Kenalan, atau Enggak Sama Sekali.
Selama 1 tahun, yang Daniel Adiwijaya lakukan cuma melihat ke kelas X IPS 1 dari kejauhan (gue kelas X IPS 4). Ngeliat Jessica yang bersinar dan cantik itu dari kejauhan. Dan kebodohan itu lanjut lagi di kelas 2 karena dia beda kelas lagi sama gue.
(Maaf ya, readers. Ini cuma seri pendek, jadi alur waktunya dipercepat)
Oh, by the way, namanya Jessica. Jessica Aurelia.
Cantik ya?
Dia bersinar, ketawa mulu, seneng mulu, dikelilingi banyak temen dan manis. Sejak dulu memang begitu. Sejak SMP memang begitu. Dan gue gak kecewa karena Jessica yang gue ekspektasikan MEMANG seperti ekspektasi gue.
Sekarang gue udah kelas 2 SMA. Dan satu-satunya orang yang tahu kalau gue suka sama Jessica adalah Mario. Dia sahabat gue yang superbajingan, dan sering banget memperalat kepopuleran gue. Dia juga ganteng seperti gue, jago olahraga seperti gue, tapi males belajar. Nilainya ancur.
Memperalat kepopuleran elo, Dan? Maksudnya tuh kayak gini loh:
"Eh, hai, Mario...." Seorang cewek kepergok masuk kelas sambil bawa kado buat gue.
Mario langsung masang muka pemangsa karena nih cewek cantik dan polos. Dia langsung senyum maut dan bilang "hai juga. Nyari Daniel?"
Cewek itu ngangguk lemah. "Gak ada, kan? Ini... ini kado buat dia. Boleh titip gak? Jangan bilang dari gue, ya?" cewek itu mencicit.
Mario langsung menyambar kado itu dan meluk bahu tuh cewek. "Lo kok harus malu sih? Lo tuh cantik, lagi. Ngapain malu ngedeketin Daniel? Eits, tapi bukan berarti gue gak akan sampein ini ke Daniel... just so you know aja, kalau lo tuh cantik! Hehe."
Cewek itu tersipu malu... dan 3 hari kemudian jadian sama Mario.
Kadonya? Udah masuk ke lemari Mario.
Gak apa-apa sih, lagian gue juga gak perlu-perlu amat sama kado itu.
Tapi belakangan gue tahu kalau itu isinya sepatu basket Airmax terbaru yang adem dan enak banget dipake. Ternyata cewek itu anak orang kaya pake banget.
Kampretnya, gue bukannya gak ada duit, tapi gue kehabisan sepatu limited edition yang sekarang udah tercemar sikil najis si Mario bajingan itu.
Aneh kan, gue masih bersahabat sama bajingan kecil kayak dia?
Mario itu orangnya unik. Dia cuek menghadapi hidup, filosofi hidupnya bagus dan dia gak banyak mikir. Gue mau ini, ya gue samber. Mau itu? Gue embat. Selesai. Hidup ini pilihan ganda cepat buat Mario. A, B, C atau D... terserah dia. Tanpa essay ribet penjelasan sana-sini. Semudah itu.
Sementara Daniel Adiwijaya? Pemikir super. Satu pertanyaan harus dipikirkan 10 jam, dengan jawaban essay selembar kertas A4 per soal. Beda sama cowok sialan pencomot Airmax satu itu.
Itu yang bikin gue bertahan sama Mario. Karena sama dia, hidup gue yang apa-apa dipikirin itu jadi lebih mudah. Dia semacam sidekick gue. Dia Barney Stinson si penjahat kelamin yang hidupnya asal dips (dips itu kira-kira artinya sama kayak 'ngetep' atau nandain barang itu jadi milik kita) dan gue Ted Mosby si sentimentil pemikir yang ceweknya dicomotin terus sama si PK satu itu.
Sekarang... yang gue takutin cuma satu: bagi Ted Mosby, Robin Sherbatsky adalah segalanya.
Nah, Robin gue berarti Jessica.
Sekarang si PK kampret satu ini bakal apa sama Jessica?
Serius. Gue takut banget. Haruskah gue cerita ke Mario?
Akhirnya gue cerita ke cowok PK satu itu.
Satu hari di sore-sore abis eskul basket, kami berdua jalan beriringan pulang ke rumah. Di jari Mario ada bola basket muter-muter santai, dan di tangan gue ada HP yang dari tadi cuma gue kunci-buka-kunci-buka karena gugup.
Si PK asu ini bakal ngerebut Jessica atau enggak? Gue gak seberani dia, gue gak se-smoothtalker dia. Apa yang harus gue lakuin kalau 'Robin' jadi milik dia?
"Lu mau ngomong apaan sih, dari tadi? Kunci, buka, kunci, buka! Aneh lo!" tegur Mario.
Gue mengantungi HP gue dan mendengus. "Lu tau aja sih, gue mau ngomong."
"Ketauan, bego! Ngomongin apa, sih? Jessica cantik anak XI IPS 3 yang bukan fans lo itu, ya?" tembak Mario.
JEDER. Tau dari mana dia? Segitu kelihatannya kah? Segitu ketahuannya kah? Muka gue sukses merah karena risi dan malu. Aduh, mati gue, mati gue, mati gue!!!
"Woy, setan ganteng! Gue ini sahabat lo. Gue tahu lo naksir dia, kan?" goda Mario. Bola di jarinya berhenti bergulir dan dirangkul sama dia. "Gak akan gue embat. Trust me."
Gue sontak menengok. "Serius?"
Mario mengangguk. "Malahan gue akan dukung lo 100%!" tambahnya meyakinkan gue.
Gue menunduk dan tercenung. "Beneran lu mau bantu?" ucap gue.
Mario lagi-lagi mengangguk. "Entah kenapa, feeling gue, ini akan menguntungkan gue di masa depan!"
Dan belakangan, kami tahu kalau kelas 3 nanti, Jessica bersahabat sama Rerey (nama aslinya Reinanda Utami) yang udah disukain Mario sejak kelas 1. Tapi nasibnya sama kayak gue: Rerey bukan fans Mario, dan bukan cewek idiot pemakan rayuan.
Kembali ke masalah gue. Sepanjang perjalanan, gue menceritakan semua pada Mario. Gue ngaku semua masalah gue ke dia dan dia mendengarkan dengan cermat.
Dia akhir cerita, pas rumah Mario udah deket, dia cuma bilang:
Bro, have some brave. Kenalan, atau enggak sama sekali. Sampe ketemu besok di sekolah.
Dah.
Tapi pas nyampe rumah, Mario PK bloon ini nge-LINE gue:
Cuk, gue belum ngerjain PR MTK. Fotoin dong.
Haha.
Untung malam itu mood gue lagi bagus. Jadi gue langsung mengerjakan semua PR itu dalam hitungan menit dan ngirim foto-fotonya ke Mario. Dan cowok itu pun hidup bahagia tanpa disetrap Pak Erik.
Tapi bedanya dengan Mario, gue terus-menerus dihantui kalimat itu dari malam sampai pagi lagi. Dihantui kata-kata dia pas pulang eskul kemarin:
Kenalan, atau enggak sama sekali.
***
Hola! Btw author lupa gimana ngeja sherbatsky. Udah bener? Pasti salah. Maapken, soalnya author upload ini buru-buru sambil kejar-kejaran ama batre yang sekarat. Nanti author edit. Oh, ditunggu vomments dari kalian, yah! Dadaaah :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top