19
"Halo? Bro?"
"Hm?"
"Astaga! Belum bangun?"
"Kenapa sih? Hari ini kan nggak ada kelas."
"Iya.. tapi aku butuh bantuanmu sekarang."
"Tolong jemput adikku di bandara. Dia ngambek, maunya kau yang jemput."
"Lebay, deh."
"Please, Bro. Lagian aku lagi di luar kota, nganterin Mama ke rumah Paman."
"Iya. Iya. Suruh dia nunggu."
Alhasil, dalam keadaan matanya yang setengah terbuka, Taeyong bersiap membersihkan diri di kamar mandi. Malangnya, kini terpaksa Taeyong tidak mandi, cukup gosok gigi dan cuci muka.
'Cowok ganteng nggak mandi, masih banyak yang deketin kok. Hehe..'
Ia sangat tau bagaimana karakter adik seorang Seo Johnny. Cerewet, tidak peduli omongan orang lain, otoriter. Lebih baik Taeyong bau daripada harus menerima semua cerocosan tidak bermutu dari Soojin.
"Ma, Taeyong ke bandara dulu."
"Eh, nggak sarapan?"
"Nggak, Ma. Taeyong buru-buru!"
Taeyong menuruni tangga dengan kesit sampai tidak sadar kehadiran Sohyun dan Mamanya di meja makan.
"Sohyun, temeni Taeyong sana!"
"Tapi, Ma--"
"Sohyun.."
"Ah, baiklah."
Kalau bukan karena mama, Sohyun tidak akan sudi membuntuti Taeyong kemanapun lelaki itu pergi.
"Ngapain?"
"Ikut."
"Ya udah, cepetan masuk. Ini udah telat banget."
Di perjalanan, hampir tidak ada percakapan di antara keduanya. Taeyong yang asik menyetir, sementara Sohyun asik memandangi jalanan kota yang mulai padat.
"Mau jemput siapa?"
"Apa pedulimu?"
'Aku cuma tanya, huh .'
Drrtt... Drrttt...
Sebuah telepon masuk dari nomor yang tidak dikenal.
"Halo?"
"Ya ampun, Kak! Kakak dimana?? Ini panas banget tau! Lama-lama kulitku bisa rusak kena sinar UV! Bla bla bla..."
Taeyong menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Frekuensi suara seseorang dari balik sana pasti sangatlah merobek gendang telinganya jika tak segera disingkirkan.
"Ugh.. kau yang dimana? Aku sibuk mencarimu."
"Aku didekat Starbucks. Cepetan!"
"Wah.. telingamu kuat juga menerima omelannya. Kedengarannya, dia cewek."
"Dia memang cewek. Jangan cemburu ya.."
"Siapa yang cemburu?!"
"Buruan!"
Taeyong berjalan cepat menuju lokasi yang disebutkan Soojin. Bibirnya menyunggingkan senyum karena berhasil membuat kesal Sohyun.
"Taeyong! Dengar! Aku tidak akan pernah cemburu padamu! Ingat itu baik-baik!"
Teriak Sohyun dari arah belakang.
.......................
"Ini semua-- barang-barangmu?"
Betapa terkejutnya Taeyong melihat beberapa onggok koper raksasa ada di depan wajahnya.
"Apa ini bekal seumur hidupmu? Ya ampun, bajumu ada berapa ton, sih?"
"Kak, ini masih sebagian yang bisa aku bawa. Sisanya masih ada di bagasi pengambilan."
'Ya Tuhan. Aku jadi menyesal menjemputnya.'
"Oh, dia pembantu Kakak? Kalau begitu biar dia yang ambilkan koperku. Kita pesan coffee saja disini."
"Apa? Pembantu? Aku?"
Sohyun melirik Taeyong tajam. Seakan berkata, bisa kau jelaskan status kita?
Dan seolah Taeyong menjawab, hello?? Kita cuma pura-pura. Pura-pura.
"Soojin benar. Kau ambilkan kopernya, ya. Aku akan pesankan coffee juga untukmu."
Ledeknya pada Sohyun.
"Tapi--"
"Sudah sana ambilkan! Atau aku minta Kak Taeyong buat memotong gajimu."
Taeyong menahan tawa.
"Ayo, Kak. Kita pesan coffee."
Soojin tanpa malu merangkul lengan Taeyong lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Taeyong. Couple goals.
"Kau tambah cantik ya, Soojin. Perawatan apa yang kau lakukan di Australia?"
Memperhatikan keduanya yang tampak mesra, Sohyun ingin sekali meremas mulut Taeyong dan menjambak rambut panjang wanita itu.
Mengganggu sekali.
..........................
"Loh, Nak Soojin! Baru pulang dari Aussie?"
"Iya, Tante."
"Gimana kuliahnya? Lancar?"
"Lancar sih, Tante. Tapi jadi boring karena nggak ada Kak Taeyong."
Soojin merangkul kembali lengan Taeyong dan bersikap sangat manja.
"Jadi, Ma... Johnny sama mamanya lagi di luar kota. Untuk sementara, Johnny nitipin adiknya disini. Mama nggak keberatan, 'kan?"
"Tentu saja tidak. Kalian berdua kan sahabat dari kecil. Adik Jojo (panggilan kesayangan Mama Taeyong buat Johnny) ya adik kamu juga."
"Yah.. cuma dianggep 'adik' nih, Tante?"
"Terus mau Tante panggil apa?"
"Calon menantu boleh dong? Hehe.."
Mendengar jawaban Soojin, baik Taeyong ataupun mamanya, mereka merasa geli.
Bruak.
"Tuh, kopernya!"
"Eh, hati-hati dong bawain koperku! Kan bisa rusak nanti isinya! Kak? Gimana sih pembantu kakak ini! Kok kerjanya nggak bec--"
Taeyong segera membungkam mulut Soojin. Bisa mati dia kalau Soojin membocorkan ulahnya hari ini terhadap Sohyun.
"Ada apa ini, Taeyong? Kok Sohyun yang bawa semua koper Soojin?"
"Ma, tadi itu--"
"Itu, Ma! Jadi begini ceritanya.. Taeyong udah nyoba bantuin Sohyun, tapi Sohyun nolak mentah-mentah. Dia keras kepala banget!"
Sohyun dan Taeyong langsung beradu tatap. Rupanya, kau berusaha menutupi permainanmu ya, Taeyong?
"Mama nggak mau tau! Apapun alasannya, Sohyun nggak pantes bawa barang-barang berat. Kamu jadi cowok harusnya lebih gentle dong!"
Kecam Mama Taeyong.
"Permisi, Tante. Kok Tante malah belain pembantu sih?"
"Pembantu? Siapa?"
"Dia, Tante."
'Mampus kau, Taeyong!'
"LEE TAEYONG!!!"
"Heheh.. jangan marah, Ma. Tae-Taeyong cuma niat bercanda aja kok."
"Sekarang, angkat semua barang-barang Soojin ke kamarnya!"
"Sendiri?"
"SENDIRIAN!"
...............................
Siang semakin berlalu. Cuaca di luar mendung, pertanda hujan akan menghujam bumi tak lama lagi. Rumah keluarga Lee terlihat makin ramai. Semenjak kedatangan Soojin, urusan dapur bertambah rumit.
'Pokoknya, aku nggak suka makanan yang pakai buncis dan polong-polongan!'
'Tolong masak dagingnya setengah matang!'
'Ini terlalu hambar! Aku suka yang lebih pedas!'
'Basuh sayurannya lima kali! Aku mau semua dalam keadaan bersih!'
'Ingat! Garpu di kiri, sendok di kanan. Jangan keduanya dijadikan satu di sebelah kiri/kanan!'
'Pastikan tak ada noda di piring, atau aku tak mau makan seharian!'
'Siapkan jus jeruk setiap pagi!'
Seo Soojin. Gadis 21 tahun itu tau betul bagaimana cara berbicara cepat. Sohyun sampai pusing mendengar suaranya, tangannya pun cukup letih menuliskan segala apa yang dibutuhkan Soojin.
"Kujelaskan padamu, Nona Seo Soojin. Aku bukan pembantu disini!"
"Sudahlah, kau hanya berusaha menipuku supaya kau berhenti bekerja. Iya, kan?"
"Astaga! Aku serius. Demi Tuhan, aku bukan pembantu. Jadi stop memerintahku!"
"Kok kau jadi berani membantah majikanmu sih?"
"Dia bukan pembantu, Nona. Aku pastikan itu."
Terdengar suara sepatu dengan jangkah panjang namun tenang bergerak mendekati Sohyun.
"Siapa kau? Berani sekali ikut campur?"
"Perkenalkan Nona, saya Jung Jaehyun. Dan Nona Sohyun ini adalah tunangan-- Taeyong."
Sohyun tercekat mendengar pembelaan Jaehyun. Apa sebenarnya yang pria itu pikirkan? Mengapa dengan tanpa beban, Jaehyun justru memperkenalkan Sohyun sebagai tunangan Taeyong? Bukankah lebih enak Sohyun disebut sebagai tamu tetap keluarga Lee?
"Apa?! Tunangan?? Kau gila?! Darimana kau tau??"
"Tanyakan saja pada Nyonya Lee. Aku tidak berbohong."
"Cih. Awas saja kalau itu benar! Aku tak akan pernah membiarkan kalian bersama, bahkan sampai menikah pun!"
Soojin membanting gelas yang dia bawa, sehingga timbullah suara pecahan yang menghebohkan seisi rumah. Dan hal itu cukup mengundang penghuni rumah datang ke arah dapur. Melihat apa yang sedang terjadi di sana.
Taeyong muncul. Kemudian disusul mama dan papanya.
"Ada apa ini?? Apa yang pecah??"
"KAU??"
Raut wajah Taeyong berubah ketika ia melihat Jaehyun.
"Apa yang kau lakukan di rumahku?"
"Kau yang bilang tidak mau datang ke kantor, Yong. Jadi Papa sendiri yang membawa Nak Jaehyun ke rumah. Kau harus tetap belajar privat. Suatu saat, kau yang akan menggantikan Papa. Nak Jaehyun ini pemuda yang sangat berbakat. Kau harus mau belajar dengannya!"
Sahut Papa Taeyong.
"Ehm.., Pa. Kalau begitu, Sohyun akan menemani Taeyong belajar."
Ujar Sohyun.
"Tidak! Aku tidak mau! Aku tidak mau belajar, apalagi ditemani anak ini!"
'Mereka malah justru bermesraan di depanku. Aku hanya akan jadi orang ketiga yang tak terlihat.'
"Tenang saja, Taeyong. Aku professional. Jadi, ayo kita belajar."
Jaehyun tersenyum usil dan penuh kemenangan. Berkat bujukan dari mama dan papanya, akhirnya Taeyong setuju diajak belajar, dengan syarat tidak ada Sohyun. Kemudian, Sohyun harus menyiapkan sesuatu yang mengenyangkan perut dan itu harus sesuai selera Taeyong!
"Ada-ada aja tingkah playboy gila itu!"
"Sohyun...?"
"Eh, Mama."
'Untung Bibi nggak denger umpatanku tadi.'
"Kamu bisa bikin brownies?"
"B-brownies?"
Sohyun terkejut. Boleh dikatakan ia ahli dalam segala hal. Tetapi, tidak untuk memasak kue!
Jangankan memasak, membuka resepnya saja Sohyun tidak pernah! Kalau sampai brownies buatannya tidak lezat, Taeyomg akan meledeknya. Lalu, apa yang harus Sohyun lakukan?
"Wah, Tante! Tante mau masak brownies? Brownies kan kue kesukaan Kak Taeyong dari kecil! Aku bahkan selalu membuat brownies di Australia!"
"Nah. Kebetulan ada Nak Soojin. Gimana kalau Nak Soojin bantuin Sohyun masak kuenya?"
Shit. Dalam hati, Sohyun lagi-lagi mengumpat. Sudah cukup gadis itu bersikap semena-mena padanya, sekarang Mama Taeyong justru menjebaknya dalam satu ruangan dengan Soojin!
"Bagaimana, Sohyun? Soojin?"
"Aku setuju, Tante. Tapi, kayaknya Sohyun nggak mau nerima kalau aku lebih pintar memasak kue deh. Dia pasti nggak sudi kalau aku yang ajarin.."
Soojin masang muka melasnya dan membuat Sohyun semakin jengkel dan muak. Dasar bermuka dua! Licik!
"Eh, nggak kok Ma. Sohyun justru seneng kalau Soojin mau ngajarin."
Omong kosong Sohyun.
"Nah, gitu dong. Sebagai calon mantu Mama, kamu harus tau caranya nyenengin Taeyong. Mama tinggal dulu ya, Mama masih sibuk. Ada urusan di luar rumah."
"I-iya, Ma."
"Soojin, ajari Sohyun dengan baik, ya. Tante pamit dulu."
"Oke, Tante!"
Tak lama setelah wanita itu pergi, Soojin memakai celemek. Usai mengikat rambutnya ke atas, dirinya berkacak pinggang menatap Sohyun.
"Jadi bener, cewek di depanku ini adalah tunangan Kak Taeyong? Mari kita lihat, seberapa pantas dia jadi calon menantu di rumah ini."
Secara tidak langsung, Soojin menantang Sohyun.
"Aku tidak akan mengajarimu bagaimana cara membuat brownies-nya, tetapi.. aku akan memberimu resep. Jika nanti Kak Taeyong menyukai brownies bikinanmu, maka aku akui kelayakanmu sebagai calon istrinya. Jika tidak-- kau harus pergi darisini dan menyerahlah menjadiemantu di keluarga Lee."
Baru satu hari bertemu, gadis ini terlalu percaya diri sekali. Sohyun sampai tak habis pikir. Mentang-mentang keliarganya dan keluarga Taeyong dekat, bukan berarti Soojin asal memberikan persyaratan itu. Pakai bilang kalau Sohyun harus meninggalkan rumah Taeyong segala.
"Kenapa? Takut? Heh."
"Oke. Aku menyanggupinya. Akan aku buktikan kalau aku berhak tinggal di rumah ini."
"Bagus, aku sangat penasaran hasilnya nanti."
To be Continued.
Next (?)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top