Chap VI

Chapter sebelumnya ...

Mimpi aneh belakangan ini menghantui Clue, terlebih dengan status siaga yang tak kunjung dicabut dari Kepala kepolisian, membuat partner detektif itu dalam keadaan yang tidak prima. Sikap David kepada Clue pun semakin menjadi jadi, meski tidak berubah secara signifikan, namun David terlihat lebih khawatir dan perhatian pada partner sekaligus junior dan "sosok titipan berharga" dari mendiang partnernya yang dulu.

Di sisi lain, Josh membuat sebuah bisnis yang membuatnya harus melakukan hal mengerikan dan tak terlupakan sampai akhir hayatnya. Demi sebuah benda yang memiliki kemungkinan terkecil sebagai kunci untuk menghentikan malapetaka, Josh harus merelakan tubuh dan harga dirinya hancur hanya dalam hitungan jam di tangan 20 pria yang dengan sengaja memanfaatkan keadaan untuk meluapkan nafsu busuk mereka.

Tak jauh berbeda, nasib malang tiba-tiba menimpa pria bersurai pirang dengan sifat selalu ceria, dan merupakan salah satu opsir di kantor kepolisian Monourea yang diberikan atensi khusus oleh pak kepala bernama Alvin. Berniat hati pergi ke sebuah event Jepang yang sangat ia tunggu tunggu sejak lama, setelah berpamitan dengan kedua seniornya, Alvin harus menimpa hal buruk dari niat baiknya membantu orang. Siapa sangka orang yang ia bantu adalah seorang pria misterius yang memiliki niat lain, dan Alvin memanglah targetnya sejak awal?

=====

"hei hei, kau sudah dengar beritanya? Katanya panti asuhan kumuh di pinggir danau terbakar semalam! Tidak ada yang selamat kecuali pelakunya yang berhasil melarikan diri!"

"Ya! Aku juga dapat kabar kalau pelaku adalah salah satu anak yang tinggal di panti asuhan itu sendiri! Bukankah gila?! Hahaha! Mengerikan! Harusnya anak itu segera ditemukan dan bunuh di tempat! Pendosa sepertinya tidak punya tempat di dunia ini!"

Aku hanya diam mematung menatap segerombolan gadis sekolah tengah bergosip di tempat duduk, beberapa murid lain turut menjadi pendengar bijak di sekitar mereka. Wajah mereka sepenuhnya hitam, hanya bola mata yang putih dan mulut menyeringai lebar.

Ah ... Sejak kapan ya ... Aku terakhir kali memimpikan ini? Sepertinya sudah sangat lama. Mimpi yang sama, dialog yang sama, hanya para tokohnya yang berbeda.

"oh ya, omong omong ... Anak baru itu, bukankah dia aneh?"

Seorang gadis mulai membicarakan salah satu anak di kelas mereka dengan nada berbisik ...

"Benar, aku bahkan tidak pernah melihatnya berbicara sedikitpun, apa dia bisu? Kasihan sekali."

Gadis lain menanggapi dan mulai melirik ke arah anak itu ...

"wajahnya sih tampan, tapi dia terlalu menyeramkan. Seperti seorang pembunuh, atau jangan jangan ... dia memang pembunuh?"

Setelah itu mereka mulai memuji sekaligus menghina secara bersamaan ...

"hiih! Kau mengada ngada! Tapi memang dia sangat menyeramkan."

Setelah terkekeh bersama, mereka akan menatap ku, dengan tatapan kosong itu dan mengatakan ...

"bukankah begitu kak?"

Dan aku hanya diam membeku menatap mereka tanpa bisa membalas ucapan mereka ...

Aku hanya diam menatap anak anak gadis di hadapan ku dengan tatapan datar, ini akan berakhir sama, setelah ini aku akan terbangun da--

"kenapa kau melakukan semua ini?"

?!?!

Eh?

Apa ini?

Rasanya ...

Kedua mataku membulat sempurna, napasku seketika tercekak, aku tidak bisa bernapas dengan benar. Ini tidak seperti biasanya, sesuatu terasa merambat di pergelangan kaki, sesuatu yang dingin dan menjijikkan. Perlahan aku menoleh, menatap sosok asing yang kini berdiri tepat di belakang. Seorang pria dengan pakaian yang seluruhnya hitam, menatap ku dengan tatapan kosong.

"Kenapa kau melakukan semua ini?" pertanyaan yang sama terlontar kembali, nada suaranya sarat akan kekecewaan dan kebencian yang ditunjukkan langsung untuk ku. Aku tak dapat bergerak dari posisi ku saat ini, sulur sulur hitam yang sebelumnya merambat di pergelangan, kini sudah melahap sebagian dari kakiku.

Aku berusaha tetap tenang di posisi yang sama, menatap kedua manik kosong itu tak gentar. Ini hanya mimpi, semua ini tidak nyata, aku hanya perlu terbangun dari tidur dan hal ini akan menghilang.

"Kau masih bisa tenang ya? Setelah semua hal keji yang sudah kau lakukan, bahkan Surga pun menutup pintunya rapat rapat untuk mu." Sosok itu perlahan menunduk, meletakan kedua tangannya di punggung dan segera berputar membelakangi ku.

Aku mendengus kasar menatapnya datar. "Kau tidak tahu apapun, bahkan jika Surga dan Neraka menutup pintu mereka, aku tidak peduli," ucapku sambil melirik ke arah sulur sulur hitam yang kini sudah menutup setengah bagian tubuhku. Sosok itu hanya diam di tempat, tak lagi bersuara dengan kalimat kalimat tak masuk akalnya. Cukup lama kami berada di dalam keheningan, sulur itu semakin merambat naik bahkan hampir menutupi penglihatan ku. Aku tidak memberontak, sesuatu menahan ku untuk itu.

Di saat terakhir sebelum seluruh penglihatan ku tertutup, sosok itu kembali menoleh ke arahku. Dengan senyum tipis yang terasa hangat, sepatah kalimat terlontar dari mulutnya.

"kita akan bertemu lagi, Adam."

[] [] [] [] [}

"Tu-tuan?! Anda baik baik saja?!" pekik seorang wanita paruh baya tatkala melihat tubuh Josh yang terperanjat secara tiba-tiba dan terbangun dari tidurnya. Dengan peluh yang mengalir dari pelipisnya, ia tolehkan kepala menatap sekeliling. Beberapa orang Nampak mengerumuni dan memperhatikannya penuh tanda tanya dan khawatir, diantaranya tak segan menyodorkan botol minum dan tisu poket sebagai bentuk rasa empati mereka.

"Anda baik-baik saja tuan?" tanya wanita itu lagi. Josh hanya diam, otaknya cukup lambat saat ini untuk mencerna apa yang sudah terjadi dan apa yang saat ini terjadi. Matanya yang sebelumnya melirik ke arah orang orang itu, kini jatuh ke sebuah tas yang ia peluk erat erat.

"Ah ..." Josh sedikit mengeluarkan suara seakan paham apa yang sudah terjadi, seulas senyum lelah sedikit terukir di bibirnya, dengan tatapan canggung dan kulit pucat bersimbah keringat dingin. "M-maaf membuat anda semua khawatir. Saya sudah baik baik saja sekarang," tuturnya sopan sebelum melebarkan senyumnya meyakinkan penumpang lain di dalam bus.

Satu persatu dari mereka mulai menjauh, helaan napas juga terdengar bersahutan sesaat, meski diantara mereka masih ada yang setia di dekat Josh untuk memastikan apa dia benar sudah baik baik saja. Butuh sekitar 10 menit bagi Josh untuk meyakinkan mereka yang masih di dekatnya kalau dia baik baik saja. "S-saya sudah baik baik saja, terima kasih banyak atas kekhawatiran anda semua," ucapnya meyakinkan untuk yang terakhir kalinya sebelum ditutup dengan obrolan singkat dari wanita wanita paruh baya yang juga memberikan wacana bijak mereka.

Josh menghela napas panjang dan kembali menyandarkan punggungnya di kursi bis, tubuhnya sedikit lebih segar dari sebelumnya meski kepalanya masih berdenyut di bagian belakang. Ia melirik keluar jendela, menatap jalanan yang cukup lengang dari para pengendara, orang orang terlihat lebih memilih menggunakan kaki mereka dan membuat trotoar yang biasanya kosong menjadi penuh sesak, ada yang mengantri untuk masuk ke dalam café dan restoran pinggir jalan, ada juga yang sedang berbelanja buah dan sayur di freshmarket pinggiran. Pemberhentiannya ada di halte terakhir, mungkin juga dia lah orang yang terakhir turun di bus itu.

Helaan napas berat berhembus dari mulutnya, kedua matanya kembali terpejam dan kali ini hanya untuk merehatkan penglihatannya tanpa tertidur.

Di sisi lain ...

Meski matahari sudah hampir menduduki singgasananya, namun keadaan kantor kepolisian Monourea masih dingin mencekam, terlebih di salah satu ruangan milik sepasang penegak keadilan yang sejak pagi pintu ruangan tersebut terbuka lebar. Terlihat seorang pria bertubuh kekar nampak keluar masuk ruangan itu, dan seorang gadis yang juga sesekali menunjukan wajahnya keluar dari ruangan. Keduanya memasang wajah datar, membuat suasana sekitar mereka menjadi dingin mencekam, hampir semua orang yang melewati depan ruangan itu seketika menunduk dalam, tak berani melirik sedikitpun ke arah sana.

Siapa yang tidak akan takut dengan tatapan mereka? Terlebih dengan status yang kedua penegak keadilan itu miliki berkat kasus kasus yang sudah mereka selesaikan sejak dulu, kebanyakan dari penghuni kantor itu tak mau mengambil resiko meskipun dengan sepatah kata, apalagi jika telinga 'si sumbu pendek' mendengarnya.

Tak jauh berbeda dengan ruangan itu, tepatnya di dalam breakroom kantor, terdengar banyak bisikan bisikan yang menyindir salah satu personel disana.

"maksud mu, Alvin si anak emas itu menghilangkan berkas penting? Dan berkas itu adalah kasus Inspektur Kepala David dan Detektif Clue?" tanya salah seorang opsir wanita yang sedang duduk bersama rekannya di sebuah meja bundar berkapasitas 3 orang.

Kedua temannya mengangguk dan saling pandang satu sama lain untuk sejenak sebelum kembali menatap opsir wanita itu. "kau beruntung karena hari ini kau datang siang, tadi pagi sangat mengerikan! Opsir Alvin digiring bersama Inspektur dan Detektif langsung, dan keduanya memasang raut datar yang sangat mengerikan!" ucap salah satu diantaranya dengan wajah cemas dan diberikan anggukan setuju oleh temannya yang lain.

"Memangnya ... Seberapa penting berkas itu? Bukankah seharusnya pak kepala juga memiliki salinan berkas itu jika sangat penting? Dan lagi, kenapa Inspektur kepala tidak menyimpan berkas itu dengan baik jika sangat penting? Ku pikir ini bukan sepenuhnya salah Alvin," ucap opsir wanita itu sambil menyesap kopi kalengan yang ada di hadapannya. Kedua temannya terdiam cukup lama, bukankah terlalu ceroboh baik dari atasan maupun dari Inspektur sendiri tidak memiliki salinan berkas dari kasus yang mereka kerjakan?

"Mungkin ... Mereka tidak sempat membuatnya karena melakukan pekerjaan lain? Kau tahu kan? Sejak Pak Kepala memerintahkan kita untuk siaga, bahkan opsir lapangan seperti kita banyak yang tumbang, mungkin Inspektur Kepala terlalu lelah?" tanya salah satu diantara mereka ragu. Ketiganya merenung bersama menerka alasan apa yang paling tepat atau setidaknya mendekati alasan asli yang dimiliki Inspektur dan detektif sendiri. "Mari kita kesampingkan dulu, aku dapat berita baru soal café di dekat perempatan waktu itu! Barista tampan yang waktu itu sudah tidak bekerja disana lagi, dia mengambil cuti, katanya."

"aww ... Sayang sekali, padahal dia sangat tampan," keluh wanita itu. "Tapi, aku seperti pernah melihat wajahnya entah dimana."

Ketiganya kini asik berbincang santai, saling melempar cerita dan membalasnya dengan candaan ringan. Keadaan ruangan breakroom itu memang tidak sedingin tempat lain, banyak yang memilih singgah disana dibanding ke kantin yang penuh sesak, terlebih saat makan siang.

"Apa Alvin ada disini?" tiba-tiba saja seorang gadis bersurai hitam legam melangkah masuk ke dalam ruang breakroom, bola matanya bergulir mencari sosok lelaki berambut pirang yang menghilang begitu saja setelah dipanggil ke ruang Pak Kepala tadi pagi. Ketiga wanita itu seketika menoleh dengan tatapan terkejut, mereka bangkit dari duduknya dan buru-buru memberi hormat singkat pada gadis itu.

"maaf, Sersan. Kami tidak melihat Alvin sejak tadi disini, terakhir kami melihatnya keluar kantor entah kemana," jawab salah satunya. Clue menatap ketiga wanita itu dalam diam sebelum berbalik begitu saja keluar dari sana. Ia memperlebar langkah kakinya beranjak keluar dari kantor. Dirogohnya ponsel dari dalam saku, dengan cepat jemarinya membuka sandi ponsel itu dan menekan icon telepon disana. Clue menggulirkan layar ponselnya, mencari nama pada daftar kontaknya.

TAP!

Jarinya berhenti bergulir tepat di kontak yang dia cari, segera, ia membuat panggilan pada kontak itu dan mendekatkan ponsel tersebut ke telinganya.

"Inspektur, apa anda sudah menemukan Alvin?" suaranya setelah panggilan itu diangkat.

"dia ada di apartemennya. Pintunya terkunci, aku masih berusaha membujuknya keluar," jawab David di seberang sana.

Clue mengernyit, seorang Inspektur Lucious David yang terkenal dengan tempramennya yang tak terkendali itu berusaha membujuk remaja labil yang sedang puber? Clue mulai membayangkan apa yang akan partnernya itu lakukan disana, mungkin saja pintu apartemen Alvin sudah hancur lebur saat dia sampai karena ditendang paksa?

Clue sedikit bergidik dan kembali bersuara. "saya akan kesana, Inspektur," lanjutnya sebelum mematikan panggilan tersebut secara sepihak. Clue menyimpan kembali ponselnya di dalam saku dan segera pergi menuju parkiran mobil. David memintanya untuk membawa mobil mereka karena hari ini mereka berniat untuk berpatroli beberapa blok dari kantor. Ia mengeluarkan kunci mobil dari sakunya yang lain untuk segera masuk dan menyalakan mesin mobil sebelum meninggalkan parkiran kantor.

Ada yang mengganjal pikiran Clue sejak melihat rekaman CCTV tadi pagi. Gerak gerik yang ditangkap mirip seperti Alvin, tapi yang membuatnya menaruh curiga adalah tatapan Alvin yang tertangkap itu. Tidak pernah sekalipun Clue melihat tatapan datar dengan mata kosong dari anak yang selalu ceria dan hyper react di setiap ada kesempatan itu.

"seperti sedang dikendalikan ..." gumamnya sembari menatap jalanan yang cukup padat. Dahinya mengkerut, menandakan pemilik surai hitam itu meragukan hipotesisnya sendiri. Dengan pengalamannya menangani kasus kasus mistis, tak memungkiri dirinya bisa berpikiran adanya gangguan tak kasat mata seperti itu. Tapi ini terlalu kebetulan, kenapa disaat semuanya sedang lengah kejadian itu terjadi? Dan kenapa hanya berkas mereka yang menghilang?

Clue menghela napas panjang, ia akui adanya kelalaian padanya dan David karena meninggalkan berkas penting tergeletak begitu saja. Jika tidak salah ingat, mereka sedang keluar mencari makan malam itu, dan memang, mereka juga berpamitan dengan Alvin yang sedang membereskan mejanya.

'Apa Inspektur juga menyadarinya..?' batin Clue mengira ngira pada partnernya sendiri.

[] [] [] [] []

Jarak apartemen Alvin dan kantor tidak begitu jauh, hanya 15 menit jika memakai kendaraan pribadi dan 20 menit menaiki angkutan umum. Clue memarkirkan mobilnya di tepi jalan sebelum melangkah keluar, ditatapnya sebuah bangunan yang tidak begitu modern dan tidak begitu tua juga dengan 4 lantai yang dicat berwarna cokelat muda.

Tungkai jenjang Clue segera melangkah memasuki bangunan itu, dia belum pernah kesini sekalipun dan David sudah memberitahu di lantai berapa apartemen Alvin berada lewat pesan. Bola matanya bergulir merekam tiap sudut bangunan itu di dalam otaknya. Clue menaiki anak tangga satu persatu sampai ke lantai 4, sayang sekali bangunan ini tidak disediakan lift bagi para penghuninya.

"Oh, sersan!" seru David yang kebetulan sedang memalingkan wajahnya, Clue yang baru sampai di lantai itu segera berlari kecil mendekatinya. "dia masih belum mau membuka pintu," ucap David sesaat sesampainya Clue di dekatnya. "aku yakin dia pasti di dalam, tadi saat ku tanya pemilik apartemen ini, wanita tua itu melihatnya masuk tergesah gesah sambil menangis dan terlihat kesal," lanjutnya menjelaskan situasi.

Clue menganggukkan kepalanya dan menatap pintu apartemen milik Alvin lekat, ada hal yang benar benar mengganggu pikirannya saat ini mengenai rekaman CCTV itu.

"Inspektur--"

"Sersan--"

Keduanya kini saling melempar pandangan satu sama lain, tak sangka mereka saling memanggil di waktu bersamaan, David dengan cepat memutus kontak mata mereka dan berdeham pelan. "kau bisa duluan, Sersan," tegurnya dan diberi anggukan oleh Clue sendiri.

"Inspektur, aku menyadari ada yang aneh dari video CCTV tadi pagi," ucap Clue membuka perbincangan. "Tidak bisa dipungkiri, dari postur dan kontur wajah itu memang Alvin sendiri dan bahkan gerak geriknya sangat persis seperti Alvin pada biasanya. Tapi aku menangkap perilakunya yang sedikit berbeda dari biasanya, cukup samar, tapi aku sangat tahu ada yang berbeda. Alvin sering mencondongkan tubuhnya sebelum masuk ke dalam ruangan, seperti yang dia lakukan saat memanggil kita ketika dipanggil pak kepala waktu itu."

David seketika mengerutkan keningnya, sepertinya mereka memiliki pemikiran yang sama kali ini. Ia menganggukkan kepala dan beralih menatap pintu kayu mahoni yang sudah sedikit lapuk itu. Untuk pertama kalinya dia ingin mempercayai ucapan juniornya yang berakhlak minus itu, karena ada sesuatu yang menahannya untuk menuduh Alvin yang melakukan hal tidak masuk akal seperti mencuri berkas, terlebih berkas penting. "Aku sejujurnya memikirkan hal yang sama, Sersan. Mengingat dari waktunya juga rasanya cukup janggal. Kemarin kita berpamitan dengan Alvin untuk keluar mencari makan malam bersama sekitar pukul sembilan, bukankah dia bilang ingin pergi ke event jejepangan yang ada di pusat perbelanjaan saat kita berpamitan? Dia juga Nampak terburu buru membereskan mejanya karena dia bilang ada figur--apalah itu yang dia suka terjual terbatas disana," tutur David sambil berpikir, kerutan di keningnya semakin bertambah tatkala ia mengernyitkan matanya. Sesuatu pasti terjadi diantara rentan waktu mereka pergi, tapi apa yang terjadi sebenarnya?

Clue menghela napas, rasanya kejadian mendadak ini akan menjadi kasus yang panjang setelahnya, intuisinya mengatakan memang ada sesuatu yang besar dan berbahaya dari informasi di dalam berkas itu. Di liriknya pintu itu dan tanpa keraguan, salah satu tangannya terangkat mulai mengetuk pelan pintu tersebut. "Alvin? Ini aku, Clue. Apa kau bisa buka pintunya? Ada yang ingin kami bicarakan," suara Clue mengalun lembut, tak ada nada datar nan dingin yang biasa dia pakai sehari hari, David terkesiap sesaat, rasanya mendengar suara lembut milik Clue sebagai sebuah hadiah istimewa yang tak terkalahkan.

David cukup iri karena nada itu bukan untuknya ...

Tak ada jawaban, setelah suara Clue menghilang, kesenyapan menyambut. Beberapa menit berlalu, masih belum ada tanda tanda akan dibukanya pintu di hadapan mereka, dan lagi lagi, Clue menghela napas panjang, tangannya kembali terangkat untuk mengetuk pintu itu lagi sebelum tangan yang lebih besar menahannya, David menatap Clue lekat sebelum beralih menatap pintu, ia menarik napas cukup dalam sebelum menghembuskannya perlahan bersiap membuka suara. "Kami ingin membahas soal tadi pagi, kami yakin bukan kau yang mencuri berkas itu, tapi kami butuh bukti lebih untuk memastikan dan menemukan berkasnya--"

CLACK!!

Pintu tiba-tiba terbuka dan menampakkan Alvin yang nampak terkejut dengan mata sembab dan rambut berantakan, pakaiannya lusuh dan sedikit basah di bagian kerah, sepertinya lelaki itu tidak berhenti menangis sejak pagi tadi, bibirnya juga sedikit pucat. David dan Clue berjengit samar hampir bersamaan, tak dapat dipungkiri keterkejutan mereka melihat sosok periang dan selalu aktif milik Alvin yang menjabat sebagai opsir di kepolisian itu menghilang seluruhnya hanya dalam hitungan jam. Memang, stress dan shock tiba tiba bisa menjadi hal buruk untuk kesehatan yang dapat berakhir fatal.

"kenapa kalian tidak membela ku tadi saat berhadapan dengan pak kepala?!" serunya dengan tatapan yang berubah marah, keningnya mengernyit kuat dan tatapannya menajam meski bola matanya kembali berkaca kaca.

David ikut mengernyit, itu hal yang mustahil dilakukan! Apa yang ada di pikirannya sampai melemparkan pertanyaan bodoh seperti itu? "apa menurut mu kami bisa membela mu? Kau sudah tahu jawabannya sejak awal, tapi kau melemparkan kemarahan mu pada kami tanpa alasan mendasar," ucap David sambil menghela napas gusar, kali ini ia harus menahan amarahnya, kecurigaannya sangat besar, dan untuk membuat anak labil dengan kepribadian layaknya ABG mau membuka mulut, David harus menahan kewarasan dan amarahnya tetap stabil sekuat mungkin. Alvin kembali diam dan perlahan menundukkan kepala, ia kembali terisak dengan bahu gemetar kuat.

suasana kembali senyap, hanya terdengar isakan kecil milik Alvin, kicau burung samar yang terbang di luar sana, dan suara klakson serta deru mesin kendaraan yang saling sahut menyahut dari kejauhan. Clue mengambil gerakan pertama untuk mendekat pada Alvin, ia menepuk pelan bahunya dan menatap lekat manik hijau kebiruan itu. "kami akan membantu mu, dan kami akan sangat terbantu jika kau mau bekerja sama dengan kami."

Alvin mengernyitkan keningnya kuat, dengan mata sembab dan memerah ia menatap kedua seniornya tidak percaya, masih terasa jelas kemarahan dalam tatapannya saat ini. "kalian sama menyebalkannya dengan pak kepala ..." gumamnya sambil mendengus samar.

Oh sudah cukup! Kesabaran David sudah ada di ujung tanduk, dia sudah tidak sanggup lagi menahan tangannya untuk tidak melayangkan tinju ke wajah pucat Alvin. Dengan sentakan kuat, David meraih kerah kemeja Alvin dan menariknya kuat, sampai sampai membuat tubuh Alvin yang tergolong kurus itu sedikit melayang.

"Inspektur!--"

"dengarkan aku bocah sialan! Aku benci mengatakan hal yang sama untuk yang kedua kalinya, jadi buka telinga mu baik-baik! Jika kau bisa mengatur emosi mu yang menyebalkan dan tingkah sialan mu ini, kita akan lebih cepat menyelesaikan masalah ini dan aku akan menjamin hukuman mu dicabut pak kepala," ucap David dengan mata menyalak tajam dan urat yang mencuat di leher dan keningnya. Ia mengeratkan cengkraman di kerah kemeja Alvin, membuat sang empu yang sebelumnya memasang wajah kesal seketika berubah menjadi penuh ketakutan dengan bibir bergetar samar.

Clue yang ucapannya dipotong begitu saja hanya bisa diam memperhatikan keduanya dalam kebisuan, dia tidak bisa--tidak mau ikut campur, David sudah seemosi itu, dan beruntung tidak sampai menghancurkan barang barang yang ada di sekitarnya atau bahkan sampai melayangkan tinju yang bahkan bisa memperburuk keadaan. Clue menghela napas panjang, meski tidak mau ikut campur, tapi dia harus bukan?

Perlahan Clue membuka langkah mendekat pada partnernya, diraihnya tangan kekar yang masih mencengkeram kuat kerah kemeja Alvin dan berusaha melepaskannya selembut mungkin tanpa paksaan. "Inspektur. Tolong lepaskan Alvin, dia hanya akan ketakutan jika anda menggunakan kekerasan," tuturnya setenang mungkin seraya membantu David menetralkan emosinya.

Lambat, cengkraman itu mulai terlepas, David tanpa sadar mengikuti permintaan Clue dan membiarkan tangannya terus digenggam dan dituntun. Ada perasaan asing yang lagi lagi menyeruak ke dalam rongga dadanya, dan dia masih belum tahu pasti perasaan apa yang sebenarnya dia rasakan saat ini. Clue menghela samar setelah David melepaskan cengkraman itu, dan ia tidak sama sekali melepaskan genggamannya di tangan kekar yang terasa hangat itu. Entahlah, diam diam Clue merasa nyaman di saat mencekam seperti ini.

Tatapan Clue kini beralih ke arah Alvin yang sudah jatuh terduduk masih dengan wajah ketakutan. Di tatapnya lekat kedua netranya dalam dalam, pikirannya kembali pada instingnya dan hasil analisanya yang sejalan dengan David. "maaf membuat mu ketakutan Alvin, tapi kami benar-benar ingin membantu kali ini, karena kami merasa ada yang janggal," suaranya kembali mengalun memberikan ketenangan dibalik wajah datar tak berniat memberikan ekspresi apapun. "jika kau sudah lebih tenang, kami harap kau mau datang ke kantor dan menemui kami. Kau tahu dimana bisa bertemu dengan kami."

Setelah sepatah kalimat itu terlontar, Clue segera menarik tangan David untuk segera meninggalkan Alvin yang masih terduduk di depan pintu apartemennya sendiri dengan wajah ketakutan. Bagaimanapun, Alvin sudah lebih dari dianggap dewasa untuk bisa menentukan pilihannya sendiri. Dia tidak mau menunggu langsung disana. Genggaman tangan Clue pada David mengerat, ia tidak sedikitpun menoleh ke arah pemilik tangan yang sedaritadi memperhatikan tangan mereka yang bertaut tanpa berkedip. Mereka menuruni anak tangga dan segera keluar dari bangunan itu menuju tempat dimana mobil patroli mereka Clue parkirkan.

Sesampainya di dekat mobil, Clue kembali menghela napas dan barulah genggaman itu ia lepaskan. Ia kini berbalik menghadap David dan menatapnya lekat. "Inspektur--"

Lagi lagi interupsi memotong suara Clue, kali ini berasal dari ponsel David yang berdering, menandakan adanya panggilan masuk dari seseorang. David yang sedaritadi hanya diam berjengit kecil dan segera merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan itu. "Larry? Ada apa?"

"David, apa kau sedang bersama Clue? Pak Kepala meminta kalian untuk menangani kasus mendadak. Apa kalian bisa datang? Aku akan mengirimkan lokasinya, dan berkasnya sudah ada padaku--



--apa kau ingat setumpuk mayat ditemukan di dalam gang dengan keadaan yang... Mengenaskan yang dijelaskan pada rapat malam itu? Pak kepala meminta kalian yang menyelesaikan kasus ini. Segeralah datang jika kalian bisa."

+++++

Tbc
Author

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top