Malaikat Kematian

• Chaphine : Laura •

Langit malam bertabur bintang. Malam minggu yang tenang dan menyenangkan bagi para manusia.

Laura menghela napas. Ia melayang berputar-putar di udara. Menatap semua manusia yang berjalan-jalan bebas.

Manusia adalah mahluk yang paling istimewa. Apa yang istimewa dari mahluk itu? Mahluk yang bodoh dan sering kali menyia-nyiakan kesempatan yang ia punya, mahluk memiliki emosi yang berubah-ubah.

Laura berhenti di udara. Ia turun perlahan. Kakinya menyentuh tanah. Ia menggumamkan mantra terlarang yang ia pelajari.

Perlahan tubuhnya terasa nyata. Beberapa saat kemudian semua mata memandangnya.

"Apa yang salah denganku?" tanya Laura. Tatapannya dingin serta auranya yang mencekam, membuat para manusia mengalihkan pandangan.

Kemudian Laura berjalan menyusuri kota. Rasanya tidak menyenangkan! teriaknya dalam hati. Ia tak bisa terbang ataupun menggunakan kekuatannya.

Bruk! Dia menabrak seseorang.

"Jalan pake mata nggak sih?!" bentak orang itu.

• • • • • •

• Fitriyana_ilmi : Qila •

"Bang Reyhan sialan! Harusnya hari ini aku bisa bersantai di rumah, bukan malah kelayapan ke supermarket seperti ini," gerutu seorang gadis dengan dua kantong belanjaan di kedua tangannya. Kakinya menghentak-hentak kesal hingga akhirnya ....

Bruk! Seseorang menabraknya hingga barang belanjaan yang dia bawa berserakan.

"Jalan pake mata nggak sih?!" bentak gadis itu. Kepalanya mendongak menatap siapa yang sudah menabraknya.

"Maaf ya, Mbak! Kalau jalan itu lihat-lihat, jangan neleng ke mana-mana. Nabrak orang 'kan jadinya." Gadis itu semakin bersungut-sungut.

Namun, saat melihat tatapan orang yang menabraknya begitu dingin, membuat gadis itu hilang kata-kata dan perasaannya menjadi tidak nyaman.

Mereka berdua hanya memandang satu sama lain tanpa ada yang berniat untuk membuka percakapan. Hingga terdengar suara seorang pria mengembalikan kesadaran kedua gadis ini.

• • • • • •

• vanillatteca : Rico •

Malam yang indah menemani Riko berjalan di tengah keramaian kota. Langkahnya terhenti saat melihat Qila—gadis yang ia sukai—tengah bertatapan dengan gadis cantik yang entah datang darimana.

Dengan langkah seribu, Riko menghampiri mereka.

"Qila," panggil Riko dengan suara resenya.

"Eh Rese, ngapain kamu di sini?" Tanya Qila.

"Kepo ah, ntuh cewek siapa?" Tanya Riko yang terus melirik gadis cantik itu tanpa jenuh.

"Engga tau, tadi dia nabrak aku." Ujar Qila yang langsung meninggalkan lokasi.

Selang beberapa menit setelah kepergian Qila. Riko menerima telepon dari seseorang yang mengharuskannya pulang.

• • • • • •

• danchanr : Alaric •

Jari jemari pria berambut pirang itu menekan tombol di ponselnya dengan cepat. Iris hijaunya menatap layar LED ponselnya dengan tajam dan fokus.

Tak lama, dia mendekatkan telepon seluler itu ke telinganya.

"Riko," ujarnya pelan dan singkat. "Aku butuh kau segera kemari, ada sesuatu yang harus kubicarakan."

Alaric langsung menutup telepon selulernya dengan cepat, tidak menunggu jawaban balasan dari rekan kerjanya yang tak karuan itu.

Belakangan ini banyak kasus misterius yang tidak bisa ia jelaskan, seperti misalnya seseorang tiba-tiba saja meninggal tanpa alasan yang jelas. Ditambah lagi dalam jumlah yang tidak sedikit pula, hal itu membuat adrenalin Alaric memuncak.

Ia pernah menyelesaikan kasus pembunuhan ratu inggris sebelumnya, memecahkan kasus pencurian permata terbesar di dunia ... tapi kali ini mungkin saja menjadi kasus tersulit dalam karirnya.

Ya, dia seakan-akan mengejar sesosok 'Dewa Kematian'.

• • • • • •

• Chaphine : Laura •

Laura memandang langit malam. Keningnya berkerut. "Apa-apaan sih para manusia tadi, mereka benar-benar payah dan seolah hanya mereka yang benar," ucapnya.

Laura berjalan dengan cueknya menyusuri trotoar. Penglihatannya menangkap dua orang laki-laki yang berjalan berlawan arah dengannya.

Kedua laki-laki mengobrol dan membicarakan hal yang tampaknya serius. Laura berpapasan dengan kedua laki-laki itu.

"Kau tidak bercanda kan? Tidak mungkin dia itu sosok Dewa Kematian dalam dongeng?"

"Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin di dunia ini, Riko."

"Alaric! Jangan bergurau! Kau percaya dengan dongeng itu?! Hahaha!" Ia tertawa hambar.

Laura yang mendengarkan pembicaraan dua orang laki-laki itu menyeringai. "Apa aku ini dongeng?" gumamnya pada dirinya sendiri.

"Hey! Nona!" panggil salah satu dari mereka.

Laura segera menoleh dengan wajah datar.

• • • • • •

• Fitriyana_ilmi : Qila •

"Yaelah, kenapa bisa lupa beli shampo? Terus aku mau keramas pake apa? Balik ke supermarket lagi ini ceritanya." Qila menggerutu dengan kaki menendang kerikil yang ada di depannya.

Saat akan berbelok ke arah supermarket, dia melihat seseorang yang dikenalnya berada di sekitar sana. Gadis itu memilih untuk mendekat ke arah tiga orang yang terlihat berbincang-bincang.

"Hai, Riko. Kamu masih di sini?" sapanya pada Riko yang dibalas anggukan oleh pria itu.

Pandangan Qila beralih ke dua orang yang lainnya. "Ahh, Mbak yang tadi 'kan? Mbak gak usah merasa bersalah, belanjaanku nggak rusak kok." Qila menunjukkan cengirannya. Dia masih ingat tatapan menyeramkan dari gadis itu, membuat dia memilih mencari jalan aman.

"Oh iya, kalian ada apa berdiri di sini?" tanya Qila menatap Riko dan dua orang lainnya.

• • • • • •

• vanillatteca : Rico •

Riko terus mengerutu dalam hati. Bagaimana tidak? Riko kehilangan waktu untuk berkenal dengan gadis cantik itu dan semua itu karena Alaric yang ternyata membicarakan sebuah dongeng tidak penting bagi Riko.

Sesekali Riko tertawa hambar mendengar ucapan Alaric yang tidak masuk di akal. Tanpa sengaja, tatapannya terpaku pada suatu arah. Riko langsung meninggalkan Alaric yang tengah ceramah.

"Hey! Nona!" panggil Riko dengan suara maskulinnya.

"Hmm...."

"Kamu yang tadi di jalankan? Nama kamu siapa?" tanya Riko tanpa jeda.

"Hai, Riko. Kamu masih di sini?" tanya Qila yang hanya bisa di jawab dengan anggukan, ia lebih fokus pada gadis cantik di depannya.

"Oh iya, kalian ada apa berdiri di sini?" tanya Qila, tapi itu tak menarik perhatian Riko untuk menjawab.

"Maaf nona, anda belum menjawab pertanyaan saya." Ujar Riko.

• • • • • •

• danchanr : Alaric •

"Memento mori," Alaric membetulkan kacamatanya, dia menyeringai kearah wanita yang ditanyai Riko itu.

Kata-kata itu nampaknya lebih dari cukup untuk memastikan keraguan Alaric. Kini dia seratus persen yakin kalau kematian itu sendiri telah berdiri di hadapannya.

"Ingatlah kalau kau akan mati ... tidakkah terdengar familiar bagimu, wahai Dewi Kematian?" Senyuman Alaric melintang di sepanjang wajahnya, seakan-akan memberi kesan kalau ia telah menang.

"H-hei, Alaric, kau ini bicara apa?" Riko menyikut tubuh Alaric yang sedang dalam mode detektif itu.

"Diam, Riko ... kau membuyarkan konsentrasiku." Balas Alaric singkat.

Darimana ia tahu kalau wanita itu adalah dewi kematian? Mudah.

Pertama, ia tidak memiliki bayangan atau semacamnya. Kedua, ia mengenakan pakaian serba hitam, layaknya seorang pencabut nyawa berpakaian. Ketiga, ia berekspresi datar sejak tadi, hanya tersenyum ketika Riko menyebutkan 'Dongeng'.

Keempat dan terakhir, ia tidak memancarkan aura kehidupan dari matanya, melainkan kematian.

'Aku menemukanmu.' Alaric membatin.

'Sekarang akan kubongkar semua rahasiamu.'

• • • • • •

• Chaphine : Laura •

Laura memincingkan matanya menatap seorang cowok yang diketahui bernama Alaric.

Dia ... menyadariku? Manusia pintar, batin Laura.

"Aku tidak keliru 'kan," Alaric memincingkan matanya. "Nona Dewi Kematian."

Laura masih bertahan dengan wajah datarnya. Perlahan ia menggerakan tangannya. Mengeluarkan seruling hitam kesayangannya.

Laura tersenyum manis. "Kau mau mendengarkan melodi dariku tidak?"

Alaric menatap Laura tajam, sedangkan Laura menatapnya dingin. Saking dinginnya, Rico dan Qila bergindik ngeri setiap melihat matanya.

"Kau benar-benar Dewi Kematian?" tanya Rico.

"Alaric salah 'kan?" tanya Qila.

"Mari kita buktikan ...." Laura memutar-mutar seruling itu dan bersiap untuk meniupnya.

• • • • • •

• vanillatteca : Rico •

Riko di buat kesal oleh Alaric yang tiba-tiba menuduh gadis cantik di hadapannya. Tapi semua itu tidak berlangsung lama sampai akhirnya gadis itu mengenggam seruling hitam yang entah berasal dari mana.

"Kau benar-benar Dewi Kematian?" tanya Riko dengan tatapan binggung.

"Mari kita buktikan ...." Ucap gadis itu sembari memutar-mutar dan bersiap untuk meniupnya.

"Sto--" Baru saja Riko ingin memberhentikan semuanya, tapi semua itu terlambat. Kini Qila sudah terbujur kaku.

"Sekarang, tinggal kalian berdua." Ujar gadis cantik, tapi tak punya hati itu.

• • • • • •

• danchanr : Alaric •

Melodi kematian.

Alaric pernah membacanya di buku usang yang ia temukan di perpustakaan kota.

Seperti namanya, siapapun yang mendengarnya akan mati.

"Menarik," senyum Alaric. "Sayang sekali aku paham betul semua tentangmu, Dewi Cantik."

Sang Dewi nampaknya tertantang, dengan bangganya ia kembali memainkan suling mautnya itu.

Bunyi bergerak dengan kecepatan 400 meter per detik di udara, dengan jarak mereka ini, bunyi itu akan sampai di tempat Alaric berada dalam seperseratus detik.

Memang nampaknya mustahil, tapi seorang detektif selalu datang dengan persiapan. Sebelumnya, Alaric telah menyalakan lagu di earphone yang ia kenakan daritadi.

"Kau memainkan apa? Aku tak mendengarnya?" Alaric tersenyum licik, Riko yang tak sempat menutup telinganya kini telah terbaring kaku di atas trotoar.

"Hoo... manusia pintar, aku menyukaimu." Dewi itu mengedipkan matanya ke arah detektif itu.

"Maaf, tapi aku tidak kemari untuk menarik perhatianmu," Alaric menarik sesuatu dari dalam jas hitamnya. "Aku kemari untuk menangkapmu!"

Ia melesat ke arah kematian.

• • • • • •

• Chaphine : Laura •

Laura melesat cepat. Ia Mempecepat langkahnya. Manusia menyusahkan! teriak batinnya.

"Jangan lari dariku!" teriak Alaric. Laura mengendus sebal. Ia menambah kecepatannya.

Namun, Alaric licik. Ia memotong jalan dan tiba-tiba berada di hadapan Laura.

"Aku menangkapmu!" seru Alaric senang.

Laura menyeringai. "Selamat ya ... kau berhasil menangkapku."

Perlahan Laura menghilang dari pandangan. Alaric kaku beberapa saat. Kemudian ia langsung terbujur kaku di trotoar.

"Dasar manusia bodoh, kau pikir kau bisa menangkap seorang Malaikat Kematian?" ucap Laura.

Laura sendiri melayang perlahan meninggalkan lokasi. Beberapa saat kemudian Alaric bangun.

Alaric melepaskan earphonenya. Ia tertawa riang seperti orang gila. "Kau memang hebat, Nona Malaikat Kematian, tapi kau kurang pintar! Hahaha!"

"Kalau begitu dengarlah melodi indahku sekarang," bisik Laura tepat di telinga Alaric.

• • •

THE END



























































Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: