Epilog


"Selamat pagi, anak-anak!"

"SE-LA-MAT-PA-GI-BU-GU-RUUUU!"

"Ada yang ingat nggak, kemarin Bu Guru janji apa ke kalian?"

Beberapa anak mengacungkan telunjuk dengan penuh semangat. Seorang gadis cilik dengan rambut dikepang dua menyerobot.

"Kita mau main ular naga, Bu!"

"Iya, Tina. Setelah ini kita bakal main ular naga, ya. Tapi Bu Guru punya janji satu lagi, lho. Ada yang ingat, nggak?"

Anak laki-laki berambut keriting di sebelah Tina menyahut, "Bu Guru bilang, Bu Guru mau bawa teman!"

"Betul, Leo!" Gladys bertepuk tangan senang. Anak-anak itu ikut bertepuk tangan. "Bu Guru bawa teman baru, lho. Apa kalian semua kepingin ketemu sama teman baru Ibu?"

"MAUUUUUU!"

Gladys berbalik dan memberi kode padaku untuk masuk. Aku menarik napas dalam-dalam dan membuka pintu ruang kelas.

Think positive, Manis. THINK POSITIVE!

"Ini teman Bu Gladys..." Gladys menunjukku. "Namanya Bu Manis."

Anak-anak itu membeku. Lalu seperti dikomando, di detik ketiga, mereka mulai menangis. Tina menjerit-jerit dan terseok-seok mundur. Leo menutup matanya dengan tangan dan menggeleng-geleng. 

Reaksi yang biasa. Aku sudah menduganya, makanya aku bawa amunisi ekstra hari ini.

"Lho, kok pada nangis?" Gladys kebingungan. "Lisa, jangan keluar kelas dulu! Ayo, anak-anak... kasih salam dulu sama Bu Manis, ya."

"HUAAAAAA!"

Kusentuh pundak Gladys dan memintanya untuk membiarkanku mengambil alih. Wajah Gladys sudah pucat. Pasti dia belum pernah melihat para muridnya menangis serempak begini.

"Biar aku aja, Gladys."

"Tapi Manis—"

"Aku bisa, kok. Aku coba dulu, ya?"

Gladys menelan ludah seakan aku baru saja minta izinnya untuk mencekik anak-anak itu. Tapi dia mengangguk. Aku membungkuk di depan anak-anak itu. Mereka otomatis mundur lebih jauh, seakan-akan aku ini kuntilanak.

"Kita kenalan dulu, ya. Nama Ibu itu Bu Manis. Kalian tahu apa yang manis?" Kubuka bungkusan yang sudah kusiapkan dari rumah. "Permen. Ibu itu manis, kayak permen-permen ini. Coba lihat, ada yang rasa jeruk, rasa stroberi, ada rasa anggur juga..."

Beberapa anak menjulurkan leher begitu melihat permen-permen itu, meski masih menangis. Aku geli melihat reaksi mereka.

"Lisa suka permen apa?" Kusodorkan kantong permen itu pada anak perempuan yang tadi nyaris kabur keluar kelas begitu melihatku. "Kalau Bu Manis suka permen stroberi. Lisa suka permen stroberi?"

Lisa melirik kantong permenku dengan takut-takut, seperti sedang ditawari apel beracun. "Cokelat. Lisa suka permen cokelat."

"Wah, permen cokelat juga ada, kok!" Kuaduk-aduk isi kantong itu, mencari permen cokelat. Setelah ketemu, kuserahkan pada Lisa. Mata anak itu berbinar, dan dia langsung menerimanya.

"Kalau kamu..." Kubaca papan nama yang dipeniti di seragam seorang bocah laki-laki berwajah bulat. "Randy, kamu suka permen yang mana?"

Randy maju dan melongok ke dalam kantong permen. Dia mengambil satu permen jeruk, dan terbirit-birit kembali ke tempat duduknya.

Melihat Randy dan Lisa berhasil mengambil permen tanpa diterkam olehku, keberanian anak-anak yang lain muncul. Mereka mendekatiku satu demi satu, dan memilih permen kesukaan mereka. Satu gadis cilik berambut pendek yang semula kukira anak laki-laki, mendekatiku sambil berjinjit.

"Ada kelinci, nggak? Angel suka kelinci."

"Hari ini Bu Manis nggak bawa kelinci, Angel. Tapi besok-besok kita bisa main sama kelinci, ya." Kudekatkan kantong permen itu padanya. "Angel boleh pilih mau permen apa. Nih, ada yang rasa apel, lho! Angel suka apel?"

Lima menit berlalu. Tak ada lagi anak yang menangis. Mereka semua sibuk mengulum permen di sekelilingku, beberapa bolak-balik meraih ke dalam kantong untuk mengambil jatah kedua. Darah sudah mengalir kembali di wajah Gladys. Dia ikut membungkuk di sebelahku dan menanyai anak-anak itu.

"Nah sekarang, gimana kalau kita ngobrol tentang acara TV favorit?" tanya Gladys, suaranya kembali riang.

"MAUUUU!"

"Bu Manis pernah jadi aktris, lho..." lanjut Gladys. "Ada yang tahu apa artinya aktris?"

Anak-anak itu tampak kebingungan, jadi aku berinisiatif menjelaskan. "Aktris itu artinya orang yang main di film atau serial TV."

"Tapi bukannya Bu Manis temannya Bu Gladys?" tanya Randy heran. "Bu Manis bukan Bu Guru?"

"Iya, Bu Manis udah nggak jadi aktris lagi, karena Ibu lebih suka mengajar anak-anak manis seperti kalian," jawabku. "Bu Manis suka nonton Super Bulma. Kalau Randy suka apa?"

Anak-anak itu menghambur ke arahku dan berebutan untuk menjawab. Banyak dari mereka yang juga meneriakkan Super Bulma. Senyum-senyum cerah merekah di wajah-wajah kecil itu. Melihat reaksi mereka yang begitu berbeda dari sebelumnya, seketika hatiku terasa hangat.

Aku sudah memberi mereka kesempatan.

Dan sekarang, tak ada lagi yang takut padaku.


TAMAT

8 Agustus 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top