Kamu

Aku ini hanyalah seorang pria
Yang jatuh cinta pada suara tawamu dan pada kilau senyummu
Aku ini hanya seorang pria
Yang lemah akan suara gelakmu dan kerlingan matamu

Apa kamu pernah bertanya-tanya?
Bagaimana rasanya mencintaimu?
Apa kamu pernah semalam saja berpikir
Tentang segala gejolak rasaku ini?

Ketika aku harus menyakitimu dengan perkataanku
Hatiku hancur menjadi kepingan kaca
Aku hanya pria pemalu yang dianggap sempurna oleh dunia
Tapi memilikimu adalah hal terberani yang pernah kulakukan

Ini tidak mudah bagiku
Aku tidak pernah baik-baik saja
Kurindukan tawamu pada siang hari
Dan kutangisi kenangan kita pada malam hari

Tapi siapakah aku sehingga aku layak berputar kembali?
Siapakah aku sehingga aku bisa mengharapkanmu menunggu?
Aku akan pergi setelah melukai hatimu
Pergi enam purnama dari hidupmu

Tanpa kamu rasanya aku seperti kehilangan setengah semangatku
Tanpa kamu rasanya hidup ini hambar
Tapi kamu harus tahu apa yang kumaksudkan
Aku tak ingin menyimpanmu dalam sebuah hubungan gagal
Karena aku begitu mencintaimu

Mengertilah
Pahami tangis dan desah napasku
Bukan hanya kamu yang terluka
Akupun terluka karena keputusanku sendiri

Tapi aku mau kamu menunggu
Apabila Tuhan berkehendak, tunggulah aku
Nanti aku akan kembali
Nanti aku akan datang lagi
Dan aku ingin melihat senyummu sekali lagi

Dari aku yang mencintaimu,

Daniel Adiwijaya.

***

Buku bersampul hitam itu gue tutup rapih. Kemudian gue masukkan ke dalam sebuah kotak bergambar banyak menara Eiffel, menara favorit Jessica dari negara kesukaan Jessica.

Iya, gue tahu emang agak idiot untuk berpura-pura jadi Rangga pada saat-saat seperti ini. Tapi inilah yang bisa gue kasih untuk memperjelas semuanya pada Jessica. Gue terlalu malu untuk menjelaskannya, jadi gue berikan dia buku ini.

Isinya apaan, Dan? Isinya tulisan pendek curcol gue sejak putus, dan sebuah puisi di halaman terakhir. Puisi yang dengan penuh rasa sesak gue tulis dan gue curahkan semua perasaan gue pada kertas itu. Sakit rasanya.

(A/n: Man On A Wire dibuat berdasarkan ending asli, bukan alternate ending atau ending alternatif yang author upload setelah epilogue)

Gue memandangi refleksi gue sendiri di kaca. Baju abu-abu berlengan pendek warna merah itu pemberian Jessica beberapa waktu lalu. Gue nampak sama seperti biasanya, gue masih Daniel Adiwijaya. Bedanya, kini Daniel Adiwijaya sudah siap melangkah menuju gedung di depannya itu.

Maju.

“Daniel! Udah jam segini! Kamu mau biarin Jessica nunggu?!” seru Mama dari bawah.
“Iya, Ma!” Gue mengambil kotak itu dan membawanya turun bersama gue.

Di lantai bawah,  udah ada Mama yang melipat tangan di dada dan memandangi gue dari atas sampai bawah. Matanya memicing memperhatikan apakah penampilan gue sudah pantas atau tidak. Tak lama, ia mengangguk puas.

“Udah ganteng kan, Ma?” Gue bercanda sok perbaikin kerah.

Mama mencibir dan ngasih gue kunci mobil. “Jangan kecewain Jessica,” katanya ketus.

Gue menghela napas berat. “Iya, Ma. Daniel tahu.”

Mama ikut menghela napas dan merapihkan kerah gue yang menurut gue udah rapih. Sambil natap gue dengan nanar, Mama bilang “Kadang Mama masih berharap kamu sama Jessica, Dan. Dia cewek baik. Soal tempramen, itu bisa diubah.” Beliau mendesah kecewa. “Tapi Mama tahu, anak Mama udah gede.” Kemudian raut muram itu berganti dengan senyuman.

Senyum nyokap tertular pada gue. “Ya udah ya, Ma. Daniel pergi dulu.” Gue mencium pipi nyokap sekilas.
Mama mengiringi kepergian gue sampai ke dalam mobil.

Dan kini, Daniel Adiwijaya siap memberi saat-saat terakhir yang terindah untuk Jessica Aurelia.
Gue merasa seakan Swiss memanggil gue. Meski berat, panggilan itu sudah terlanjur gue penuhi.

Ada satu kalimat yang terus gue ulang dalam benak gue selama di perjalanan: bila kita berjodoh, keliling dunia seratus kalipun, kita akan bertemu lagi pada titik yang sama.

Semoga.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top