28. Behind The Scene


"Ursula?" Dian ternganga. "Kenapa dia?"

"Gue nggak mau menuduh lagi," sahut Bulma. "Tapi gue rasa Ussy iri sama Manis. Seharusnya dia yang jadi bintang utama di Lovebirds. Tapi sejak serial itu booming, semua orang justru ngomongin Carissa. Memang sih, alasan penonton terpikat sama Carissa karena dia pelakor. Lovebirds proyek perdana Manis. Dibandingkan Ussy, Manis belum punya nama di dunia hiburan. Tapi gara-gara Carissa, nama Manis melejit sampai mengalahkan pamor Ussy. Puncaknya pas malam anugrah Starlight kemarin..."

Aku masih terlalu terpukul sehingga belum bisa berkomentar apa-apa. Kadar syok yang sama kurasakan tujuh belas tahun lalu, saat Mama memberitahuku bahwa Papa nggak akan pulang lagi karena main gila dengan wanita lain.

"Tapi bukannya selama ini Ursula baik sama Manis?" Tampaknya Dian juga masih kesulitan mencerna ini. "Dia banyak membantu Manis dan selalu mau jadi tempat curhat Manis."

"Dia aktris, Dian," tegur Bulma dengan nada please-deh. "Udah jelas, dia berakting."

"Mungkin awalnya Kak Ussy nggak berniat melakukan ini," kataku, diam-diam mencoba mengurangi level 'kejahatan' Kak Ussy, karena semua ini membuatnya terdengar seperti sosok yang sama sekali nggak kukenal. "Mungkin Kak Ussy jadi begini setelah nominasi Starlight."

"Gue rasa Ussy udah jealous sama elo jauh sebelum nominasi Starlight, Nis," balas Bulma. "Meskipun Carissa itu tokoh antagonis, tapi sejak season satu berakhir, orang-orang penasaran apa yang akan terjadi sama dia dan Ben. Cuma segelintir yang peduli sama Tari. Menurut elo, kenapa Netflix masukin si Reza sebagai lawan main elo untuk season dua Lovebirds?"

Aku mencoba berpikir. Pasti Bulma ingin bilang bahwa kemunculan tokoh Adam punya alasan yang lebih besar dari sekedar dramatic purpose yang selama ini digaungkan Anwar, Kai dan para produser itu.

Salah satu tips storytelling yang pernah kubaca di internet saat berlatih akting, menyelinap ke dalam pikiranku. Lucunya, tips itu ditulis oleh Kai Elian.

"Tokoh antagonis adalah penggerak cerita."

Bulma bergumam setuju. Dian kelihatan heran, jadi aku menjelaskan.

"Lovebirds nggak akan ada tanpa Carissa. Kehadiran Carissa sebagai pelakor-lah yang kemudian mengusik hubungan Tari sama Ben menjadi konflik utama yang menggerakan keseluruhan plot Lovebirds..."

"Persis," Bulma menimpali. "Nggak ada orang yang mau menonton serial tetang hubungan suami istri yang biasa-biasa aja. Terlalu mainstream, kayak novel-novel romantis yang anehnya selalu hits di Wattpad. Mungkin cerita-cerita kayak gitu menarik saat dibaca, tapi nggak bikin penonton kepingin lebih. Flat aja gitu. Pelakor muda yang cantik dan seksi seperti Carissa bikin ceritanya bergairah."

Aku, Bulma dan Dian beradu pandang, gempar sekaligus takjub dengan analisis ini yang begitu gamblang sekaligus masuk akal.

"Perlahan-lahan, Netflix berencana menyetir plotnya supaya lebih fokus ke Carissa," sambung Dian, yang kini sudah mengerti. "Makanya Reza Laparpujian di-casting sebagai Adam, dan penulis naskahnya diganti. Sissy mungkin mampu menulis cerita-cerita penuh drama, tetapi itu nggak cukup untuk season dua. Kai Elian dipilih karena novel-novelnya selalu penuh plot twist dan anti-mainstream..."

"Dengan begitu, penonton akan semakin geregetan," lanjutku. Alasan Kai mengubah sifat dan perbuatan Carissa menjadi kian bengis kini bisa kumengerti. "Semakin Carissa 'bertingkah', penonton semakin kepingin melihat dia 'dihukum.' Moral penonton dipermainkan lewat hubungan Carissa dan Adam. Di satu sisi, mereka kepingin melihat Carissa kena karma karena telah merebut Ben dari Tari. Namun di sisi lain, penonton juga dibuai oleh hubungan Carissa dan Adam yang seolah-olah menyerupai cinta sejati."

"Karena kalau bisa bikin cerita tentang cinta segiempat, kenapa harus stuck di cinta segitiga?" Bulma mendengus  melecehkan.

"Makanya Kak Ussy kesal..." Penjelasan ini terlalu bombastis sehingga aku merasa perlu duduk di sofa. "Pasti Kak Ussy merasa Tari-lah yang seharusnya jadi pusat perhatian di Lovebirds, bukan Carissa."

"Penjelasan ini pas sih," kata Dian sambil mengusap rambutnya. "Tapi belum bisa membuktikan bahwa Ursula yang mempermalukan Manis waktu di malam anugrah itu. Bisa saja Ursula cemburu sama Manis, tapi dia nggak melakukan apa-apa yang membahayakan Manis, kan?"

"Sebelum acaranya dimulai, Kak Ussy mengajak aku berkeliling." Kucoba mengingat-ingat detil-detil kecil di malam malapetaka itu yang bisa dijadikan petunjuk. "Dia mengobrol dengan banyak orang, saking banyaknya aku sampai nggak ingat lagi. Pasti salah satu dari orang-orang itu adalah Satria si pengacau."

Bulma manggut-manggut setuju. "Malam itu semua orang yakin Ussy yang bakal menang. Tapi dia kalah gara-gara votes. Ussy tahu dia pasti akan dibela oleh rekan-rekannya di aula kalau dia kalah. Kemenangan Manis bakal jadi dilema—Manis bisa dipermalukan. Susah mempengaruhi juri Starlight, jadi satu-satunya kesempatan Ussy untuk menyabotase Manis adalah lewat votes. Dia tinggal bayar buzzer untuk kasih boom votes ke Manis di website Starlight, makanya votes Manis naik gila-gilaan dalam sehari."

"Soal baju manis yang robek itu..." selidik Dian.

"Wardrobe malfunction itu terjadi di waktu yang pas," kata Bulma sambil meringis. "Kalau gue perhatiin, kayaknya itu baju memang kekecilan ya, Nis?"

"Kependekan sama ketat banget," sahutku, mendadak trauma mengingat robekan tak senonoh itu. "Gue nggak bisa menolak karena satu-satunya brand yang bersedia dressing gue di waktu yang semepet itu cuma si Tex Saveria."

"Dan tadi lo bilang Ussy ngajak lo muter-muter dulu sebelum acaranya dimulai, kan?" tambah Bulma, matanya melebar bersemangat. "Padahal dia tahu lo nggak nyaman dengan baju itu. Ditambah lagi lo pakai high-heels..."

"Supaya kaki gue pegal dan nggak kuat berdiri lama-lama." Oh, Kak Ussy! Ternyata manusia yang satu itu licik sekali! "Dia juga berkali-kali melarang gue makan padahal tahu gue udah kelaparan. Alasannya nunggu pas off-air. Makanya asam lambung gue naik dan pas disergap wartawan di backstage itu, gue..."

Kami bertiga terdiam. Aku tak sanggup melanjutkan. 

Dian pergi ke dapur untuk mengambil segelas air untuk dirinya sendiri. Dia mengingatkanku untuk menyantap buburku. Aku menawari Bulma, tetapi dia mengangguk paham dan menyilakanku makan.

"Gimana dengan Mak Lambe," Dian duduk di seberang Bulma. "Apa dia juga dibayar Ursula untuk bikin gosip aneh-aneh tentang Manis?"

"Kalau itu, gue curiga pelakunya justru Reza," jawab Bulma.

"Tapi Reza bilang ke gue kalau dia disuruh seseorang, Bul..." Rasa sebalku pada Bulma berkurang seiring makin terangnya masalah ini. "Waktu itu Reza pernah ngejemput gue dengan paksa. Gue interogasi dia di apartemen ini. Dia bilang dia terpaksa harus melakukan ini."

"Lagi-lagi lo tertipu, Nis. Reza dan Ussy itu sama-sama aktor kawakan," kata Bulma dengan tenang. "Sebelum Reza bergabung di Lovebirds, udah banyak yang curiga soal hubungan dia sama Kai. Dia tambah cemas karena direkrut bareng Kai untuk season dua. Pasti Reza takut ada yang menyadari kedekatan dia sama Kai di lokasi syuting. Makanya dia memakai elo sebagai beard-nya..."

Dian mengernyit. "Beard?"

"Cewek yang dipacari cowok gay untuk menutupi identitas aslinya," jawab Bulma. "Cinta lokasi antarpemain adalah sesuatu yang wajar. Kebetulan Manis adalah love interest Reza di Lovebirds. Kurang pas apalagi, coba?"

"Nah, celakanya wartawan memergoki Kai sama Reza lagi bermesraan," sambungku. "Makanya Reza ngejemput gue hari itu untuk menghilangkan kecurigaan wartawan soal foto-foto mesra dia sama Kai."

"Sayangnya lo udah muak sama Reza dan kasih warning keras ke dia," kata Bulma. Dia kedengaran jauh lebih santai ketimbang sejak pertama kali masuk ke apartemen tadi. "Reza tahu dia nggak bisa memperalat elo lagi, jadi dia mundur."

Wow.

Wow, wow, wow!

Kupikir hanya naskah Lovebirds saja yang penuh drama dan intrik-intrik. Ternyata kehidupan para pemainnya sama-sama dramatis dan menegangkan!

Kusantap buburku yang sudah dingin dalam suapan-suapan besar. Bulma pergi ke kulkas dan mengambil camilan seakan dia masih tinggal di sini, tetapi kubiarkan saja. Dian sedang termenung sambil mengamati piala Starlight-ku di atas meja. Kami bertiga merasa seperti baru menguak sebuah konspirasi besar.

"Bulma," kata Dian setelah Bulma kembali membawa semangkuk keripik. "Dari mana kamu tahu tentang semua ini? Apa Darling yang kasih tahu kamu?"

"Darling cuma bilang ada yang berniat buruk sama Manis," jawab Bulma. "Dia curiga pelakunya adalah orang dekat Manis, makanya dia selalu mengawasi Manis di lokasi syuting."

Ini tak kalah mengejutkan buatku. "Darling mengawasi gue?"

"Dia tahu lo anak baru yang bakal langsung bekerja bareng nama-nama besar seperti Ursula van Oostman," jawab Bulma, mencomoti keripik di mangkuk satu demi satu. "Tante Irma cenderung bermulut manis pas merekrut talents baru. Nggak salah juga sih, namanya juga mau merekrut, kan? Cuma kebanyakan talents baru itu nggak dikasih tahu betapa kejamnya dunia hiburan ini..."

Bulma terhenti dan mengerjap-ngerjap, seperti tersadar akan sesuatu yang penting. Aku tahu Bulma teringat pada dirinya sendiri dan segala perlakuan nggak adil yang diterimanya selama jadi artis.

"Banyak talents baru yang nggak siap mental," lanjut Bulma. "Giliran mereka kena sikut kanan-kiri, mentalnya langsung melempem. Karier mereka nggak panjang dan itu bisa bikin mereka... depresi."

Bulma terdiam lagi. Tanpa perlu dilanjutkan, aku sudah paham apa yang ingin dikatakannya. Bulma pernah berada di titik itu. 

Pekerjaan di dunia hiburan memang tampak gemerlap di luar, tetapi penuh tekanan di baliknya. Banyak artis-artis yang depresi karena ditekan terus-terusan. Mereka berusaha mencari berbagai solusi untuk mengatasinya, tetapi nggak bisa terang-terangan minta bantuan atau mengaku di publik karena akan menghancurkan citra "malaikat" mereka. Seperti yang Reza bilang: artis itu nggak bisa depresi, karena sempurna tak bercela. Akibatnya para artis banyak yang berpaling pada solusi paling instan, yaitu narkoba.

"Maksud kamu, Darling sebetulnya mau menolong Manis?" tanya Dian.

"Kurang lebih," jawab Bulma. "Sebetulnya Darling mau merekrut Manis. Setiap pemilik agensi pasti menginginkan talents terbaik. Agensi Darling nggak cuma fokus di akting, tapi juga modeling sama public speaking. Darling pernah bilang bahwa menurutnya, Manis cocok sebagai model. Tapi Manis menerima tawaran dari Tante Irma. Darling tahu Manis akan berhadapan dengan Ussy..."

"Waktu masih jadi Septian, Darling dan Kak Ussy dulunya sama-sama di GIFTED," lanjutku, teringat foto bersama di kantor Tante Irma. "Darling udah kenal Kak Ussy sejak lama. Pasti Darling udah tahu sifat buruk Kak Ussy."

"Ussy tahu lo udah pernah di-warning sama si Tante soal Darling, Nis," kata Bulma. "Makanya Ussy yakin lo nggak bakal curiga ke dia, tapi ke Darling. Karena di GIFTED, Darling itu udah dicap sebagai penjilat busuk."

Satu lagi skenario licik Ursula van Oostman yang berhasil kami ungkap.

"Ada satu hal yang masih mengganjal," serobot Dian setelah aku kembali dari dapur untuk meletakkan mangkuk buburku. "Kalau Ursula betul-betul kepingin menang Starlight, kenapa dia harus memanipulasi hasil voting Manis? Bukankah seharusnya malam itu dia pasti akan menang? Mayoritas juri memilih Ursula, dan berdasarkan hasil voting yang asli dia lebih unggul ketimbang Manis, kan?"

Oh, ya.

Bukankah ini aneh sekali? Kak Ussy bisa menang dengan mudah malam itu, tanpa perlu bikin huru-hara dan mengorbankanku, kan?

Untung Dian menyinggung soal ini! Aku nggak kepikiran saking gemparnya!

"Menurut Darling, tujuan Ussy adalah menyingkirkan Manis," kata Bulma. "Nominasi Starlight itu bikin Manis jadi saingan terbesar Ussy saat ini. Selama Manis eksis di dunia hiburan, Ussy akan selalu dibayang-bayangi. Makanya Ussy sengaja bikin Manis malu besar, supaya Manis trauma dan nggak mau lagi jadi aktris. Dengan begitu, tahun depan Ussy bisa lebih gampang menang."

Dian membuang napas lewat mulut dan meneguk airnya sampai tandas. "Kayaknya Ursula van Oostman udah merencanakan semua ini dari jauh-jauh hari."

"Mm-hmm," Bulma bergumam mengiyakan, keripiknya sudah ludes setengah. "Banyak yang berpikir Ussy berniat menjadikan Lovebirds sebagai alat untuk memenangkan Starlight. Karena sebagai aktris film, sebetulnya dia 'turun kasta' dengan mengambil peran di serial TV. Selama ini Ussy memang susah menang Starlight lewat film. Dia udah masuk nominasi selama delapan tahun, tetapi belum sekalipun menang. Apalagi Starlight film tahun ini saingannya berat-berat: Toni Ekanila yang comeback setelah seperempat abad hiatus dan main film besutan Tristan Hardiyanto langsung memupuskan harapan Ussy. Makanya Ussy setuju ikut di Lovebirds. Dia nggak menyangka penonton lebih tertarik sama Manis..."

Ah.

Semuanya sudah terjawab sekarang.

Kak Ussy marah dan kecewa padaku, itu dia alasannya.

Aku bisa memaklumi alasannya. Menjadi seorang aktris itu sulit. Rentang karier kami jauh lebih singkat ketimbang aktor. Seorang aktris yang berusia empat puluh tahun saja sudah dianggap tua, sementara di usia yang sama, seorang aktor justru disebut "matang", atau bahkan "lagi cakep-cakepnya". Kak Ussy berusia tiga puluh enam tahun saat ini. Dia cuma punya empat tahun lagi sebelum dapat predikat "tua", kemudian digantikan aktris lain lebih muda (ini juga alasan utama operasi plastik, suntik botox, implant payudara, sedot lemak, dan macam-macam perawatan lainnya laku keras di kalangan selebritis). Memenangkan piala Starlight adalah puncak karier seorang aktris. Jika sampai usia empat puluh Kak Ussy belum berhasil juga menang Starlight, dia bisa dianggap aktris "gagal", tak peduli betapa banyak film dan serial TV berkualitas yang sudah dibintanginya.

Ya, dunia hiburan bisa sekejam itu.

Bagi Kak Ussy, aku telah merebut kesempatannya dan mempersingkat tenggat waktunya yang tidak panjang itu.

"Kak Ussy salah paham sama gue," kataku, mengungkapkan ini dengan perlahan-lahan supaya aku sendiri bisa mencerna maknanya. "Gue bakal bilang ke dia, bahwa semua ini di luar kendali gue. Bukan gue yang menyusun plot Lovebirds. Gue justru tahu orang-orang benci sama gue karena memerankan Carissa. Kalau Kak Ussy mau jadi pusat perhatian di Lovebirds, silakan aja. Gue nggak pernah menghalang-halangi dia atau apa pun."

"Aku setuju," dukung Dian. "Manis bahkan nggak mau menang Starlight."

Bulma berpikir sebentar. Dengan telunjuknya, dia menyeka remah-remah keripik di dasar mangkuk dan menjilatnya.

"Lo mau balas dendam ke Ussy, Nis?" dia menawari dengan frontal.

"No way. Ngapain? Gue cinta damai."

"Ussy nggak bakal mengakui semua ini. Ingat, kita nggak punya bukti," jawab Bulma. "Kalau lo datang ke Ussy dan membeberkan semua penjelasan ini, bisa-bisa dia menganggap elo gila, mengada-ada, atau memfitnah dia."

Benar juga.

Kalau begini, sepertinya tak ada cara lain selain menuruti keinginan Kak Ussy. "Lo bilang Kak Ussy berniat menyingkirkan gue kan, Bul? Guess what, gue memang udah mau berhenti dari Lovebirds. Semua ini terlalu lebay buat gue. Gue cuma kepingin nyari duit dengan tenang, tanpa perlu sikut-sikutan kayak begini!"

Dian menyentuh lututku, memberi dukungan.

"Kalau begitu, lo punya satu masalah..." Bulma menaruh mangkuk keripik yang sudah kosong di atas meja. Dia memutar tubuh bongsornya hingga menghadapku, dan meraih tanganku. "Tante Irma." 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top