BAB 24
Yok vote yok sebelum baca.
==========================================
BAGIAN
DUA PULUH EMPAT (24)
==========================================
"Selamat malam, Pak Karna." Mahayusa menyapa sopan sang ipar di ujung telepon.
"Maaf, saya baru menghubungi balik."
Ya, setengah jam lalu, saat dirinya tengah mandi, Karna Jayanegara menelepon.
Tentu, baru bisa dihubungi balik, setelah ia selesai mandi dan berpakaian lengkap.
"Bisa jelaskan semua pada saya, Yusa?"
Sang ipar sangatlah to the point.
"Tentang ibu kandung Pak Karna?" tanya Mahayusa agar tak salah menafsirkan.
Bankir kaya raya itu berdeham pelan. Dan tak ada tanggapan lanjutan dilontarkan.
"Ibu Pratiwi Sasia adalah ibu kandung Pak Pak Karna dan istri saya, Snana."
"Ibu Pratiwi juga adalah ibu sambung saya sejak dua puluh lima tahun lalu karena menikah dengan ayah saya," jelasnya.
"Ayah saya bertemu dengan Ibu Pratiwi, waktu dirawat di rumah sakit. Ayah saya adalah dokter utama yang bertugas dalam membantu kesembuhan Ibu Pratiwi."
"Ibu Pratiwi hilang ingatan permanen karena mengonsumsi sejenis pil yang bisa mengganggu kinerja saraf-saraf otak."
"Saya lupa apa nama obatnya ...."
"Tapi semua bukti sudah tertulis di dalam dokumen investigasi saya berikan, jika Pak Karna sudah membaca keseluruhan."
"Intinya ...."
Mahayusa menjeda sebentar. Ia merasa lelah karena cukup banyak bicara. Belum lagi kemarahan mencuat di dalam dada.
Setiap kali, mengingat malangnya nasib sang ibu tiri, ia emosi saja. Keluarga kaya raya seperti klan Jayanegara, sangat tega merusak kehidupan ibu sambungnya.
"Ibu Pratiwi tidak pernah meninggalkan Pak Karna dan Snana dengan sengaja."
"Ada campur tangan mendiang kakek Pak Karna dan Halisani Jayanegara di balik semua ini, sesuai dengan bukti yang sudah dikumpulkan detektif sewaan saya."
"Senua valid, jika Pak Karna ragu."
"Saya akan mempertemukan Pak Karna juga dengan narasumber-narasumber saya, andai Pak Karna ingin membuktikannya."
Ya, Mahayusa hanya ingin sang ipar bisa percaya dengan fakta-fakta ini. Siapa tahu Karna Jayanegara juga akan menampik seperti yang ditunjukkan Snana.
Luka anak-anak sedari bayi ditinggalkan dan menganggap ibu mereka jahat, tentu tak akan mudah menyodorkan kenyataan yang selama ini sudah apik dirahasiakan.
Namun karena ia ingin ibu tirinya bisa berkumpul dengan kedua anak kandung yang telah dipisahkan puluhan tahun, jelas dirinya wajib mengusahakan semua ini.
"Saya akan ke Singapura pekan ini dengan istri dan anak saya, bertemu Mama saya."
"Saya akhiri dulu, saya ada rapat."
"Terima kasih untuk bantuan kamu, Yusa."
"Sama-sama, Pak Karna." Mahayusa lekas membalas sopan. Hatinya juga lega.
Tak berselang lama, panggilan berakhir.
Kabar baik ini tentu harus segera diberi tahu pada Ibu Pratiwi, mengingat tinggal beberapa hari lagi, Karna Jayanegara akan datang berkunjung menemui ibundanya.
Mahayusa lekas meninggalkan balkon, ia bergerak ke arah kamar tidur ditempati oleh sang ibu dengan perasaan tak sabar.
Namun kemudian, langkah kaki terhenti tepat di depan pintu kamar bayinya yang terbuka. Lalu, dilihat sang ibu tiri tengah menyuapkan istrinya makanan.
Pemandangan menyejukan hatinya, hingga membuat perasaan jadi haru biru.
Dan semoga hubungan Snana dengan Ibu Pratiwi semakin akrab layaknya keluarga.
Memang butuh proses serta waktu, namun ia yakin Snana akan kian bisa menerima sang ibu dan menyayangi secara tulus.
Kini, dirinya harus menyelamatkan rumah tangga mereka. Tak boleh ada perceraian. Ia masih begitu mencintai Snana dan ingin memiliki wanita itu.
================
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top