BAB 14


yuhuu, datang lagi part baru.





==========================================


BAGIAN

EMPAT BELAS (14)


==========================================




"Pagi, Ma." Mahayusa menyapa sang ibu tiri saat sampai di areal dapur.

Ibu Pratiwi membalas dengan senyuman keibuan yang tampak selalu hangat.

"Makaroni cheese kesukaan kamu sudah Mama buatkan. Mama taruh di meja."

"Makasih, Ma."

"Cepat dimakan sebelum dingin."

Mahayusa pun membalas lewat anggukan pelan saran sang ibu tiri. Tentu akan ia lakukan segera. Perutnya cukup lapar.

Mengingat makan berat terakhir hanyalah kemarin sore, malamnya hanya air mineral karena cukup lelah hingga tak lapar.

"Yusa ...,"

Langkah kaki dihentikan langsung, ketika sang ibu tiri memanggil namanya.

"Yasa dan Yara tidak akan ke sini, Nak?"

"Yara sudah balik ke Jakarta, Ma."

"Yasa masih di hotel, sepertinya dia belum bangun. Aku sudah menelepon tadi. Dia tidak mengangkat sama sekali, Ma."

"Apa Yasa pergi ke klub semalam, Nak?"

Mahayusa menggeleng pelan. "Aku tidak tahu, Ma," jawabnya dengan apa adanya.

Kemarin, ia tidak sempat berkomunikasi dengan Mahayasa. Mereka hanya berjanji untuk bertemu nanti siang guna membahas soal hasil perjalanan kerja kedua adiknya.

Dan memanglah untuk urusan kehidupan pribadi Mahayasa maupun Mahayara, ia tak ingin terlalu melibatkan diri atau ikut campur, demi menghargai privasi mereka.

Keduanya sudah dewasa. Tentu memiliki kebebasan menjalani gaya hidup dan juga kesenangan masing-masing, asalkan tidak menyentuh obat-obatan terlarang.

Namun sang ibu tiri masih kerap merasa cemas akan Mahayasa maupun Mahayara, menganggap mereka masih kecil saja.

"Begitu, kah? Padahal Mama sudah masak banyak karena pikir mereka datang lagi."

"Mama masak banyak? Masih ada aku yang bisa menghabiskan semuanya."

"Mama jangan takut. Aku tukang sapu."

Candaan Mahayusa disambut tawa oleh sang ibu tiri. Dan begitulah tujuannya.

"Makan yang banyak, Yusa. Kamu harus habiskan semua masakan Mama."

"Siap, Ma." Mahayusa menyahut santai. Ia mengukirkan senyumnya dengan lebar.

"Aku akan mulai menyapunya sekarang."

Mahayusa pun bersiap melangkahkan kaki ke arah meja makan, namun sang ibu tiri meraih lengan tangan kanannya.

"Ada apa, Ma?"

"Sebelum kamu sarapan, apa Mama boleh minta tolong antarkan bubur dan jus untuk istri kamu, Yusa? Snana belum makan."

Mahayusa tentu saja tak bisa menolak jika sang ibu tiri membutuhkan bantuan, walau ia sangat enggan menghadapi istrinya.

Dan satu anggukan pelan dilakukan, tentu menjadi kesanggupan memenuhi apa yang diminta oleh sang ibu tiri padanya.

"Terima kasih, Yusa."

"Tolong antarkan ke kamar istri kamu dan pastikan dia mau memakannya, ya."

"Snana sudah menyusui. Dia harus sering makan agar ASI bisa keluar lebih banyak."

Mahayusa tak berkomentar apa pun, tapi segera menerima nampan berisi mangkuk bubur panas dan juga segelas jus tomat.

Lalu, dibawa ke ruang tidur utama yang ditempati oleh sang istri. Tak jauh dari area dapur, sehingga bisa cepat sampai.

Pintu dibuka dengan pelan-pelan.

Tidak mau menimbulkan suara yang dapat membangunkan bayinya dan Snana.

Namun rupanya mereka sudah bangun, dan ranjang tampak kosong, tak ada siapa pun di atas kasur tertangkap oleh matanya.

Lalu, diedarkan pandangan ke setiap sudut kamar guna menemukan istrinya. Dan tak mungkin Snana keluar dari ruangan.

Dan ternyata wanita itu berada di balkon.

Tentu saja bersama buah hati mereka yang berada dalam gendongan sang istri.

Mahayusa bergegas mendekat. Ia harus segera menyerahkan bubur dan jus, walau masih timbul keengganan bicara dengan Snana jika mengingat sikap wanita itu.

Ketika sudah sampai di balkon, sang istri seperti belum menyadari kehadirannya.

Dan dilihat jelas betapa lembut cara Snana menatap sosok kecil Ashan dalam dekapan istrinya itu, tengah menyusui.

Semalam, saat sang ibu tiri memutuskan menyerahkan bayinya pada Snana. Tentu ada kecemasan jika sang istri tidak akan mau memberikan ASI untuk Ashan.

Namun, wanita itu mengurus putra mereka dengan baik sepanjang malam hingga kini.

"Kenapa?"

Mahayusa jelas cukup terkejut mendengar Snana mengajukan pertanyaan karena ia mengira wanita itu tak akan mau bicara, walau tatapan dan suara istrinya dingin.

"Aku bawakan sarapan," jawabnya lalu.

"Tidak."

Snana menunjukkan penolakan. Ia enggan mencoba makanan buatan ibu kandungnya dan lebih baik menahan lapar saja.

"Kamu harus sarapan, Na."

"Agar ASI kamu keluar semakin banyak dan Ashan tidak akan kekurangan susu."

Mahayusa tiba-tiba teringat akan ucapan ibu tirinya tadi. Tentu ia gunakan sebagai alasan untuk membenarkan bujukannya.

"Pikirkan kebaikan Ashan juga."

Mahayusa mencoba kembali meyakinkan.

Dan terjadilah keheningan karena Snana tak memberikan jawaban segera. Wanita itu juga menghindari kontak matanya.

Mereka semakin seperti orang asing. Sekat tak kasatmata juga tambah menjulang tinggi di antaranya dan juga Snana.

"Bisa tolong suapkan aku, Mas?"

"Aku harus menyusui Ashan."


===========================================

yok komen yookk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top