Empat

***

SUASANA kelas masih sama seperti sebelumnya, penuh dengan kekacauan yang sepertinya tidak akan berakhir. Kali ini tidak ada yang menuliskannya di papan tulis, tapi aku yakin sebelum jam istirahat berakhir, mereka baru saja selesai meledek hal sepele lainnya. Tentu saja aku memilih tidak peduli dan kembali duduk di tempatku. 

Sebelum duduk, aku sempat bertukar pandang dengan Ksatria. Tatapannya masih terasa sangat janggal. Maksudku, ini bukan hari pertama aku melihatnya duduk di belakangku. Biasanya dia akan menghabiskan waktunya untuk mengobrol dengan Byru atau mengeluarkan catatan. Namun hari ini, aku sadar bahwa dia sedang menilaiku. 

Apakah itu karena teman sekelas bodohku yang seenaknya menjodoh-jodohkan kami?

Kududuki kursiku dengan agak menghentak, sampai-sampai ada suara decitan kayu di kursi. Kurasa kursi itu akan patah dan membuatku terjungkal, jika seandainya tidak ada meja Ksatria yang menahannya. 

Terdengar lagi omongan-omongan mereka yang memang mencela perbuatanku barusan. Namun aku tidak peduli, sebab rasanya apapun yang kulakukan memang terlihat salah di mata mereka semua. 

"Amanda, jangan kasar-kasar, nanti Ksatria tidak mau sama kamu, lho." 

Kuputar bola mataku tanpa perlu kuperlihatkan kepada mereka. Kejengkelanku akan selalu kurahasiakan untuk diri sendiri. Lagipula, jika aku protes, aku yakin akan mendapatkan celaan-celaan lain yang lebih mengesalkan. 

"Ksat, kasih tahu dong Amanda-nya, biar jangan gitu." 

"Aku rasa kalian semua terlalu berlebihan." 

Suara berat dari belakang tertangkap di pendengaranku. Aku yang tadinya terpaku menatap papan tulis meratapi bekas nama dan hati yang tercetak di sana, sontak langsung membalikkan kepala. 

Kulihat Ksatria dan Linda juga tengah berbalik ke belakang, melihat Byru berdiri dengan kedua tangan bertumpu pada meja. Suasana di kelas langsung berubah hening, padahal sebelumnya Byru tidak pernah mengatakan hal yang menusuk, tapi kurasa kata-katanya berefek untuk orang-orang ini. 

"Kan hanya bercanda," timpal salah satu teman sekelas kami dengan kening berkerut. 

"Kalau pun candaan, itu tidak lucu." Byru menoleh ke arahku dan Ksatria bergantian. "Kalian membuat orang lain tidak nyaman." 

Entah sejak kapan, lorong di luar juga senyap selepas istirahat. Bu Nia yang seharusnya datang untuk mengajar di kelas ini juga tidak memberikan tanda-tanda akan segera datang. 

"Kok kamu jadi seperti pahlawan kesiangan sih? Oh iya, ini memang sudah mau siang." 

Lelaki itu mengatakan hal itu, lalu sengaja melihat jam tangan di pergelangan kirinya. Baru sekali lihat, aku langsung tahu kalau itu hanyalah jam tangan murahan yang pasti ditemukannya di toko jam pinggir jalan setelah negosiasi harga sampai harga termurah. Seingatku laki-laki yang tak kupedulikan siapapun namanya itu kerap memamerkan hal mewah yang sebenarnya imitasi. 

"Mbang, sudahlah. Daritadi kalian, para laki-laki memang heboh terus meledek Ksatria."

 Akhirnya ada beberapa gadis yang turun tangan di perdebatan singkat itu. Meskipun sejauh yang kuingat, mereka juga tadinya ikut-ikutan bersorak "CIE" dengan nyaring. 

"Kalau sampai Byru sudah bicara, berarti yang kalian lakukan memang keterlaluan." 

Detik itu, aku langsung mengerti bahwa pembelaannya itu dilakukan semata-mata untuk mendapatkan pandangan positif dari Byru. Memang, kelas ini penuh dengan orang-orang yang ahli berbual dan beromong kosong. 

Oh, dan mendengar nama Mbang, kemungkinan besar nama laki-laki itu adalah Kumbang. 

"Kalau begitu, maaf," kata kumbang itu dengan tidak ikhlas. 

"Minta maafnya bukan denganku, Bambang," balas Byru dengan tatapan datar. 

"Maaf, Ksat." 

Ksatria hanya menoleh sejenak ke arahnya, lalu membuang muka ke arah Byru yang masih berdiri di belakang sana. "Duduk saja, Byr." 

Byru menurut, langsung duduk di tempatnya. Diabaikannya tatapan dari seisi kelas dan memilih berbicara dengan Ksatria, bahkan mengabaikan keberadaan Linda di antara mereka.

Aku bisa melihat bagaimana Linda terlihat sangat canggung berada di antara dua pusat perhatian saat ini. Dia masih menatapku dengan tatapan ngeri. Karena dia selalu melihatku seperti itu, akibatnya saat ini aku tidak mengerti apakah dia sedang meminta bantuan atau memang ngeri karena menangkap basah aku sedang memperhatikannya. 

Setelah itu, suasana di kelas kembali seperti semula. Kali ini lebih ribut tentang keberadaan Bu Nia yang masih belum kelihatan batang hidungnya. Mereka semua sangat bersemangat, sampai-sampai telah membuat diskusi tertutup agar ketua kelas tidak perlu memanggil guru lain untuk menggantikan Bu Nia sementara waktu. 

Jujur, aku tidak terlalu peduli dengan apapun keputusan yang mereka buat. Aku tidak punya hak untuk memberikan pendapat. Lagipula aku bukan kutu buku yang gemar belajar. Nilai dan kemampuanku biasa-biasa saja. 

Yang paling kuinginkan saat ini hanyalah bebas dari titel-titel aneh yang diberikan orang-orang. Prestasi bukanlah hal yang perlu dinomorsatukan, ayahku juga berpendapat seperti itu. Memang kebanyakan orang memiliki persepsi sendiri tentang seseorang yang memiliki nilai yang brilian, tetapi ayahku menpunyai pendapatnya sendiri tentang itu. Karena itu, Ayah tidak pernah memaksaku untuk belajar keras. 

Saat kelas tengah sibuk sendiri, ketika aku tengah menyandarkan keningku pada lipatan tangan, terdengar suara ketukan berulang dari sandaran kursi. Satu-satunya orang yang bisa melakukan itu, tentu saja hanya Ksatria. 

Permasalahannya sekarang adalah Ksatria baru saja diledek denganku, semuanya baru saja berakhir, lalu mengapa Ksatria malah mencari masalah lagi? Jika memang ada hal yang ingin dikatakannya, bukankah sebaiknya dia mengatakannya di luar kelas? 

Pandanganku saat ini tengah melihat lantai semen kelasku yang berlubang di beberapa tempat, membuat kesan bahwa sepatuku memang terlalu baik untuk berdiri di atas sana. Suara ketukan itu masih terdengar dari sandaran kursi dan sejujurnya aku mulai terganggu. 

Saat hendak menegakkan duduk dan menegur perlakuan Ksatria, tiba-tiba sebuah kertas kecil terlempar dari arah Ksatria ke bawah kursiku. Suara ketukan di belakang menjeda sekejap, lalu kembali berlanjut, seolah dia memang memintaku untuk memungutnya. 

Kutendang kaki kursi terdekat, untuk memintanya diam. Namun suara ketukan di sandaran kursiku tetap saja berlanjut. Aku sampai bisa merasakan ketukan itu, karena dia memang mengetuknya agak keras. 

Akhirnya kupungut kertas itu dengan agak terheran-heran. Suara ketukan itu berhenti, dan kini aku semakin yakin bahwa memang Ksatria merupakan biang pelakunya, tetapi aku tidak mengomentari apapun. Pelan-pelan kubuka kertas itu, dan aku terdiam ketika membaca tulisan bertinta hitam itu. 

Dia ada di depanmu. 

Aku sontak mengangkat kepalaku. Pandanganku lurus ke depan dan tiba-tiba sudah ada Bu Nia di depanku. Aku tidak tahu kapan dia memasuki kelas dan bahkan tidak menyadari bahwa kelas sudah hening sedaritadi. 

Bu Nia memberikan senyuman, "Perlu ke WC cuci muka dulu?" 

Langsung saja dudukku menjadi tegak. Kugelengkan kepalaku dengan cepat. "Tidak perlu, Bu." 

Wanita itu melangkah mundur selangkah, meletakkan buku-buru yang dibawanya di atas meja guru, lalu memperhatikan sekelas, "Kalau begitu kita langsung mulai ya, kalian kan sudah dapat istirahat tambahan beberapa menit." 

Suara protes memenuhi seisi kelas, tetapi Bu Nia malah tertawa dan tentu saja tetap memenuhi janjinya untuk memulai kelas. 

Kutolehkan kepalaku ke belakang, menatap ke arah Ksatria dengan tatapan menyalahkan. 

Mengapa dia malah memintaku lihat ke depan dengan cara seperti itu?

***TBC***

6 Desember 2019

Catatan

Belum, belum, ini belum horor, guys. 

Sesuai janjiku, kita akan menamatkan Mamerah sebelum melanjutkan Ethereal (ADK IV) dan LFS 3. 

Aku ngetik ini sendirian di ruang tengah, lho. Untung belum masuk bagian horornya, jadi aku masih selamat deh hahaha. 

Semoga aku bisa rutin update, ya. Soalnya aku sangat butuh masukan dari kalian tentang cerita pure horror. Kudu totalitas agar LFS Riryn nanti juga totalitas, walau beda jalur. 

Mamerah jelas harus lebih seram daripada LFS 3. Semoga aku berhasil membuat kalian takut dengan boneka atau minimal takut ke WC sendirian deh, malam-malam. Amin. /ini doa baik bukan sih wkwkkwkw.

Kutulis malam ini karena besok libur kerja, hehehe. Dua hari doang sama minggu. Pengin santai tapi masih merasa berhutang dengan kalian. Jadi ya ... gitu deh. 

Cindyana H

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top