Malaikat Hitam - Bagian 3 [✓]

Karena masalah kemarin, hari ini Tea dan Anantha terpaksa harus tidak mengikuti praktek tumbuhan yang dijanjikan Mrs. Vanessa.

"Maafkan aku, seharusnya aku tidak melakukan hal itu" ujar Anantha merasa bersalah

"Maafmu tidak akan mengembalikan keadaan seperti semula, jadi untuk apa minta maaf" ucap Tea yang sedang sibuk membawa banyak buku

"Baiklah, bagaimana kalau aku temani kau di ruangan membosankan itu" cetus Anantha

"Cukup baik"

Ruangan yang luas, meja meja yang berjajar rapi dan rak rak besar yang berdiri kokoh seolah membentuk sebuah labirin. Cat putih bersih yang dipadu padankan dengan lantai kayu mengkilap tampak mengesankan, terlebih lagi dibalut oleh karpet merah yang lembut.

Jangan lupakan jendela kaca besar yang terletak di ujung ruangan, menghadap matahari langsung dapat membuat ruangan lebih hidup tanpa harus menghidupkan lampu.

"Kau butuh buku apa?" tanya Anantha yang masih setia mengekor dibelakang Tea.

"Psikologi."

"Begitu tertariknya dirimu akan hal kejiwaan," gumam Anantha

"Menurutku bagus." balas Tea

"Tahun depan kita sudah ujian, kau mau masuk universitas mana?"

"Aku belum tahu,"

"Aku berharap akan satu sekolah lagi dengan mu." ungkap Anantha dengan nada sedikit menyentuh.

"Nah, aku menemukan nya!" seru Anantha dengan gembira

"Shutt!" peringat Tea

"Astaga, aku lupa. Apa Mr. Yefers mendengar nya?"

"Mungkin tidak, dia masih sibuk dengan Shele" Anantha melihat kearah meja besar Mr. Yefers dan benar, lelaki itu masih sibuk dengan si populer bernama Sheena atau lebih dikenal Shele.

Disisi lain, diruang laboratorium. Para siswa masih disibukkan dengan praktikumnya. Tidak dengan Hillen, ia bersama kedua temannya malah asik menganggu siswa lain.

"Hei, dimana gadis membosankan itu?" gumam Hillen

"Mungkin dia sedang repot dengan tumpukan bukunya." saut temannya yang bernama Stiv.

"Ya, benar juga. Baiklah kita cari dia!" perintah Hillen.

Kembali di ruangan penuh buku. Satu jam berlalu dan Anantha sudah tidak sanggup berada diantara tumpukan buku didepannya. Ia selalu mengeluh dan membujuk Tea agar segera pergi.

"Rasanya ingin muntah jika lama lama melihat tumpukan didepan ku ini." gumam Anantha

"Kau boleh kembali, aku akan menyusul mu." ucap Tea

"Benarkah? Apa tak masalah jika ku tinggal sendiri?"

"Tidak akan ada yang menggangguku selama ada Mr. Yefers" Tea berusaha meyakinkan

"Oke, aku akan kembali lagi nanti," Anantha pun terlihat berjalan pergi

Hingga beberapa detik hening, namun keheningan itu berubah ketika seorang pemuda datang dan menyapa gadis bernama Tea tersebut.

"Selamat siang, Mrs. Valaria" sapa seorang pemuda berambut hitam legam didepannya.

"Ya, siang. Apa aku mengenalmu?" tanya Tea sedikit mengerutkan keningnya, mencoba mengingat ingat.

"Apa kau tidak akan mempersilakan aku duduk terlebih dahulu?"

"Ah, ya ... silakan!"

"Nah perkenalkan namaku Dich Griden, kau bisa memanggilku Dich" ujar pemuda itu memperkenalkan diri.

Tea seperti pernah melihat lelaki ini, tapi dimana. Ah, ya dia yang menepuk pundak pemuda berambut pirang itu kan. Barulah ia sekarang mengingatnya.

"Senang bertemu denganmu, Dich." Tea menjabat tangan lelaki didepan nya ini.

"Bukankah kau murid yang selalu nomor satu itu, Mrs. Valaria?"

"Entahlah, dan ya ... orang orang biasa memanggilku Tea, kau tidak perlu seformal itu." ucap Tea tak enak hati.

"Baiklah, sesuai permintaanmu, Tea" percakapan mereka masih berlanjut. Dich yang bertanya dan Tea yang menjawab nya.

Tak lama kemudian gadis berambut hitam legam menghampiri mereka berdua. Dan langsung menepuk pundak Tea.

"Aku kembali!"

"Oh, Anantha," Anantha melihat kearah lelaki didepan Tea dan bertapa terkejutnya gadis itu.

"Astaga!" gumam Anantha dengan rasa terkejut.

"Hai Mrs. Gacfen" sapa Dich pada Anantha.

"Kurasa kita bisa membahas lagi dilain waktu, Tea" ujar Dich.

"Ya, tentu saja"

"Aku pergi dulu, sampai jumpa" pamit Dich.

Anantha masih tak bisa berkata apa apa, ia terdiam kaku disana. Kalian tahukan pemuda itu, pemuda yang memiliki nama Dich Griden.

Ya, Dich Griden! Astaga, pemuda tampan yang jago dalam segala hal, dia selalu menjadi nomor satu dalam pertandingan apapun.

"Oh, astaga! Apa aku bermimpi? Aku disapa oleh orang paling tampan di Atherty?" tanya Anantha masih tak percaya.

"Kau tidak bermimpi, ini nyata"

Tea lebih memilih berjalan keluar terlebih dahulu daripada harus melihat Anantha yang sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Hei, tunggu aku!" teriak Anantha

Anantha berusaha menjajarkan langkah kakinya dengan Tea. Ia melihat kearah teman disebelah ini, mengamati lebih teliti. Merasa risih, Tea menoleh dengan tatapan bosan.

"Kau melihat apa?"

"Aku hanya mengamatimu, bagaimana kau bisa menarik perhatian si pangeran kedua Atherty itu?" ujar Anantha.

"Memang siapa pangeran pertama nya?" tanya Tea, kalian bisa anggap Tea itu kudet atau apalah itu. Tapi memang benar, gadis itu tak tahu apapun mengenai berita berita semacam itu.

"Si pemuda berambut pirang itu, yang kau kira dia adik kelasmu." balas Anantha.

"Tapi aku tak yakin dia menjadi yang pertama, karena dia itu pemuda yang ... sulit di cari" imbuh Anantha dengan mengecilkan kata terakhir.

"Kurasa Dich memang tertarik padamu," sela Anantha sebelum Tea sempat berbicara.

"Dan yang kulihat kau menyukainya." timpal Tea yang kemudian ia berjalan mendahului Anantha.

"Hei! Aku tidak menyukainya!"

"Aku hanya-"

"Kau hanya apa? Benar kan, kau memang menyukainya" potong Tea.

Hal yang selanjutnya terjadi, mereka melanjutkan perjalanan menuju kelasnya dengan candaan kecil tentang Dich Griden. Namun, senyum Tea perlahan pudar saat tak sengaja maniknya bertemu dengan manik abu abu milik Hillen.

"Rupanya kau disini." ujar Hillen dengan senyuman mengejeknya.

"Memangnya apa urusanmu?" sahut Anantha

"Aku tidak bertanya padamu, dasar cengeng!" ucap Hillen dengan senyum menyebalkan nya.

"Urus dia!" titah Hillen pada kedua temannya.

Hillen kemudian menatap kearah Tea dan mulai mendekati gadis yang selalu mencepol rambutnya itu.

"Kau tahu, Tea?" ucap Hillen dengan nada yang aneh.

Hillen memojokkan gadis itu hingga menyentuh dinding belakang nya. Raut wajah Tea mulai khawatir dan takut, bagaimana tidak? Posisinya ini sangatlah terdesak, terlebih lagi orang didepannya adalah orang yang ia benci.

"Hei! Lepaskan aku!" Anantha meronta-ronta mencoba melepaskan diri.

"Latea Valaria Quinnzel," Hillen menatap manik biru milik Tea.

"Aku sangat- sangat membenci dirimu." bisik nya, kemudian lelaki itu memerintahkan teman nya untuk segera pergi.

Tea menghela nafas panjang dan memegang dengan erat buku buku yang di tangan nya.

"Tea, apa kau baik baik saja?" tanya Anantha cemas.

"Ya, aku baik baik saja." balas Tea masih menetralkan nafasnya.

Dibalik koridor tempat Tea dihadang Hillen tadi ada seseorang yang mendengar dan menyaksikannya. Mata hijau menyala itu masih menatap tajam kearah sana.

"Latea" gumamnya.

°*°*°

Sepulang sekolah kali ini Tea tak langsung pulang. Ia masih ada suatu tugas yang harus diselesaikan, yang pasti itu tugas rahasianya.

"Ayo!" ajak Anantha

"Maaf, aku ada urusan hari ini." tolak Tea

"Urusan apa?"

"Suatu yang ... yang sulit dijelaskan."

"Oke aku ikut denganmu." ujar Anantha seakan tak terbantahkan.

"Tidak, kali ini berikan aku waktu sendiri," pinta Tea, tatapannya seolah memohon agar Anantha mengerti.

"Kalau Hillen mengganggu bagaimana?" cemas Anantha.

"Pemuda itu mungkin sudah berada dirumah sekarang." ujar Tea yang melirik kebawah

"Ah, betul." Anantha melihat Hillen berjalan menuju keluar gerbang.

"Baiklah, aku pulang. Kau harus hati hati, oke?!" tutur Anantha.

"Pasti." Tea sedikit tersenyum kecil

"Sampa jumpa!" Anantha melambaikan tangannya dengan tinggi tinggi.

"Ya" perlahan senyum Tea pudar.

"Sebaiknya aku harus cepat" gumam gadis itu.

Di ruangan besar yang penuh dengan botol botol kaca serta cairan cairan kimia yang beragam warna.

Seorang gadis berambut coklat yang selalu dicepol dan tak lupa kacamata bundar nya. Ia berdiri dengan membawa sebuah buku tebal ditangan kanan nya. Dengan langkah perlahan ia mendekati lemari kaca yang penuh botol botol dengan cairan berwarna.

"Kurasa ini yang tepat," ucap si gadis

Kalian pasti tahu apa yang akan dibuat sang gadis, tepat sekali. Gadis itu sibuk membuat berbagai macam cairan cairan aneh dan unik pastinya.

Beberapa menit berlalu dan ia sudah mendapatkan hasilnya. Sebotol cairan berwarna merah dan satunya berwarna hitam pekat.

"Menarik." gadis itu tersenyum miring dan segera memasukkannya kedalam tas.

°*°*°

VZ- seri pertama

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top