BAB 13
Rajin up pangkal cepat selesai. Wkwk.
Yok vote sebelum bacaahh.
==========================================
BAGIAN
TIGA BELAS (13)
==========================================
"Ketinggalan," gumam Snana kesal saat teringat tak membawa earphone miliknya.
Tidak dimasukkan ke dalam koper. Dan ia dengan bodoh malah mencari-cari sejak tadi, hingga membongkar barang-barang.
Benar-benar membuang waktu.
Tentu, ia juga tak akan menemukan alat lainnya yang bisa membantu telinganya untuk tidak menangkap tangisan Ashan.
Mungkin akan terus mengusiknya hingga ia harus begadang karena tak bisa tidur.
Jika saja ada akses untuk meninggalkan apartemen, pasti akan dilakukan.
Sayangnya tak bisa karena Mahayusa dan kakaknya kompak menugaskan seorang pengawal bayaran menjaga apartemen.
Cih, ia seperti buronan yang telah berbuat kejahatan luar biasa, sehingga begitu ketat dilakukan pengawasan agar tak kabur.
Baiklah, untuk beberapa hari kedepan bisa ditolerir. Ia juga akan mencari untuk bisa meninggalkan apartemen ini.
Dan tentu saja mengajukan gugatan cerai pada Mahayusa, sesuai dengan rencana.
Memang tak bisa dalam waktu dekat. Ia sudah berjanji pada sang kakak jika akan menjadi ibu yang baik untuk anaknya.
Mungkin saat Ashan sudah berusia tiga bulan ke atas, baru akan dipikirkannya lagi soal realisasi perceraian. Walau saat ini, ia sudah muak dengan pernikahannya.
Terlalu riskan jika tetap memaksakan diri berpisah karena sang kakak pasti murka.
Karna Jayanegara ada di pihak Mahayusa sampai sekarang. Saudaranya pasti akan membela sang suami dibanding dirinya.
Namun, ketika kakak laki-lakinya tahu kebenaran tentang keterkaitan Mahayusa, klan Whibawa, dan ibu kandung mereka. Apa saudaranya akan tetap bersikap baik?
Haruskah ia membongkar semua agar sang kakak minimal mendukung rencananya?
Tok!
Tok!
Tok!
Pintu kamar yang diketuk beberapa kali, tentu masuk ke indera pendengarannya, bersamaan dengan suara tangisan bayi yang semakin kencang saja.
Tok!
Tok!
Tok!
Saat ingin bersikap abai, nyatanya kaki malah dilangkahkan ke arah pintu kamar.
Tentu juga dibukanya.
Cklek.
Seluruh tubuh Snana langsung tegang, saat melihat sosok Ibu Pratiwi Sasia.
"Maaf jika saya jadi mengganggu waktu beristirahat kamu, Nak Snana."
"Ashan terus menangis, dan tidak mau minum sufor. Tolong berikan ASI."
"Ashan lapar dan perlu minum susu, tapi terus menolak saya berikan sufor."
"Apa ASI Nak Snana keluar? Apa bi-"
Tak dibiarkan Ibu Pratiwi lanjut bicara.
Segera diambil sosok kecil bayinya yang masih menangis. Lalu, menutup pintu dan tak mengatakan apa-apa pada Ibu Pratiwi.
Tidak wajib baginya untuk bersikap baik dengan orangtua yang berpura-pura tak mengenali dirinya sebagai anak.
Cih, menjijikan sekali.
"Ashan ...," Dipanggil nama sang buah hati dengan lembut, saat sudah berhasil duduk di sofa untuk menyusui bayinya itu.
Tangisan sang putra belum berkurang.
"Ashan haus? Mau ASI Mama?"
"Kita mimik ASI, ya, Sayang."
Snana segera saja membuka bra. Lalu, diarahkan puncak payudara ke mulut sang bayi. Tak mudah dilakukan karena Ashan menggelinjang terus sambil menangis.
Dan dibutuhkan beberapa kali percobaan hingga sampai akhirnya sang buah hati dapat menghisap putting-nya, walaupun pelan-pelan seperti baru mengenali.
Syukurnya, ASI miliknya mau keluar.
Walau, menimbulkan rasa sakit dan juga perih di bagian puncak buah dadanya yang kian dihisap kuat oleh sang putra.
Tentu, absen dua minggu lebih menyusui, pasti akan terasa berbeda baginya. Namun untungnya, ASI dapat keluar cukup lancar.
"Banyak-banyak mimik, ya, Ashan," ujar Snana lembut sembari menepuk-nepuk halus punggung buah hatinya yang sudah mulai berhenti menangis kencang.
Dirinya bahkan dipandang dengan lekat.
"Mulai sekarang, Mama akan kasih Ashan ASI setiap hari supaya Ashan cepat gede."
Perasaan Snana tambah berkecamuk, saat teringat tingkahnya yang kekanak-kanakan sampai tega meninggalkan bayinya selama dua minggu lebih demi keegoisan belaka.
"Mama minta maaf, ya, Sayang. Maafin Mama yang nggak memikirkan Ashan."
"Jangan benci sama Mama, ya."
"Mama janji nggak akan pergi lagi. Mama akan rawat Ashan sampai gede nanti."
"Mama sayang banget dengan Ashan."
Air mata Snana tumpah saat mencium tangan mungil sang buah hati yang tengah menggenggam kuat salah satu jarinya.
Sementara itu, di luar kamar, Ibu Pratiwi masih mematung berdiri di depan pintu.
Beliau merasa terluka dengan sikap sang menantu yang begitu abai dan seakan-akan memiliki amarah pada beliau. Ada apa sebenarnya?
Bahkan mereka baru hari ini berjumpa, namun kebencian Snana Jayanegara seperti sudah sangat lama.
===========================
Komen please komen.
Pada suka nggak sama cerita ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top