena hari mulai gelap, Taeyong segera menggendong tubuh Sohyun dan membawanya ke mobil. Namun, suara sesuatu yang terjatuh menyita perhatiannya.

"Apa ini? Cincin?"

























To be Continued.

Maaf ya, chingu..

Aku tuh pengen tiap hari update. Inspirasi selalu muncul di malam hari, but.. tiap malem pas mau publish aku selalu ketiduran dulu. Hehe..

Mian😁😁

Next (?)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top