4. Why Now?
Myungsoo menatap tubuh adiknya yang terbaring di atas ranjang, perasaanya masih belum bisa tenang setelah kejadian beberapa jam yang lalu. Ibunya bahkan sampai pingsan, dan saat ini masih belum sadarkan diri. Apa yang menimpa adiknya adalah sesuatu yang benar-benar berhasil menyulut kemarahannya.
Bagaimana bisa ada orang yang tega melakukan semua ini pada Jiwonnya?
Sejak mendapatkan telpon dari Jiwon, dia sudah tau ada sesuatu yang tidak beres. Semuanya terbukti ketika tiba di kelab malam itu dan menemukan adiknya sudah dalam kondisi tidak berdaya.
Kedua tangannya otomatis mengepal saat mengingat bagaimana suara Jiwon terdengar begitu pilu saat meminta tolong kepadanya. Adiknya yang cantik dan ceria ini, tiba-tiba berubah menyedihkan karena kejadian laknat tersebut. Myungsoo seharusnya melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib, tapi tidak ada bukti dan dia sama sekali tidak tau siapa pelakunya.
Hanya perlu menunggu Jiwon bangun untuk menanyakan semua pada adiknya itu, tapi bagaimana jika Jiwon enggan berbicara? Bagaimana kalau adiknya trauma karena masalah ini?
"Oh sialan!" Myungsoo menggeram pelan membayangkan semua prasangkanya, dia tidak mau melihat adiknya depresi atau bahkan sampai trauma karena masalah ini. Dia benar-benar harus menyelesaikan semua agar Jiwon tidak trauma.
Tapi siapa?
Tiba-tiba Myungsoo mengingatnya, di dalam ruangan itu Jiwon tidak sendiri. Ya, karena terlalu sibuk dan panik saat melihat keadaan adiknya, dia bahkan tidak sempat memperhatikan gadis yang berdiri jauh dari Jiwon. Tapi Myungsoo sadar jika gadis itu sedang mengawasi mereka, dan gadis itu adalah orang yang sama dengan gadis yang bergulat bersama Jiwon beberapa minggu yang lalu.
Dan sekarang Myungsoo tau siapa yang harus dia datangi untuk menyelesaikan masalah ini.
〰〰〰
Sooji menghembuskan nafas panjang lalu keluar dari ruang ganti, matanya sangat berat dan dia berharap bisa langsung sampai ke kamarnya untuk tidur. Tapi itu mustahil, karena dia perlu naik bus selama hampir satu jam untuk bisa sampai di rumah, ya beruntung jika dia mendapatkan bus. Karena biasanya operasional bus berhenti tepat jam 12 malam dan sekarang kurang tigapuluh menit dari jam 12.
Setiap malam Sooji memang harus saling berkejaran dengan waktu, karena jika sedikit saja terlambat, maka dia akan ketinggalan bus dan terpaksa mencari taksi hingga membuatnya kehabisan hampir setengah dari upahnya bekerja setiap malam.
Dengan malas Sooji keluar dari kelab melalui pintu belakang, untuk pekerja paruh waktu sepertinya memang hanya mendapatkan jatah 4 jam kerja setiap hari, jadi dia hanya perlu bekerja dari jam 7 hingga 11 malam. Tapi hari ini karena kejadian sial tadi, dia terpaksa harus bekerja lebih lama dan merelakan tabungannya bulan ini hangus karena mengganti whisky yang dia jatuhkan.
"Dasar bodoh! Sebenarnya apa yang kau pikirkan sampai-sampai membuang botol berharga itu," gerutunya dengan wajah cemberut, "seharusnya Jiwon sialan itu yang mengganti rugi."
Sepanjang jalan dia terus mendumel, menyesali perbuatan sok heroik yang dia lakukan tanpa berpikir panjang tadi. Jika saja dia mengabaikan gadis sial itu, tabungannya akan tetap utuh. Tapi yang dilakukannya malah membuat rugi dirinya sendiri.
Tubuh Sooji berubah waspada ketika telinganya mendengar sebuah suara langkah kaki mengikutinya, tidak berani menoleh untuk memastikan jadi Sooji langsung mempercepat langkah untuk keluar dari gang yang menghubungkan gedung kelab tempatnya bekerja dengan jalanan.
"Ugh, kesialanku benar-benar sempurna kalau sampai bertemu orang mabuk." Sooji berbisik pelan, tidak menurunkan kecepatan langkahnya hingga ketika dia hampir tersandung sebuah tangan menyentuh lengannya dan secara refleks dia menjerit kaget dan berlari sekencang mungkin
"Aaaaaaa!"
"Eh, eh, tunggu jangan berlari."
Sooji mengabaikannya, dari suaranya dia bisa memastikan bahwa orang itu adalah pria dan dia sedang tidak ingin berurusan dengan orang mabuk yang gila, atau lebih parahnya seorang byeontae.
"Tunggu, tunggu dulu."
Tapi Sooji salah, sekuat apapun dia berusaha, tenaganya tidak akan bisa lebih kuat dari seorang pria. Jadi sekarang dia sudah menghentikan langkahnya dan menyipitkan mata menatap pria yang tadi berada di belakang kini telah berdiri tepat di hadapannya.
Sooji bersiap untuk teriak atau meronta atau apapun, tapi seketika dia terdiam saat menyadari siapa pria tersebut.
"Kau?"
"Saya Kim Myungsoo, kakak Jiwon. Kau pasti mengenalnya."
"Heh," Sooji mendengus keras, ya tentu saja dia mengenal siapa itu Jiwon. Gadis yang baru saja membuatnya sial dengan kehabisan setengah upahnya, "kau menguntitku?"
"Tidak. Saya perlu menanyakan beberapa hal."
"Aku tidak ada urusan apapun denganmu, pergilah. Aku harus pulang," tukas Sooji malas, dia berjalan melewati tubuh Myungsoo namun, lagi-lagi langkahnya di hadang.
"Saya hanya ingin tau siapa pelakunya?"
"Pelaku apa?"
"Kejadian tadi, yang hampir melecehkan adikku."
"Oh, itu..." Sooji berjengit kemudian tersenyum miring, "kenapa kau tidak bertanya pada adikmu sendiri, tuan?"
"Karena dia pasti akan tertekan jika kutanyai."
"Bukan urusanku. Menyingkirlah, aku benar-benar harus pulang."
Myungsoo menatap gadis di hadapannya dengan wajah datar. Dia tau bahwa Jiwon memiliki masalah dengan gadis ini, tapi tidak bisa menebak apa yang telah terjadi di antara mereka sehingga keduanya selalu terlibat dalam pertengkaran yang hebat.
"Kau tau Jiwon hampir dilecehkan."
"Ya terus?"
"Kau bisa membantu dengan memberitahu siapa pelakunya."
"Ck, sudah kukatakan itu bukan urusanku," Sooji berdecak kesal, "lagian dia memang pantas mendapatkannya."
Tatapan Myungsoo berubah tajam ketika mendengar komentar tersebut, "apa maksudmu mengatakan itu?"
"Kau mendengarku dengan jelas. Adikmu pantas mendapatkannya."
Kedua tangan Myungsoo mengepal, wajahnya tetap datar tapi matanya tidak bisa menyembunyikan kenyataan bahwa saat ini dia sedang marah, dan Sooji menyadarinya. Melirik ke arah tangan pria itu kemudian tertawa sumbang.
"Kenapa? Kau marah?" Dengan nada pongah Sooji bertanya membuat kemarahan Myungsoo semakin menjadi sehingga satu tangannya terangkat namun, kalimat yang diucapkan Sooji membuat tubuhnya menegang, "ingin memukulku? Lakukan saja, aku sudah terbiasa jadi satu tamparan darimu tidak akan terasa."
Myungsoo langsung sadar dengan apa yang baru saja dia akan lakukan dan buru-buru mengucapkan, "maaf.."
"Menyingkirlah, aku tidak ada urusan denganmu."
Dengan begitu Sooji pergi meninggalkan Myungsoo yang masih terdiam di tempatnya. Pria itu hanya menatap punggung Sooji yang menjauh dengan perasaan gamang.
"Bagaimana bisa kau hampir memukul perempuan, bodoh!" Myungsoo merutuki dirinya, tapi tidak bisa dipungkiri apa yang dikatakan gadis itu benar-benar membuatnya lupa diri. Dia tidak pernah suka ada orang lain yang nengganggu atau menghina adiknya, sejak dulu dia selalu memukul anak laki-laki yang suka mengganggu Jiwon di sekolah, jadi ketika mendengar penghinaan itu untuk adiknya, dia hampir lupa diri bahwa yang baru saja berdiri di depannya adalah seorang perempuan.
〰〰〰
Siang itu Sooji tidak bisa menahan kekesalannya, bukan karena baru saja dipanggil ke ruang dosen untuk ke sekian kali karena membuat masalah. Tapi karena kedua orangtuanya yang tumben bisa menyanggupi surat panggilan ke kampusnya, padahal biasanya mereka menolak panggilan itu dengan alasan sibuk dan tidak sedang berada di Seoul.
Dan lebih parahnya lagi, ketika berbicara dengan dosen pembimbingnya tadi, orangtuanya malah terkesan menyalahkan dirinya. Padahal yang dia lakukan hanya membela diri.
Jadi ceritanya saat tidak memiliki kelas tadi, Sooji ke kantin kampus dan berniat untuk makan, tapi sialnya seorang pria berjalan dari arah belakang hingga menabrak dan menumpahkan jus di bajunya. Sooji tentu marah saat itu, tapi si pria bodoh itu malah balik marah dan menyalahkan karena sudah menghalangi jalannya.
"Kau yang bodoh. Jalan tidak melihat!" Sooji mendengus saat itu, tapi si pria bodoh malah tersinggung dan menumpahkan sisa jus di dalam gelasnya ke wajah Sooji.
"Apa yang kau lakukan bodoh!"
"Itu untuk mulut kurang ajarmu," pria bodoh itu berujar sembari tersenyum remeh sebelum berbalik dan meninggalkan Sooji yang menjadi bahan tontonan di kantin.
Tapi Sooji tidak membiarkan pria itu lolos begitu saja, karena sekarang dia sudah mengejar si pria bodoh dan melayangkan tendangan dari belakang hingga pria itu jatuh tersungkur.
"Apa-apaan!"
"Itu untuk sikap kurang ajarmu." Sooji mendengus lalu pergi meninggalkan pria bodoh itu. Sekarang skornya satu sama, dia bahkan bisa mendengar beberapa orang menertawai si pria bodoh.
"Orang bodoh memang layak di tertawai."
Sooji pikir, masalah mereka sudah selesai. Tapi nyatanya tidak.
Pria itu bukan hanya bodoh, tapi banci. Karena satu jam kemudian dia di panggil ke ruangan dosen atas tuduhan penganiayaan terhadap salah satu mahasiswa.
Astaga! Bagian mana dari tindakannya yang terlihat menganiaya? Dia hanya menendang pria itu, salahnya sendiri terlalu lemah hingga terjatuh. Bersyukur dia tidak menghajarnya hingga babak belur.
"Dasar banci!" Itu yang dibisikkan Sooji ketika duduk di samping si pria bodoh yang sudah ada di dalam ruangan terlebih dahulu. Pria itu terlihat mengetatkan rahang dan mengepalkan kedua tangannya, tapi tidak melakukan apapun.
Hingga hampir tigapuluh menit Sooji mendapatkan ceramahan dari dosen, kehadiran kedua orangtuanya membuat dia sangat terkejut. Seharusnya mereka tidak perlu datang seperti dulu-dulu. Dia tidak ingin mendapatkan ceramahan ekstra dari mereka, tapi melihat wajah keras ayahnya membuatnya harus pasrah karena dia pasti akan dihukum lagi.
"Maafkan anak kami Bu, dia memang pembuat onar." Begitulah ucapan ibunya, dia bahkan tidak mau repot-repot mendengar kronologi cerita sebenarnya dan langsung memvonis bahwa Sooji yang bersalah.
Alhasil, Sooji hanya bisa pasrah ketika sang ibu memaksanya untuk meminta maaf pada si pria bodoh itu. Meskipun mengucapkan maaf, tapi jelas dari wajahnya dia terlihat enggan. Bahkan untuk menatap wajah dongo pria itu saja Sooji merasa muak, jadi dia hanya mengucapkan maaf asal-asalan lalu keluar dari ruangan itu tanpa menunggu kedua orangtuanya.
Dia sudah terlanjur kesal dan marah. Bisa-bisanya yang menjadi tersangka di sini adalah dirinya, seharusnya pria bodoh itu yang meminta maaf padanya karena sudah lebih dulu menumpahkan jus di baju dan secara sengaja menyirami wajahnya. Dan apa yang dilakukan orangtuanya? Mereka malah membela pria itu dan ikut-ikutan menyudutkannya. Mana ada orangtua yang malah menyalahkan anaknya sendiri?
"Oh yeah! Kau punya dua orang yang seperti itu Sooji," desisnya sembari tertawa kecut.
Dengan wajah tertekuk dalam, Sooji langsung berjalan menuju gerbang kampus. Dia tidak ingin tinggal di sini lebih lama. Lebih baik dia ke cafe untuk mengumpulkan uang tabungannya yang baru saja berkurang drastis kemarin.
"Bae Sooji?"
Tapi, langkahnya terhenti. Tepat sebelum mencapai gerbang, seorang pria menghadang jalannya, Sooji menautkan kedua alis seraya menatap pria itu, sedetik kemudian dia melongos.
"Kau lagi. Apa kau tidak punya kerjaan lain selain menguntitku?" Sooji mendengus, sudah cukup harinya dibuat sial dengan orang-orang bodoh itu. Dia tidak mau lagi hari ini bertambah buruk dengan menghadapi kakak Jiwon yang luar biasa menyebalkan.
"Saya perlu berbicara denganmu."
"Sudah kukatakan itu bukan urusanku. Berhenti menggangguku."
"Jiwon mengatakan kau merekam kejadiannya, saya perlu video itu untuk jadi barang bukti."
Sooji melotot, dia kesal karena pria itu masih bersikeras dan mengabaikan penolakannya, "tidak ada video apapun." Tukasnya dengan tegas.
"Jangan berbohong, kau sendiri mengatakan merekam kejadian itu dan Jiwon mendengarnya."
"Terserah. Kalian kakak adik sama-sama menyebalkan," gerutu Sooji, "pergi dari sini. Dan berhenti mendatangiku."
"Tidak akan, sampai kau mau memberikan video itu."
Sooji memutar bola matanya, kepalanya seperti berasap menghadapi kekeras kepalaan pria itu. Dia baru saja akan mengeluarkan makian, tapi suara ayahnya yang memanggil namanya dari belakang membuatnya bungkam.
"Sooji!"
Dia menoleh dan menemukan ayah serta ibunya sudah berdiri beberapa meter di belakangnya dengan wajah yang sangat tidak bersahabat. Sooji mendesah panjang kemudian kembali menatap pria yang masih kukuh di hadapannya.
"Bodoh, berhenti mengusikku."
"Videonya..."
"Astaga! Kau ingin video itu? Ambil semuanya! Kau akan menyesal karena tidak akan menemukan apapun di sana." Sooji berteriak kesal sembari melemparkan ponselnya ke arah pria itu, kemudian dia berbalik untuk menemui orangtuanya. Persetan dengan ponselnya, sekarang dia hanya ingin mencari sesuatu yang bisa dia pukuli untuk menyalurkan kemarahannya.
Namun, yang tidak disangka-sangka, ketika berdiri tepat di hadapan ayahnya, dia langsung mendapatkan sebuah tamparan panas dari pria paruh baya yang selama ini tidak pernah terlihat peduli padanya. Amarahnya yang tadi menggebu-gebu langsung menguap, digantikan dengan perasaan shock.
"Masuk ke mobil." Ayahnya berujar dengan suara yang sangat dingin, disertai dengan sang ibu yang memberi tatapan penghakiman kepadanya. Kemudian mereka berdua lebih dulu masuk ke mobil.
Mata Sooji memerah, seperti pipinya yang juga terasa panas serta perih. Dia kemudian mengangkat dagunya dengan pongah dan menatap sengit orang-orang yang tidak sengaja melihat kejadian itu, Sooji tidak mau terlihat lemah karena itu bukanlah dirinya.
Bukankah dia sudah terbiasa? Jadi satu tamparan tidak akan terasa, kan?
"Sooji!"
Sooji mengepalkan kedua tangannya lalu masuk ke mobil menyusul kedua orangtuanya. Dia hanya bungkam dan memilih tidak membela diri ketika ibunya melakukan serentetan tuduhan dan mengomelinya sepanjang jalan. Karena dia tau sekeras apapun dia melakukan pembelaan, ibunya telah dibutakan oleh tuduhan tak beralasan. Jadi hanya akan membuang-buang waktu saja.
Yang membuat Sooji heran, mengapa mereka terlihat peduli?
Bukankah selama ini apa yang dia lakukan sama sekali tidak berguna, jadi mengapa mereka harus terlihat seperti orangtua yang peduli sekarang ini?
Kenapa harus bersikap sok menjadi orangtua yang baik ketika dia hanya mendapatkan masalah?
Kenapa tidak seperti dulu-dulu saja?
〰〰〰
To be continued...
Haluu kemarin kan ketikanku sempat hilang, pdhal jadwal update sebenarnya itu kemarin 😭 jadi terpaksa aku ketik ulang dan baru kelar tadi pagi. Dan baru sempet update pas sampe kantor 😂
Udah aku mau curhat itu aja 😆
[31/10/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top