BAB 23


==========================================

BAGIAN

DUA PULUH TIGA (23)

==========================================

Jika saja dalam hitungan lima menit lagi, Snana tak keluar dari kamar mandi, sudah ditekadkan niatnya membuka pintu, walau harus secara paksa agar bisa memastikan keadaan sang isri di dalam sana.

Jelas ada kecemasan akan kondisi Snana yang masih belum pulih benar, pasca satu minggu lalu mengalami pendarahan.

Cklek.

Rasa lega menaungi saat mendengar suara pintu kamar mandi yang membuka.

Lalu, tampaklah sosok sang istri.

Semua pemikiran buruk yang berputar di kepalanya, lenyap sudah, ketika melihat Snana baik-baik saja. Meskipun, wajah sembab wanita itu mengganggunya.

Snana pasti banyak menangis.

"Kenapa kamu di sini, Mas?"

Pertanyaan macam apa yang baru saja sang istri lontarkan? Apakah ia tak berhak masuk ke kamar tidur wanita itu.

"Keluarlah, aku mau sendiri."

"Aku mau tidur."

Snana mengusirnya terang-terangan.

Sikap sang istri semakin tak bersahabat saja. Dan ia tidak bisa terus membiarkan wanita itu bertindak semaunya saja.

Apalagi jika tingkah Snana melukai orang lain, terutama hati ibu tirinya. Dan sebagai suami, ia wajib untuk menegur istrinya.

"Kita bicara, Na."

Tak hanya berkata tegas, digapai cepat tangan Snana saat wanita itu berjalan.

Tentu, sang istri tidak mau menurut begitu saja. Langsung menunjukkan perlawanan dengan menghempas tangan kuat-kuat.

"Kita harus bicara, Snana." Mahayusa pun meninggikan suara karena mulai emosi.

Jika istrinya tetap egois, maka ia juga berhak menunjukkan sikap keras, dalam upaya menyadarkan kekeliruan sang istri.

"Apa yang kamu lakukan, Mas?"

Snana spontan bereaksi tidak suka saat Mahayusa tanpa izin membopongnya.

Pria itu membawanya ke kasur. Lantas, mendudukinya di tepian ranjang dengan kedua tangan mengungkungnya sehingga ia tak bisa untuk melepaskan diri.

"Apa mau kamu, Mas?"

"Kita harus meluruskan semua, Na."

"Meluruskan semua? Bilang saja kamu mau membela Mamaku. Jangan mu-"

"Aku bukan membela Mama." Mahayusa membantah keras tuduhan Snana.

"Berhentilah bersikap egois, Na."

"Aku tahu kamu menderita karena kamu tidak bisa merasakan kasih sayang Mama sejak kecil. Aku tahu kamu terluka, Na."

"Tapi, coba ...."

"Coba kamu beri kesempatan aku untuk menjelaskan semua yang aku tahu tentang alasan Mama pergi sejak kamu lahir, Na."

"Please, Sayang." Mahayusa melembutkan suara seraya menangkupkan kedua tangan di wajah sang istri yang berurai air mata.

Tak lama, Snana pun mengangguk.

Dan hal tersebut membuatnya lega karena apa yang ia katakan mau didengar.

"Mama tidak pernah berencana pergi saat kamu lahir, Na. Mama dipisahkan dari kamu oleh kakek dan nenek tiri kamu."

"Mama bahkan dibuat amnesia permanen agar Mama tidak ingat pernah melahirkan kamu dan Pak Karna. Kalian dipisahkan dengan sengaja oleh keluarga Jayanegara."

"Kalau kamu ragu dengan semua yang aku katakan, akan aku berikan kamu bukti."

"Aku punya narasumber yang tahu semua kejahatan dilakukan mereka pada Mama."

Saat melihat lelehan air mata sang istri kian banyak, ia memeluk wanita itu erat.

"Mama juga menderita karena tidak tahu anak-anaknya. Mama selalu rindu, tapi dia tidak tahu anak-anak kandungnya."

"Buka hati kamu untuk Mama, Snana."

"Mama adalah orang baik. Mama pasti akan lebih sayang kamu dibandingkan aku yang hanyalah anak sambungnya."

Seraya masih memeluk sang istri, atensi pun Mahayusa pindahkan pada sosok Ibu Pratiwi yang berdiri di depan pintu kamar, kebetulan tidak tertutup sejak tadi.

"Kemari, Mama," panggilnya lembut.

Namun kemudian, ia dikagetkan dengan aksi Snana melepas pelukannya tiba-tiba.

Wanita itu berlari cepat ke arah Ibu Pratiwi yang masih berada di dekat pintu.

Snana memeluk ibu sambungnya dengan erat. Dan semakin deras menangis.

"Maafkan aku, Ma."

"Aku nggak mau benci Mama."

"Aku sayang Mama. Aku kangen Mama."

Mahayusa lega bukan main menyaksikan sang istri akhirnya mau berdamai dengan Ibu Pratiwi, setelah diberikan pengertian.

"Mama juga minta maaf, Snana."

"Mama nggak boleh pergi lagi."

"Mama tidak akan pergi, Nak. Mama akan di sini bersama kamu dan kakak kamu."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top