Chap I

days ago ...

"Sersan, kau sudah menyelesaikan laporan kasus sebelumnya?" ucap inspektur mengalihkan atensinya sejenak dari lembaran kertas putih yang berserakan di atas mejanya.

Ini sudah hari kelima aku tidak menjejakan kaki keluar dari ruangan kami, bukan hanya karena perintah pak kepala untuk bersiaga, namun juga untuk mengikis tumpukan laporan yang terus bertambah tiap harinya.

Jemari ku tak henti bergerak di atas papan ketik, kedua bola mata ku terus bergulir memperhatikan tiap kata yang ku buat di layar monitor. Mengabaikan pertanyaan inspektur yang sudah ia lontarkan beberapa detik lalu, setidaknya telinga ku sudah siap mendengar pertanyaan yang sama untuk kedua kalinya.

Namun, alih alih mendapatkan jitakan, ku dapati inspektur beranjak dari kursinya. Seketika jemari ku berhenti bergerak dan segera menoleh ke arah inspektur secepat mungkin. "maaf inspektur, saya terlalu fokus mengerjakan laporan," ujarku yang tidak digubris inspektur.

Tidak biasanya, aku ingat jelas dan sangat hapal apa saja yang akan terjadi jika aku tidak menjawab pertanyaan inspektur. Mulai dari mengulang pertanyaan sampai cibiran.

Bukan suatu hal yang buruk sebenarnya, bahkan terasa wajar semestinya terjadi.

Dan kali ini aku merasa ada yang aneh---tidak, ini sangat aneh. Tidak pernah inspektur pergi begitu saja sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan, tidak ada yang bisa menyaingi tabiat inspektur, bahkan pak kepala sekaligus. Memang benar-benar luar biasa.

Aku kembali menggerakan jemari ku di atas papan ketik, ku akui, laporan laporan yang menumpuk ini jauh lebih penting daripada pertanyaan inspektur meski aku tahu tidak sopan mengabaikan pertanyaan senior terlebih partner ku sendiri.

Cukup lama aku berkutak dengan ratusan kata yang muncul di monitor di hadapan ku, sampai aku tak sadar inspektur sudah duduk di samping ku, memperhatikan ku, sembari meletakan segelas cokelat panas yang tercium sangat nikmat dari aromanya di bagian bersih meja ku.

"ku rasa kau membutuhkannya, jika kau mau aku akan menggantikan mu. Kau bisa tidur beberapa menit disini," tutur inspektur.

Jemari ku kembali membeku di udara. Inspektur cukup aneh akhir akhir ini, dia bisa saja muncul dimana pun tanpa ku sadari---tidak juga, ku akui aku memang terlalu fokus dengan apa yang ku kerjakan sampai tidak menyadari keberadaan inspektur---dan membawa barang barang yang memang ku butuhkan, padahal dia sangat marah jika aku makan atau minum manis di dekatnya, dia akan menceramahiku habis habisan dan memaksaku memakan lebih banyak sayur dan daging kesukaannya.

"terima kasih banyak ... Inspektur?" ucap ku sedikit ragu sembari melirik ke arahnya. Ini sudah lewat seminggu tingkah laku inspektur lembut padaku, rasanya ada yang tidak beres, sepertinya inspektur terbentur sesuatu atau dia menyiapkan hukuman besar untuk ku.

Oke, mari ku ingat apa saja yang sudah ku lakukan belakangan ini---

---oh tentu saja bercanda, aku tidak kemana pun dan menghabiskan waktu ku di dalam ruangan bersamanya untuk waktu yang lama, menyelesaikan laporan dan bersiaga atas perintah pak kepala.

Inspektur hanya diam, memberikan atensinya pada laporan yang tengah ku kerjakan. "inspektur? Kau baik-baik saja bukan?" tanya ku dengan keraguan penuh.

"apa maksudmu?" inspektur menjawabnya singkat dengan sebelah alis yang terangkat menatap ku. "lupakan soal itu, aku punya firasat buruk. Sepertinya sebentar lagi kita akan mendapatkan kasus yang rumit," lanjutnya. Raut wajahnya terlihat serius namun sarat cemas menatap layar monitor. Ku rasa aku mengerti kenapa belakangan ini inspektur terasa begitu dekat dengan ku.

Aku hanya diam mengangguk menjawab pernyataan insperktur dan kembali mengerjakan laporan yang sedikit lagi selesai.

Tap!

Aku menghela napas panjang, setelah beberapa jam memandang monitor tanpa bergerak membuat punggung ku mati rasa. Aku segera merenggangkan tubuh ku dan bersandar di punggung kursi. "aku sudah selesai, inspektur," ucap ku dengan kedua mata terpejam.

"kau bisa istirahat dulu. Aku yang akan melapor," ucapnya sembari bangkit dari duduknya. aku hanya diam menganggukkan kepala menjawab ucapan inspektur, kedua mataku tidak bisa ku buka, terlalu nyaman sampai sampai membuat tubuhku terasa melayang.

ku rasa aku akan tidur sebentar

[] [] [] [] []

David POV

Sudah hari ke lima pria tua itu memberikan perintah siaga untuk seluruh anggota kepolisian, aku tidak tahu alasan jelasnya, namun rapat terakhir mengatakan adanya penyerangan beruntun yang ditujukan untuk kepolisian Monourea. Anehnya, dua hari yang lalu pak kepala kembali memberi laporan jika penyerangan itu sudah berhenti dan menghilang begitu saja, tapi dia memerintah kami untuk tetap bersiaga seminggu penuh. beberapa personel sudah diturunkan untuk memburu pembuat onar itu, tapi sampai sekarang belum ada kabar terbaru.

aku melirik ke arah Clue yang sudah tertidur di kursinya, kulitnya yang pucat terlihat semakin pucat, dia bekerja tanpa henti setelah pak kepala memberikan perintah siaga, jika tidak salah ku ingat, bahkan waktu makannya pun berantakan. Aku mengernyit kecil dan beranjak mengambil matel cokelat ku yang tergantung di dekat dinding, segera, aku menyelimuti tubuh kecil itu dengan mantelku.

lihatlah, bahkan tubuhnya tak terlihat lagi karena mantelku, sepertinya aku harus meneraktir anak ini setelah semuanya usai.

Ku lirik mesin print yang terus mengeluarkan selembar demi selembar kertas penuh tulisan. Clue benar-benar gadis yang luar biasa, sering kali aku terkejut dan takjub dengan tindakan dan pola pikirnya meski lebih sering jengkel karena dia lebih hebat---

---baiklah, baik. Dia memang lebih hebat dariku, tapi, hei! Aku tetap menjadi agent terbaik bulan ini!

Beberapa menit berlalu, selagi menunggu seluruh laporan tercetak, aku kembali memeriksa laporan yang ku buat untuk yang kedua kalinya sebelum ku cetak juga setelah milik Clue.

Bunyi bising khas mesin printer perlahan memudar, ruangan ini kembali senyap seperti sebelumnya. Sesekali aku menoleh menatap Clue yang tidur sangat damai---

---bahkan terlihat seperti mati

Okay, kau sudah gila David. Tidak mungkin hal itu terjadi. Aku menghela napas gusar dan kembali membereskan laporan yang sudah siap ku serahkan pada pak kepala saat ini.

"Inspektur, pak kepala mencarimu." terdengar suara dari ambang pintu. Aku menoleh, menatap sosok bocah dengan rambut pirang yang biasa menghancurkan ketenangan hari hariku.

"aku akan segera kesana, terima kasih." ucap ku singkat. Cukup aneh awalnya, tiba-tiba saja cecunguk itu menjadi pendiam dan penurut seperti anjing yang sudah dilatih. Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi dengan otaknya, tapi sejujurnya aku cukup khawatir dengan itu ...

Masalahnya, sesuatu yang berubah secara mendadak lebih sering membawa petaka daripada hal baik. Terlebih dalam kondisi mencekam seperti ini.

Alvin terlihat diam di tempatnya, memandang seisi ruangan yang dapat ku lihat gerak geriknya dari ekor mataku. Ia sesekali mencondongkan tubuhnya agar masuk ke dalam ruang. "Inspektur."

Aku kembali menoleh, menaikkan sebelah alis ku menunggu kelanjutannya.

"anda tahu kan? Pak kepala sudah membangun kamar mandi khusus untuk semua petugas agar bisa mandi selagi di kantor? Sepertinya anda membutuhnya sekarang."

Seketika dapat ku rasakan urat di sekitar pelipis ku mencuat, segera ku lepas salah satu sepatu ku dan melemparnya ke arah bocah sialan itu. "bedebah! Enyahlah kau dari sini!" seru ku murka.

"saya hanya memberi saran, inspektur! Anda bau sekali! Bisa jadi masalah untuk sistem pernapasan detektif Clue nee-chan!" seru Alvin yang membuat ku kembali melemparkan sebelah sepatuku yang tersisa.

'BLETAK!'

'BRUK!'

"oowh!"

Kini wajah bocah itu sudah tercetak jelas alas sepatu ku. Aku mendekati tubuh malang yang sudah terkapar dengan posisi yang tidak pantas dilihat dan mengambil sebelah sepatuku. "lain kali akan ku buat kedua sepatu ku menancap di kepalamu, bocah."

Segera ku tinggalkan Alvin yang terkapar mengenaskan dan dikelilingi beberapa orang yang menertawakannya.

[] [] [] [] []

Ruangan pak kepala jauh lebih senyap dan mencekam dari biasanya, meskipun begitu, ku lihat kondisi pak kepala masih tetap prima dan terjaga seperti terakhir kali aku menemuinya.

"terima kasih sudah melaporkan hasil kerja kalian, David." ucap pak kepala singkat sembari menyimpan dua laporan kasus yang baru ku berikan ke dalam laci di mejanya.

Aku menganggukkan kepala menjawabnya. "maaf menanyakan hal ini, pak. Tapi bagaimana keadaan saat ini? Apa masih belum ada perkembangan?" tanyaku menatap lekat manik kelam itu. aku tidak mengharapkan jawaban rinci, sesingkat apapun itu asal membuat perasaan ku kembali tenang.

Pak kepala membalas tatapanku, jauh lebih dalam dari yang ku lakukan. Seketika ruangan ini menjadi panggung bisu antara aku dan pak kepala. Tajam bertemu tajam, mengikis waktu dalam keheningan. Untuk beberapa menit ruangan ini benar benar sunyi, bahkan samar terdengar suara detak jantung kami berdegup bergantian.

Sesaat, pak kepala mengambil ancang, bangkit dari duduknya dan melangkah mendekati jendela memutuskan kontak mata kami yang cukup lama dan mendebarkan itu.

"David, apa kau takut mati?"

Sejenak, aku tertegun. Lagi lagi perubahan mendadak yang tidak pernah ku suka.

"atas nama keadilan, saya mempertaruhkan nyawa saya, pak," jawab ku tegas menatapnya lekat, menunjukan kalimat ku beberapa saat yang lalu bukanlah bualan belaka. Mata ku menangkap seulas senyum samar di bibirnya saat ia berbalik dan berjalan kembali mendekati meja.

"kami sangat bergantung padamu, David---tidak, Danger. Kau aset berharga kami, dan kau sudah membuktikan otoritas mu sebagai agent selama bertahun tahun."

Aku mengernyit kecil, perasaan ku semakin tidak enak. Untuk mendapatkan pujian dari pak kepala nyatanya bukan hal yang sulit, tapi aku rasa ini bukan saat yang tepat untuk mendapatkan itu.

"terima kasih banyak atas kepercayaan yang anda serahkan pada saya, pak. Saya akan terus menegakkan keadilan sampai---"

"sampai kapan?"

Kalimat ku terpotong telak. Seketika pita suara ku enggan bergetar mengeluarkan suara, aku hanya diam membatu, pikiran ku hanyut mencari jawaban pertanyaan yang dilontarkan pak kepala.

Sampai kapan?

Sampai kapan kau terus menjadi penegak keadilan?

Sampai aku mati!

Batinku bersuara, menyerukan jawaban ku mantap. Namun tenggorokan ku terasa kering, tak ada sedikitpun suara yang bisa ku keluarkan saat ini untuk kembali meyakinkan pak kepala. Ia terus menatap ku, begitu lekat seperti sebelumnya.

"kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Saya tahu, butuh waktu sedikit lebih lama menemukannya." kembali, pak kepala memutus kontak mata kami untuk sesaat. Ia meraih sebuah map berwarna hitam yang berada di atas mejanya, masih tersegel dengan rapi, aku yakin bahkan pak kepala pun belum membukanya. Ia mendekat, hingga jarak kami hanya tersisa beberapa langkah saja. Terus menatap ku lekat.

Tanpa ku sadar, tangannya sudah terulur memberikan map itu padaku. Aku melirik map tersebut, cukup lama, ada sedikit keraguan yang muncul di dadaku.

Sial, aku benci perasaan ini.

Keraguan hanya akan menghambatku dan semua yang sudah ku bangun!

Tangan ku perlahan terangkat, terulur mendekati map itu untuk segera meraihnya, sampai kalimat yang terlontar dari mulut pak kepala membuat tangan ku membeku di udara, seakan memberikan ku isyarat untuk mengurungkan niatku.

"saya tidak memaksa. Tapi setelah kau membuka map ini, kau harus menanggung semua resikonya sampai akhir."

Sampai akhir?

Akhir apa?

Akhir yang bagaimana?

Akhir ...

Siapa?

Dapat ku rasakan bola mataku yang bergetar, menatap map hitam di hadapan ku selekat mungkin.

Tangan ku kembali bergerak, dengan mantap menggenggam map itu. Seketika aku menghembuskan napas panjang, pak kepala mundur beberapa langkah menjauh. "saya menyerahkan kasus ini padamu, Agent Danger. Saya mengharapkan yang terbaik darimu dan Agent Change."

Ku tatap map di genggaman ku lekat lekat, terasa hangat, namun juga dingin.

Aku tahu jelas ini kasus yang sangat berbahaya.

Segera aku mendongak, menatap pria paruh baya di hadapan ku lekat penuh keyakinan.

"yes sir!"

[] [] [] [] []

Setelah berbincang singkat membicarakan kasus yang akan ku selesaikan, aku pun pamit dan beranjak keluar dari ruangannya.

Helaan napas gusar keluar dari mulut ku entah sudah yang ke berapa kalinya. Semua yang pak kepala katakan padaku terus terngiang, terekam jelas di otak ku.

Langkah ku berhenti saat mendapati ruangan ku dan detektif di penuhi beberapa personel yang terlihat keluar masuk dari sana. Dengan cekatan aku langsung menerobos masuk ke dalam ruangan, mengabaikan gerutuan dan seruan orang yang sengaja ku tabrak. "ada apa ini?!" seru ku mengalihkan atensi penghuni ruangan yang berlipat ganda dari biasanya.

Ku lihat Anne dan Jack tengah menenangkan Clue yang entah kenapa terlihat lebih pucat dari sebelumnya saat ku tinggal melapor. Mantel ku yang ku gunakan untuk menyelimutinya kini membalut tubuh mungil itu seluruhnya dengan benar. Alvin terlihat khawatir sambil membawa sebuah gelas berisi air hangat jika ku tebak.

"ah, David, maaf jika kami membuat mu terkejut. Clue tiba-tiba saja menjerit saat tidur tadi, kami pikir terjadi sesuatu, jadi kami langsung bergegas masuk." Larry, menatap ku sembari menjelaskan apa yang baru saja terjadi.

Aku membuang napas ku berat, menetralkan degup jantungku yang sempat meningkat beberapa detik lalu. "terima kasih, Larry," ucap ku singkat dan segera beranjak mendekati gadis itu.

Perlahan aku berlutut di hadapannya, merendahkan tubuh ku untuk melihat jelas wajahnya. Bibirnya pucat dan nampak bergetar samar, meskipun tatapannya terlihat seperti biasanya, namun aku menangkap rasa takut dari kilatan bola matanya. Tangan mungilnya bertaut, seakan merapalkan doa dan meyakinkan diri bahwa dia sudah sepenuhnya sadar.

"maaf membuatmu khawatir, Inspektur. Saya hanya bermimpi buruk." dengan suara parau serak khas orang yang baru bangun dari tidurnya Clue membuka mulut, maniknya menatap ku, meyakinkan ku bahwa dia sudah baik-baik saja.

"aku meminta mu tidur untuk melepas penat. Apa seburuk itu rasa lelah mu sampai kau membawanya ke alam mimpi?" ucap ku di sela desahan napas berat.

Rasanya kejadian itu berlalu cukup cepat. Tak banyak yang terjadi. Larry, Jack dan Anne beranjak keluar dari ruangan setelah beberapa kali Clue meyakinkan mereka, sedangkan Alvin, bocah itu, baru keluar setelah aku menendang bokongnya paksa.

Dan disini lah aku, bersama Clue yang termenung sembari sesekali menyesap cokelat panas yang sudah dingin yang ku buat beberapa waktu lalu. Aku menyimpan map pemberian pak kepala terlebih dahulu sebelum duduk di dekatnya. "tidak ada yang ingin kau katakan?" tanya ku membuka suara lebih dulu.

"saya yakin ini hanya mimpi buruk biasa, inspektur. Tapi semuanya terasa nyata, seakan hal itu terjadi di depan mata saya," ucapnya pelan dengan helaan napas. "anda ada benarnya. Saya terlalu lelah sampai mimpi buruk seperti ini, maaf merepotkan anda, inspektur."

Aku menggeleng dan menepuk pelan bahunya beberapa kali. "tidak masalah. Aku sudah mengatakannya pada pak kepala. Kau bisa pulang malam ini dan datang lagi besok."

Clue mengangguk singkat. "terima kasih banyak, inspektur."

Hening kembali menyelimuti kami, tidak ada percakapan lainnya setelah itu. Dapat ku lihat Clue yang merapikan beberapa kertas yang berserakan di atas mejanya, matanya nampak sayu, namun kosong.

Ku yakin saat ini pikirannya sedang melayang entah kemana, kebiasaan anak itu tidak pernah berubah sejak awal. Entah kenapa aku mulai terbiasa dengan hal hal tersebut.

Mungkin hubungan kami semakin dekat?

Aku beranjak meraih mantel miliknya dan milik ku sendiri. "akan ku antar, sambil berjalan sore tidak masalah bukan?" ucap ku.

Tanpa sepatah kata, Clue menganggukan kepala dan meraih tas jinjing hitam yang ia selalu bawa.

Dan tanpa menunggu lama lagi aku segera mengantarnya pulang, semuanya berjalan seperti yang ku harapkan, baik di perjalanan pun tidak ada masalah yang muncul atau hal hal merepotkan lainnya.

Aku melangkahkan kaki ku di trotoar, dapat ku rasakan semilir angin sore yang berhembus, ku dongakan sedikit kepala ku, menatap ufuk barat yang terlihat indah dengan pancaran jingga bergradasi ungu, menciptakan suasana temaram di beberapa sudut jalan.

Sesekali ku lirik pejalan kaki lainnya, berkelompok, sendirian, berduaan. Semuanya terlihat baik baik saja, damai dan tentram, seperti yang ku harapkan setiap saat.

Seketika ingatan percakapan ku dengan pak kepala beberapa jam lalu kembali terlintas di benak ku.

"saya tidak memaksa. Tapi setelah kau membuka map ini, kau harus menanggung semua resikonya sampai akhir..."

Apa maksud ucapannya itu ...?

Menanggung resikonya sampai akhir ...

Sampai aku mati?

[] [] [] [] []

David terdiam di ujung penyeberangan jalan, menunggu lampu lalu lintas merubah warnanya bersama orang orang asing yang memiliki tujuan yang sama.

Menyeberang jalan

Detik demi detik layar berisi angka digital itu menghitung mundur, tepat setelah lampu lalu lintas berubah merah, orang orang mulai menyeberangi jalan, termasuk pria bernama lengkap Lucious David itu.

Mata birunya nampak bersinar berkat cahaya jingga yang di pancarkan petang, terlihat seperti samudera biru yang terbentang luas, indah, namun berbahaya.

Di sisi lain, sesosok pria nampak menyeberangi jalan bersama orang orang yang juga turut menyeberang dari sisi berlawanan, hoodie lusuh yang kebesaran itu nampak membalut nyaman tubuh pria tersebut, tidak terlihat jelas wajah pria tersebut, hanya kedua bola mata hitamnya yang nampak berkilat tajam di balik tudung hoodie itu.

Biru bertemu hitam, untuk sesaat kedua warna itu saling bertemu, melempar kilat tajam nan asing sarat akan nafsu dan harapan bagi masing masing pemilik netra sebelum terputus begitu saja bagai semilir angin yang menerpa keduanya.

Begitu ringan dan terlupakan begitu saja...

... Tanpa David sadari, ia sudah menemukan jawaban atas pertanyaan saat itu.

=====

Uwaaa---gak nyangka saya bisa nulis sepanjang ini untuk chapter satunya. Mungkin tidak sebagus dulu, tapi saya mengerahkan yang terbaik untuk ini TwT

Dan saya rasa masih banyak yang kurang, termasuk penggambaran karakter yang berbeda jauh dengan yang asli, maafkan saya QwQ

Meskipun begitu, saya akan tetap berusaha. Saya selaku author yang baru saja balik dari vakum ratusan (boong) tahun butuh sedikit penyesuaian lagi.

Saya harap kalian para readers menikmati chap 1 ini, mohon bantuan dan dukungannya dengan vote, comment, serta follow (jika berkenan)

Kritik serta saran selalu saya terima, namun saya harap kritik yang membangun yang dapat meningkatkan kualitas menulis saya yang sudah menguap begitu saja.

Sampai bertemu lagi di chapter selanjutnya 👋
©️Nyehehehehehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top