Bahagia Versi Mahesa

   

         Pagi itu hujan turun dengan deras sekali. Aruna menyingkap sedikit gorden kamarnya masih dengan mata yang setengah terbuka dengan kesadaran yang dikumpulkan. Satu tangannya menarik selimut agar menutupi seluruh tubuh demi mencegah udara dingin yang masuk melalui celah-celah kamarnya.

"Les, kamu ada kelas hari ini?"

Lestari yang baru saja keluar dari kamar mandi merotasikan matanya, "Lebih tepatnya, kita yang ada kelas pagi ini, Ru."

"Jam berapa?" tanya Aruna masih dengan suara seraknya. Enggan beranjak dan menenggelamkan diri di balik selimutnya.

"Nanti jam delapanan," sahut Lestari sembari menepuk-nepuk wajahnya dan melakukan tahapan skin care routine seperti biasa.

Aruna meraih ponsel yang tidak jauh dari jangkauannya. Masih pukul tujuh pagi. Ia melirik Lestari heran, "Cepat banget ke kampus. Masih hujan lho, Les."

"Niatnya mau ngerjain tugas kelompok sama anak-anak itu. Diskusi. Nggak tau juga nih karena masih hujan kayaknya batal deh," ia lantas melirik Aruna melalui pantulan cermin sebelum berseru keras, "NGGAK USAH TIDUR LAGI, ARUNA!"

Aruna tersentak kaget dengan lengkingan suara Lestari yang memenuhi kamar. Berdecak kesal, ia justru menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya, "Dingin, Les. Malas banget mau mandi. Sumpah."

"Lo kira gue tadi nggak dingin-dinginan? Sampai menggigil, nih! Sudah cepat mandi sana. Nanti telat!"

Aruna masih enggan bergerak dari balik selimutnya. Kendati tiba-tiba saja nyaring dering ponselnya mengagetkan gadis itu. Aruna merengut setengah kesal dengan mata yang masih ia paksakan terbuka. Lagi pula siapa sih yang menelepon pagi-pagi seperti ini? Mengganggu sekali.

"Halo? Ru?"

Mata Aruna spontan membuka lebar manakala suara berat yang sangat familiar itu tersampaikan jelas ke gendang telinganya, "Y-ya?"

Pemuda di ujung sana terkekeh ringan, "Baru bangun, ya?"

Aruna mendadak salah tingkah sendiri, "E-eh? Iya. Ada apa, Sa?"

Membuka setengah selimutnya sampai pinggang, Aruna melihat bagaimana Lestari yang berdecih dan mencibir di baliknya, "Di telfon doi saja langsung bangun. Duh, bucin, bucin."

Lemparan boneka beruang yang awalnya berada dalam pelukan Aruna kini terlempar dan mengenai tepat di kepala Lestari. Membuat gadis itu sontak berbalik setelah menjerit kesal lantaran Aruna merusak wajahnya yang sedang dipolesi alas bedak tersebut.

"Ya, Sa? Kamu bilang apa?" tanya Aruna sekali lagi. Menjulurkan lidah tak peduli saat Lestari sedang mencak-mencak kendati tetap memperbaiki riasannya di depan cermin.

"Aku tadi telfon Lestari tapi nggak diangkat. Bilang ke dia kayaknya diskusi diganti jadi sore saja sepulang ngampus."

"Les, kata Mahesa diskusi kelompokmu diganti sore pulang ngampus."

Lestari mendengkus kesal. Menatap segala make up serta skin care yang sudah ia tumpuk di wajahnya berlapis-lapis itu dengan nanar, "Tau gitu mending gue nggak usah mandi aja tadi. Dingin-dingin pula," gerutunya, yang meskipun begitu tetap saja mengoleskan lipstick sebagai pelengkap akhir.

"Udah aku bilang. Dia lagi marah-marah gara-gara sudah siap. Sudah dandan pula," ujar Aruna seraya terkekeh menertawakan nasib Lestari. Teman sekamarnya itu bahkan kini tengah mengambil satu jaket tebal dalam lemari untuk didouble-kan bersama dengan kemeja lengan panjangnya.

Seperti halnya Aruna, Mahesa pun tertawa di sana. Aruna bahkan bisa membayangkan lesung pipi samar dengan senyum kotak khas milik Mahesa, "Ini hujan, yang lain juga sudah aku suruh nggak usah datang."

"Ya sudah. Ini saja, kan? Nggak ada yang lain?" tanya Aruna. Ia melirik jarum jam yang tergantung tak jauh darinya. Biar bagaimana pun ia juga harus bersiap. Sekalipun hujan masih turun dengan derasnya. Namun tidak menutup kemungkinan akan reda saat perkuliahannya akan dimulai.

"Nggak adaeh, iya lupa," ucap Mahesa, namun di detik setelahnya Mahesa cepat-cepat menambahkan, "selamat pagi, Aruna Lilian. Jangan lupa sarapan pagi ini."

Menghela napas dengan dan menormalkan detakan jantungnya. Aruna menyahut asal, "Hm. Ku tutup, ya. Daah."

***

Mahesa duduk di samping Aruna yang tengah asyik dengan earphone-nya tersebut. Menarik paksa benda putih yang tersumpal di telinga gadis itu untuk dipasangkan ke telinganya juga. Sedang yang diganggu tampak tidak ambil pusing ataupun protes.

Aruna melirik sekilas sebelum kembali lagi pada layar laptop di hadapannya dan kembali mengetikkan makalah yang harus ia tuntaskan hari ini juga. Memanfaatkan waktu dengan baik sebelum dosen benar-benar datang.

"Ru, tau nggak kalau lagi ada lagu yang terkenal gara-gara anak artis?"

Aruna menoleh sejenak dengan satu alisnya yang terangkat, "Lagu yang terkenal? Apa?"

"Sebenarnya aku sudah suka sebelum dia jadi tenar di Indo, sih," sahut Mahesa mengedikkan bahu, "Location unknown. Lagunya Honne," lanjutnya.

"Oh, lagu itu," Aruna menganggukkan kepalanya, "iya aku juga sering dengerin lagu itu kok akhir-akhir ini. Terutama kalau pulang dari rumah Naomi terus di sepanjang jalan aku dengerin lagu."

"Bukannya bahaya ya, Ru? Kamu kan bisa saja nggak dengar orang lain mencet klakson."

"Nyalainnya nggak volume keras. Biar aku nggak ngantuk saja," sahut Aruna tanpa melepas pandang dari laptopnya, "aku juga punya playlist bagus, lho, akhir-akhir ini."

"Eh, iya?" Mahesa memasang atensi, "apa saja?"

Berpikir sejenak dengan bibir yang terkatup, Aruna menjawab, "Location unknown-nya Honne, Memories-nya Maroon 5, Lowkey-nya Niki, When We Were Young-nya Adelle, Side Love-nya Astrid, sama Hurt By You-nya Sophie Rose. Oh, ada lagi satu lagu korea, OST Drama, sih. Lagunya Minseo yang judulnya Star."

"Wow," Mahesa terlihat takjub, "itu yang kamu dengar akhir-akhir ini?"

Aruna mengangguk, "Iya, lagi senang saja. Kalau jalan pulang bareng kamu juga aku dengarin lagu-lagu itu."

"Tapi kan kita kalau pulang seringnya satu motor?"

Aruna menggeleng, "Kan nggak selalu, Sa. Kalau lagi bawa motor masing-masing. Aku nggak ada teman cerita ya sudah aku dengar lagu saja."

Mahesa mengangguk mangut-mangut, "Aku lagi nggak ada lagu favorit untuk di dengar sih akhir-akhir ini. Dengar-dengar saja yang ada di hape atau laptop."

Aruna mengangguk mangut-mangut, "Sudah lanjut kerjain tugasmu. Aku mau kerjain ini dulu," usir Aruna sedikit mendorong badan Mahesa agar menjauh darinya.

"Playlist-mu bagus, Ru. Kalau aku jadiin playlist-ku juga bisa, nggak?" komentar Mahesa kendati fokusnya pada layar laptop.

"BTW, aku juga tau playlist ini dari kamu, lho. Waktu itu kamu nyanyi lagunya Maroon 5 yang Memories. Jadi aku nyari. Terus muncul aja lagu-lagu yang lain."

"Oh, iya?" menoleh sejenak, lantas tertawa ringan seraya melanjut, "berarti itu juga playlist-ku."

"Iya deh, iya," pasrah Aruna. Tidak mau memperpanjang lantaran makalah yang harus ia selesaikan.

"Ru, habis UAS nanti liburan, yuk." Mahesa berujar, seraya jari yang terus bergerak di atas keyboard.

"Setelah UAS? Liburan kemana? Ramai-ramai?"

"Nggak,lah. Berdua saja. Nggak liburan ke mana, sih. Cuma aku pengin ajak kamu makan bareng saja. Hitung-hitung kasih reward buat diri sendiri. Mau?"

"Tapi kayaknya anak-anak itu mau adain liburan bareng ramai-ramai, deh. Kamu nggak mau ikutan?" Aruna menoleh sekilas, Mahesa menggeleng di depannya.

Pemuda tersebut membenarkan kacamatanya yang mulai merosot dengan jemari. Tersenyum simpul seraya mengatakan, "Keluargaku lagi nggak begitu baik, aku nggak bisa pergi kemana-mana saat ini, Ru," sahutnya.

"Bukannya kamu bilang sudah lumayan kondusif suasana rumah?"

Mahesa menggeleng pelan, "Belum sepenuhnya. Tahun depan Keenan mau tes masuk kuliah, biayanya pasti banyak. Aku sudah dapat banyak job buat ngajar privat. Lumayan dapat lima siswa. Terus malemnya kerja di resto tempat biasa. Mau nambah banyak uang selama liburan. Hehe."

Sebenarnya itu akan terdengar sederhana sekali jika orang awam yang mendengarnya. Namun bagi Aruna tentu saja itu hal yang cukup melegakan. Tidak bisa untuk tidak tersenyum dan melepas atensi sejenak dari makalah yang meraung minta diselesaikan tersebut. Ia menyampingkan posisi duduk, lantas menampakkan keantusiasannya dengan jelas, "Iya? Wah, lima siswa itu lumayan lho. Bisa panen uang kamu sehabis liburan."

Mengangguk mantap, Mahesa menanggapi, "Iya, lumayan bisa kasih makan Keenan sama Leony di rumah. Baru-baru ini Leony lagi senang-senangnya dandan. Nanti kamu pilihkan merk kosmetik yang bagus, ya. Takutnya kalau dia langsung beli gitu sendiri nanti malah salah-salah. Sayang uangnya kebuang."

Aruna mengangguk, tapi belum selesai sampai sana Mahesa kembali melanjut, "Keenan juga lagi senang-senangnya baca novel. Kayaknya beliin satu-dua novel yang dia mau pasti senang deh dia. Oh, nanti aku kasih tambahan uang deh supaya dia sama Leony bisa pergi nonton bareng di bioskop. Mereka pasti capek banget, habis ada masalah di rumah belum lagi ujian semester. Biar mereka bisa refreshing."

Dua sudut bibir Aruna terangkat sempurna. Binar di mata Mahesa kembali hadir dengan senyum kotak miliknya. Senyum sehangat mentari itu sudah kembali bisa Aruna temukan. Antusiasme Mahesa menceritakan dua adik yang sangat disayanginya itu membawa Aruna kembali pada saat dulu. Saat di mana dia dan Mahesa masih baik-baik saja dengan kehidupan normal seperti halnya manusia kebanyakan.Keluarga bahagia dengan orang-orang yang baik di sekelilingnya. Katakan apa lagi hal yang membahagiakan selain memiliki dua hal tersebut?

Namun agaknya, semesta mempunyai cerita tersendiri untuk Mahesa. Tuhan sayang pada satu hambanya yang baik ini. Jadi, diberikannya banyak hal pada dirinya agar Mahesa tumbuh menjadi seseorang yang lebih kuat dan hebat dari sebelumnya.

Kendati di tengah binar tersebut, Aruna tetaplah Aruna. Seseorang yang sudah menjatuhkan hatinya pada Mahesa Renaldy dengan perasaan yang tentu saja mengedepankan lelaki itu dibanding yang lain. Satu sisinya yang lebih mengenal Mahesa dibanding orang lain tentu membawa sebuah pertanyaan terlontar dari bibirnya. Satu tanya yang membuat senyum itu raib begitu saja.

"Lalu kamu sendiri bagaimana?"

Mahesa menatap heran, "Aku? Maksudnya?"

Aruna menyondongkan badannya, menatap Mahesa lekat dengan senyum simpulnya, "Kamu sudah membuat rencana dengan baik agar orang-orang di sekitarmu bahagia. Tapi, apa kamu sendiri sudah buat rencana untuk kebahagiaanmu sendiri, Sa?"

Aruna pikir akan membutuhkan waktu selama beberapa saat untuk mendengar jawaban Mahesa. Atau barangkali melihat bagaimana pemuda tersebut berpikir sejenak sembari menimang bahagia seperti apa yang ia inginkan. Namun tatkala melihat kurva melengkung yang tercetak jelas dengan satu tangan Mahesa yang menepuk puncak kepala Aruna dua kali. Kalimat setelahnya terlontar juga sanggup membuat Aruna kembali takjub.

"Ngerencanain bahagia untuk orang-orang di sekitarku itu sama seperti aku ngerencanain bahagiaku sendiri, Aruna. Karena dengan lihat mereka senang, aku juga ikutan senang."

Aruna menghela, membalas senyum Mahesa tak kalah hangat, "Aku termasuk dalam orang itu, bukan?"

"Termasuk, dong," ucap Mahesa, "kamu kan sahabatku."

Ah, Aruna tidak tahu harus berekspresi seperti apa manakala kata sakral tersebut kembali terucap di antara keduanya. Atau ia sepertinya harus mengutuk dirinya sendiri karena terjebak di dalam ruang lingkup persahabatan dengan sebuah perasaan terlarang yang tidak boleh diikut sertakan di dalamnya.

Namun, melihat bagaimana baiknya ekspresi Mahesa pagi itu. Ditambah senyum yang syukurnya akhir-akhir ini semakin meningkat intensitasnya, Aruna bisa menebak perasaan pemuda tersebut yang membaik selepas acara tangis menangis di rumah sakit beberapa minggu yang lalu. Jadi, tidak mau merusak suasana damai yang akhir-akhir ini tercipta, Aruna balas tersenyum. Mengesampingkan dulu sesak dalam dada yang menyapa.

"Kalau gitu, kamu setidaknya harus kasih satu waktu buat dirimu sendiri," ucap Aruna, "lakuin sesuatu sesuai keinginanmu. Kamu mau makan apa, ngelakuin hal apa. Kasih waktu untuk kamu sendiri senang-senang," saran Aruna.

"Iya juga, sih," Mahesa menyetujui, mengangguk pelan beberapa kali.

"Jadi? Ada yang mau kamu lakuin?" Aruna bertanya sekali lagi.

Mahesa mengatupkan bibirnya. Jemari yang mengelus dagu seraya berpikir, "Kayaknya ada, deh,"

Menyorot penuh atensi, Aruna bertanya setelahnya, "Apa? Kita bisa lakuin itu pas liburan nanti."

Menampilkan cengirannya, Mahesa malu-malu menjawab, "Makan es krim."[]

vote dan komentarnya jangan lupa sebelum pindah ke bab selanjutnyaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top