7. Lawan Main Baru
Hari ini para pemain Lovebirds season dua akan difoto, karena poster teaser rencananya akan di-posting sesegera mungkin.
Sesi photoshoot itu berlangsung di salah satu studio milik rumah produksi. Begitu aku masuk ke studio, suasananya sudah ramai. Sebuah blue screen sudah dipasang di satu sisi ruangan, dan Roi Metrot fotografer langganan kami sedang mengatur lighting bersama beberapa kru.
"Manis..." Ursula van Oostman menyapaku. Aku terlonjak sedikit karena masih kagok di depannya. Maksudku, setahun lalu aku hanya bisa bertemu Ursula di layar bioskop dan sekarang kami saling sapa seperti tetangga.
"Kak Ussy!" Ya ampun, wanita ini cantik banget! "Hai!"
"Keluarga di Manado gimana? Aku turut berduka ya soal om kamu."
Kak Ussy sudah meneleponku dan bilang turut berbelasungkawa waktu aku minta izin pulang kampung ke Tante Irma. Kak Ussy bahkan mengirimkan krans bunga, dan ukuran krans itu yang setinggi dua meter dan nama pengirimnya bikin para pelayat gempar. Intinya nggak cuma fisik Ursula van Oostman yang indah, tapi hatinya juga.
"Mereka baik-baik aja, Kak..." jawabku. "Makasih ya."
Kami saling bertukar kabar. Meski sudah sepuluh tahun lebih dulu malang melintang di dunia hiburan, Kak Ussy tetap rendah hati dan nggak sombong. Kami juga bertemu Valen Hadikusuma, tetapi dia nggak bisa ngobrol lama-lama karena harus ganti kostum dan dirias.
Obrolanku dengan Kak Ussy terganggu karena Tante Irma mendatangiku. Hari ini kacamata bingkai mata kucingnya berwarna pink mencolok. Tante Irma memboyongku ke ruang ganti karena sebentar lagi photoshoot-nya bakal dimulai.
"Kamu udah baca revisi naskah terbarunya?" tanya Tante Irma.
"Belum sempat, Tan."
"Lho, kan Tante udah kirim ke kamu tadi malam?"
Aku hanya nyengir serba salah. Tante Irma berdecak dan membongkar tasnya. Dia mengambil sebundel naskah dan mengangsurkannya padaku. Rupanya itu naskah cadangan. Tante Irma memang selalu bisa diandalkan.
"Sori, Tan..." Kuambil naskah itu. "Soalnya tadi malam aku mengawasi Bulma, takut dia muntah lagi."
Tante Irma mendelik. Aku refleks menutup mulut.
Aku keceplosan!
"Muntah?" selidik Tante Irma. Kami sudah masuk ke ruang ganti. "Bulma kenapa, Nis? Dia sakit?"
Wah... kalau sudah begini, aku bisa apa? Aku memang sudah berjanji pada Bulma untuk merahasiakan bulimia-nya dari Tante Irma. Tapi Tante Irma adalah manajer kami–dialah yang bertanggung jawab terhadap kami selama berada di agensi. Tante Irma berhak diberitahu, karena kalau kondisi Bulma tambah parah, si Tante-lah yang paling bisa dimintai bantuan!
Aku terpaksa melanggar janjiku pada Bulma dan memberitahu Tante Irma. I'm really sorry, Bulma. Ini demi kebaikan lo juga.
"Jadi gitu, Tan..." Aku duduk di depan meja rias karena Tyas si make-up artist sudah membuka kotak peralatannya. "Aku rasa Bulma harus segera ditolong."
Bayangan Tante Irma yang terpantul di cermin rias tampak cemas. Pemilik GIFTED itu memijat-mijat dagunya sambil bergumam-gumam.
"Sebaiknya Bulma diajak konseling ke psikolog," sambungku. "Kalau bisa secepatnya, Tan. Apalagi sekarang Bulma sendirian di apartemen."
Bayangan Tante Irma balas menatap bayanganku. "Kamu benar, Nis. Tante akan atur supaya Bulma bisa konsultasi ke psikolog dan ahli gizi."
"Tunggu, Tan..." Toner pembersih wajah sedikit memercik ke mulutku, bikin lidahku pahit. "Apa nanti Bulma nggak curiga aku yang ngebocorin soal ini?"
"Nggak akan. Kamu tenang aja." Tante Irma menepuk belakang leherku. Dia meraih ponselnya dan mengetikkan sesuatu dengan cepat. "Sambil make-up, naskahnya dibaca ya, Nis. Tante mau ketemu Roi dulu."
"Tapi Tan—"
"Percaya sama Tante," manajerku itu mendekati pintu. "Bulma bakal baik-baik saja. Tante akan mengurus semuanya."
Lalu Tante Irma menghilang ke koridor. Bukannya lega, aku justru jadi waswas. Gimana kalau Bulma tahu aku melanggar janjiku? Karena akulah satu-satunya orang yang menyaksikan Bulma bulimia. Apa yang bakal dilakuin Tante Irma buat menolong Bulma?
Jemari Tyas yang bergerak-gerak lincah menempelkan foundation bikin aku sadar. Bukan hanya aku dan Tante Irma yang tahu tentang rahasia Bulma. Tyas juga. Dia mendengar semua percakapan ini.
Saat mataku ingin mencuri pandang mengamati Tyas, rupanya dia juga sedang mengamatiku. Tatapan kami bertemu di cermin.
"Alasan gue bisa bertahan kerja di industri ini selama lima belas tahun adalah karena gue nggak pernah ember, Nis," kata Tyas serius. "Semua yang gue dengar di ruang rias ini nggak akan ke bocor ke mana-mana. Gue berani bersumpah cerita tentang Bulma ini nggak akan diketahui orang lain."
Hmm, baiklah. Aku yakin pembicaraan tadi pasti bukanlah satu-satunya rahasia yang dicuri dengar Tyas. Dia salah satu pegawai GIFTED yang paling senior. Pasti sudah ratusan rahasia yang diketahuinya dari ruang rias ini. Dan kalau Tante Irma masih mempekerjakan Tyas, kurasa itu sudah cukup membuktikan bahwa make-up artist ini bisa menjaga mulutnya.
"Thank you, Tyas..."
Tyas mengangguk. Dia mengambil spons dan menepuk-nepukkannya ke wajahku. "Tapi next time lo harus lebih berhati-hati kalau mau membahas masalah sensitif kayak gitu sama si Tante. Dinding di sini punya telinga soalnya."
"Maksud lo, Tyas?"
Tyas mendesah. Dia memutar kursiku hingga menghadapnya. "Bahkan obrolan di kantor pribadi para produser sekalipun bisa bocor. Masa lo nggak tahu akun Mak Lambe di Instagram?"
"Mak Lambe? Instagram?"
Tyas mendengus. Tiba-tiba dia mengkemplang dahinya sendiri, seperti ingat sesuatu yang penting. "Sori. Gue lupa kalau akun sosmed lo di-handle si Adi."
Adi adalah karyawan bagian public relation GIFTED yang ditugaskan Tante Irma mengurus akun-akun media sosial para talents, termasuk aku.
"Memangnya kenapa si Mak Lambe ini, Tyas?"
"Dia itu akun gosip," Tyas memutar kursiku kembali menghadap cermin. "Isinya tentang skandal-skandal selebriti. Anak-anak GIFTED banyak kesandung."
Skandal? Gosip?
Aku jarang sekali nonton atau baca berita infotainment. Kalau sesekali nggak sengaja menonton program itu, aku merasa para selebriti seakan hidup di dunia yang berbeda. Dunia yang glamor dan flamboyan, begitu kontras dengan kehidupan masyarakat awam yang biasa-aja. Namun aku teringat bahwa setahun ini aku sudah "pindah dunia". Lovebirds menjadikanku bukan lagi orang awam yang menjalani hidup biasa-aja. Aku sudah menjadi salah satu dari para selebriti itu. Dan selebriti mana pun di dunia ini pasti nggak luput dari gosip dan skandal.
"Apa yang terjadi sama artis-artis yang digosipin si Mak Lambe ini, Tyas?"
"Yah, biasanya sih mereka menampik..." Tyas mengambil pisau alis dan mulai membabat alisku. "Cuma masalahnya berita-berita dari Mak Lambe itu sebagian besar benar, Nis. Makanya ngeri-ngeri sedap. Beberapa tahun lalu ada kasus video syur artis yang sempat heboh. Lo ingat, nggak?"
Aku ingat yang itu. Beritanya muncul di mana-mana. Waktu itu aku lagi berkutat dengan skripsi. "Si Anastasia bukan? Yang mantan istrinya Gilang Martin?"
"Mak Lambe yang ngebocorin berita itu," Tyas mengangguk dalam-dalam. "Awalnya Anya mati-matian bilang bukan dia yang ada di video itu. Terus rupanya terbukti, kan? Si Mak Lambe benar. Begitu ditetapkan sebagai tersangka, Anya langsung didepak sama Tante Irma dari agensi. Artis-artis lain yang kena skandal namanya pasti langsung redup, Nis. Tapi yang nggak malu mencoba bertahan. Biasanya mereka dipungut sama si Darling, tuh..."
Aku bergidik mendengar semuanya. Mak Lambe ini jelas oknum yang harus dihindari. "Amit-amit deh gue berurusan sama si Mak Lambe ini..."
"Makanya gue ingetin," kata Tyas. "Jangan sembarangan ngomong. Kalau sampai nama lo muncul di posting-an Mak Lambe, karier lo bisa tamat."
...
Bukannya membaca naskah, akhirnya aku malah mengobrol dengan Tyas selama dirias. Alhasil naskah dari Tante Irma itu tergeletak terlupakan.
Memang sih, sikapku itu nggak profesional banget. Aku mengaku kok. Cuma si Mak Lambe ini juga penting. Makanya kumanfaatkan waktu berduaan dengan Tyas tadi untuk mengorek sebanyak mungkin informasi tentang si biang gosip itu.
Selesai dirias dan fitting, aku bergabung dengan Tante Irma dan para pemain Lovebirds lainnya. Roi Metrot sedang mengetes lampu blitz. Di depan layar, Kak Ussy sedang mengobrol bersama Valen dan...
Eh, aku nggak salah lihat nih?
Itu kan Reza Laparpujian!
Sembilan dari sepuluh film Indonesia pasti dibintangi oleh aktor yang satu ini. Aku sampai bosan melihat tampangnya di bioskop. Entah karena aktingnya luar biasa banget atau memang industri perfilman Indonesia kekurangan aktor, Reza Laparpujian seolah selalu jadi pilihan nomor satu untuk pemeran utama pria.
Nah, sekarang... ngapain dia di sini?
Jangan-jangan...
"Ayo, gabung sama yang lain." Tante Irma menyodok pinggulku. Aku terlontar maju dan bergabung bersama Kak Ussy, Valen dan Reza.
"Wah, akhirnya nongol juga..." sapa Reza Laparpujian sambil tersenyum memamerkan gigi-giginya yang seputih sayap malaikat. "Carissa."
"Manis Maramis," koreksiku. "Dan kamu..."
"Reza Laparpujian," kata si aktor, mengucapkan namanya sendiri dengan nada khidmat berlebihan. Dia mengambil tanganku dan, oh... serius? Sebelum sempat bereaksi, Reza mengecup punggung tanganku. "Aku udah nggak sabar menanti scence kita berdua."
Jadi benar, Reza akan bergabung di Lovebirds! Pasti nama Reza sudah tercantum di bagian depan naskah, tetapi karena aku belum baca naskah itu, aku sama sekali nggak tahu dia akan memerankan siapa!
"Umm..." Gawat, gawat, gawat! Aku harus berimprovisasi. "Aku... juga. Senang bisa, err... adu akting dengan kamu."
Reza terbahak keras dan mengibaskan tangannya dengan dada membusung, seperti penari balet. Kak Ussy dan Valen saling pandang. Dari sorot mata mereka, aku tahu mereka memikirkan hal yang sama.
Reza Laparpujian ternyata lebay.
Roi mendekati kami dan memberi instruksi. Sesi photoshoot dimulai.
Kami difoto beberapa kali, pertama sendiri-sendiri dengan berbagai pose. Saat giliranku, Roi terus-terusan bilang, "Yak. Tahan ekspresinya. Udah pas galaknya, Carissa! Bagus!" Padahal aku nggak memasang ekspresi apa-apa (sekarang paham kan kenapa istilahnya resting bitch face? Saat sedang nggak ngapa-ngapain aja–resting, mukaku udah kayak cewek nyebelin alias bitch).
Kemudian kami difoto berempat. Di sesi photoshoot sebelumnya, Valen selalu berada di antara aku dan Kak Ussy, tetapi sekarang posisinya diubah: aku dan Kak Ussy yang ditengah, diapit Valen dan Reza. Pengaturan pose ini memberi aku petunjuk: kurasa tokoh yang diperankan Reza berhubungan dengan Carissa.
"Oke, bagus!" teriak Roi, wajahnya tersembunyi di balik kamera. "Sekarang berdua-dua, ya. Ussy sama Valen dulu."
Aku dan Reza meninggalkan stage. Kak Ussy dan Valen punya chemistry yang bagus, makanya mereka cocok sekali memerankan Ben dan Tari, pasangan suami-istri di Lovebirds. Selanjutnya giliranku dan Kak Ussy–dua wanita yang berebut cinta. Nah, kalau begitu berikutnya adalah giliran aku dan Valen–Carissa si pelakor, dan Ben si suami yang berselingkuh...
"Terakhir..." pekik Roi. "Carissa sama Reza!"
Eh? Kok jadi aku sama Reza?
Reza mengapitku dengan lagak gentleman dan membimbingku ke stage. Aku menurut saja. Tebakanku terbukti. Karakter Reza pasti ada sangkut pautnya dengan Carissa. Tapi sebagai apa?
Baru sekarang aku bertemu dengan Reza Laparpujian. Gerak-geriknya yang dramatis bikin aku risih, beda banget dengan Valen yang ceria dan lucu. Roi meminta kami berpose mesra. Tanpa ba-bi-bu, Reza langsung menarik pinggangku ke tubuhnya dan menempelkan wajahnya ke pipiku. Astaga!
Oke. Tenang, Manis. Kamu harus profesional. Positive thinking. Ini bukan pelecehan seksual. Reza cuma menuruti instruksi Roi.
Sang fotografer menyuruh kami melakukan variasi pose-pose yang lebih "hot". Reza sepertinya sudah paham jalan pikiran Roi. Dia menarik, memeluk, meraba, dan mendekap tubuhku dengan lihai seakan aku ini cuma bantal guling. Kucoba mendorongnya supaya sedikit menjauh, tetapi Roi malah meneriakiku. Kurang mesra, katanya. Akhirnya aku pasrah mengikuti arahan Reza. Meski lama-lama aku makin nggak nyaman dibuatnya, aku terpaksa untuk menahan diri. Kak Ussy, Valen, Tante Irma, dan kru yang lainnya sedang menonton kami.
"Selesai!" Roi menurunkan kameranya. "Thank you guys!"
Orang-orang bertepuk tangan dan bersuit-suit. Kak Ussy, Valen dan Tante Irma naik ke stage dan menyalamiku. Mereka kelihatan puas sekali.
Reza mengatakan sesuatu. Dia mendekatkan wajahnya ke telingaku, tetapi aku tidak menggubrisnya. Kuteriakkan padanya bahwa aku kebelet pipis, lalu langsung turun dari stage dan lari ke toilet. Di tengah jalan, aku berbelok ke ruang ganti dan cepat-cepat menghampiri meja rias.
Naskah itu.
Halaman pertamanya bertuliskan "Lovebirds 2 – Episode 1: Paradise. Naskah oleh Kai Elian."
Wah, rupanya naskah ini nggak lagi digarap Sissy seperti di season satu!
Tapi biar kupusingkan itu nanti. Kubolak-balik naskah itu, mencari-cari tokoh lain selain yang sudah muncul di season pertama. Biasanya kemunculan tokoh baru selalu diberi tanda dengan stabilo oleh Tante Irma.
Di halaman kesepuluh, aku menemukan coretan stabilo kuning di dua baris keterangan tokoh. Kubaca deskripsi itu secepat kilat.
Adam. Tiga puluh lima tahun. Dokter kandungan yang bertemu dengan Carissa saat wanita itu memeriksakan diri ke klinik. Jatuh hati pada Carissa.
Tubuhku langsung gemetar.
Carissa nggak cuma punya satu love interest lagi, tapi ada dua! Dan si Reza Laparpujian si lebay dan tukang grapa-grepe itu yang bakal memerankan Adam!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top