Malaikat Hitam - Bagian 1 [✓]
10 tahun yang lalu (umur 6 tahun)
Jum'at, 25 Maret 2011
Malam itu adalah malam yang cerah– tanpa awan gelap, bulan dan bintang bersinar dengan terangnya seolah menerangi kedatangan Laudya ke kamar putrinya. Wanita itu membelai rambut putrinya dengan lembut.
Tunggu dulu! Apa kalian bisa membaca ejaan nama gadis kecil itu? Bukan 'Tea' yang berati 'Teh'. Kalian hanya membacanya T E A saja.
Gadis kecil yang sedang sibuk menggambar pun menoleh kearah ibunya dan tersenyum senang.
"Kamu buat apa, sayang?" tanya Laudya dengan nada khasnya, lembut.
"Ini menara Eiffel," ujar gadis kecil itu penuh semangat, gadis itu tampak berdiri dan menunjuk nunjuk langit.
"Jika besar, Tea ingin kesana!" serunya dengan penuh semangat.
Laudya tersenyum kecil dan memeluk putri kecilnya, "Mama akan membawakannya." ucap nya disertai air mata yang mengalir deras.
Keesokan harinya ...
Laudya kini tengah bersiap siap dan segera berangkat ke bandara untuk penerbangan pertama nya menuju ke Prancis, Inggris.
Suatu proyek yang harus ia kerjakan membuat wanita itu dengan suka rela harus pergi meninggalkan keluarga kecilnya. Mengingat ekonomi keluarganya yang pas pas-an, hal itu harus membuat Laudya yang turun tangan.
"Mama berangkat ya, jaga diri baik baik." ucap Laudya dengan air mata menggenang.
"Hati hati," ujar Adilson kepada istrinya, Laudya mengangguk dan tersenyum.
5 tahun berlalu (umur 11 tahun)
Senin, 26 September 2016/ sehari sebelum pesawat jatuh.
Hari yang paling di tunggu tunggu Tea telah tiba. Hari ini Laudya akan kembali pulang. Saat tengah asik membuat lukisan tiba tiba telpon rumah nya berdering. Segeralah Tea berlari dan mengangkat nya, ternyata itu adalah Mama nya.
"Hallo"
"Tea, ini Mama"
"Mama? Kapan mama akan pulang?" tanya Tea dengan sangat antusias
"Mama ada di bandara dan besok akan sampai. Tea, pesawat Mama akan lepas landas sepuluh menit lagi. Sampai jumpa"
Tea berlari menuju kamar Papa nya dan memberi tahu kabar baik itu, Adilson pun turut bahagia. Namun ketika takdir berkata lain, pesawat yang di tumpangi Laudya mengalami gagal fungsi. Sebelum pesawat jatuh Laudya sempat menulis di kertas.
"Tea, mungkin Mama tak akan pernah kembali, Mama hanya ingin kamu tumbuh menjadi gadis pemberani dan kuat. Raih mimpi mu dan jangan biarkan orang lain menyakiti mu.
Love"
Pesawat itupun akhirnya jatuh dan meledak saat itu juga.
Tea umur 16 tahun
Kamis, 1 Juli 2021
Dengan keringat dingin ia bangun dari mimpi buruknya lagi. Tea segera beranjak dari tempat tidur dan mejalani aktivitas pagi nya.
Setelah siap dengan seragam nya gadis itu menuruni tangga, ia mengambil sepotong roti dan membuat susu hangat untuk dirinya. Tak lupa, Tea juga membuat sarapan untuk Papa nya meskipun tak pernah disentuh sama sekali oleh Adilson.
"Tea berangkat!" pamit nya, namun tak ada jawaban sama sekali.
Gadis itu berangkat menggunakan bus sekolah, ia selalu duduk sendiri karena ... memang Tea tak memiliki seorang teman. Semua orang menjauhi nya karena rumor rumor jahat.
"Bolehkah aku duduk di sampingmu?" tanya seorang pemuda yang tampak asing.
Gadis itu terdiam sebentar dan mengangguk dengan kaku. Tea bertanya tanya dalam hati, apakah orang ini tak tau rumor rumor disekolah tentang dirinya?
Ah, lupakan! Mungkin pemuda ini anak baru jadi bisa saja kan tak tau soal rumor itu.
•Atherty High School•
Sekolah menengah atas yang terletak di pusat kota ini sangatlah menakjubkan. Sekolah berbasis internasional dan sangat di impikan semua orang.
Namun, hanya orang orang pilihan yang bisa sekolah disana. Dan Tea sangat beruntung karena bisa masuk ke sekolah itu, pastinya dengan prestasi.
"Hei! Menyingkir-lah dari situ!" teriak seorang pemuda berambut coklat kemerahan pada Tea.
Gadis itu sedikit menyingkir kesamping dan menatap kearah pemilik rambut coklat kemerahan itu dengan tatapan tajam.
"Huh"
Hari ini adalah hari pertama Tea kembali ke sekolah sebagai kakak kelas. Tapi itupun percuma, hidupnya tetap datar, sama sekali tidak ada perubahan apapun.
Yang lain sibuk turun kebawah guna melihat para siswa yang notabenenya masih baru. Ada yang ingin mencari kekasih untuk kencan dan ada juga yang mencari bahan untuk di bully.
Kecuali gadis yang selalu memakai kacamata besarnya, ia berada didalam kelas sendiri sembari melihat kearah lapangan. Maniknya tak sengaja menangkap orang yang duduk disebelah nya tadi.
"Dia orang yang duduk disebelah ku tadi?" tanyanya pada diri sendiri.
"Kukira dia junior ku, ternyata kakak senior" gumam Tea, "Tapi kenapa aku tak pernah melihatnya?"
"Karena dia berbeda" saut seseorang dari arah belakang
Gadis itu, dia adalah teman sekelasnya. Seorang gadis berparas cantik bersurai hitam dan memiliki manik berwarna cokelat indah. Namanya Anantha Gacfen, putri satu satunya dari keluarga Gacfen yang kaya raya.
"Aku tak membutuhkan jawabanmu." sinis Tea, ia memilih duduk dan sibuk dengan buku buku nya.
"Aku tahu, sebenarnya kau bosan dengan buku buku itu," Tea tak menghiraukan sama sekali.
"Dan aku tahu, kau juga butuh teman bicara. Aku bisa menjadi teman mu" kali ini Tea menatap tajam kearah Anantha.
"Kau tahu, aku sama sekali tak mempercayaimu!" Tea bangkit dan berjalan keluar kelas.
"Hei, Tea! Apa tak cukup satu tahun aku buktikan dengan sikapku kepadamu" ujar Anantha yang menyusul dari belakang.
"Tidak, sampai kapanpun tidak cukup!"
"Kau ini kenapa?" Anantha menarik tangan Tea, gadis itu terdiam dan menatap tajam kearah Anantha.
"Bisakah kau jelaskan padaku alasan mu"
"Karena–"
"Hei! Gadis pembunuh" potong seseorang dari arah belakang, itu suara Hillen.
"Kau?! Tak henti hentinya menganggu Tea" Anantha berucap dengan kesal.
"Diam-lah gadis bodoh!" ungkap Hillen dengan nada tajam.
"Kau bilang apa? Bodoh? Bukankah itu kau" Hillen menoleh kearah Anantha, pandangan mereka beradu dengan sengit.
"Jadi kau mau melindungi nya?!" tanya Hillen sembari menunjuk kearah Tea.
"Ya"
"Tidak"
"Jadi mana yang benar?"
"Tidak, aku tidak mengenalnya" ujar Tea dengan tatapan tertuju pada gadis berambut hitam didepan nya.
"Baguslah!" Hillen menuangkan air yang ada ditangannya kearah Tea. Kemudian pemuda berambut cokelat kemerahan itu berjalan pergi disusul kedua temannya yang tertawa bahagia.
"Ayo, kita ganti bajumu" ajak Anantha
"Cukup! Jangan pura pura didepan ku,"
"Maksudmu apa?"
"Kau sama saja dengan mereka, kau pasti tertawa kan melihat keadaan ku" kesal Tea.
"Kau bicara apa? Aku selalu berusaha melindungi mu, Tea" gadis itu tertawa hambar kemudian ia berlari menuju kamar mandi.
°*°*°
Akhirnya jam istirahat tiba, semua siswa menuju kearah kantin guna membeli makanan. Tapi tidak dengan gadis kutu buku yang terlihat membosankan itu, ia selalu saja berada dikelas sepanjang hari.
"Hei, Anantha! Ayo ikut bersama kami." ajak salah satu siswa bernama Meira.
"Ah, mungkin tidak untuk kali ini. Maaf" tolak Anantha
"Oh, oke"
Anantha melihat kesampingnya. Ya, dirinya memang satu bangku dengan Tea, namun Tea sama sekali tak pernah berbicara ataupun bekerjasama dengannya.
"Kenapa kau tak mempercayai ku?" tanya Anantha.
"Kau tau jawabannya."
"Jadi kau berpikir aku sama dengan Hillen dan kawan kawan nya?"
"Ya"
"Oh, tidak! Kau salah, aku sama sekali tak sama dengan nya. Dia pemuda kejam yang pernah kutemui, dan aku? Apa aku sama?" Anantha melihat kearah Tea.
"Jawab, Tea"
"Apa aku pernah menyakiti mu?"
"Apa– apa aku pernah mempermalukan mu?"
"Apa aku pernah menghina dan mengejek mu?" tanya Anantha dengan beruntun.
"Tidak, kan?" Tea hanya terdiam kaku mendengar pernyataan Anantha.
Memang benar perkataan Anantha, gadis itu tak pernah menyakitinya. Tapi kenapa Tea selalu mengusirnya dan menganggap Anantha sama seperti Hillen.
"Entahlah" Tea bangkit dan berjalan keluar menuju kearah perpustakaan.
°*°*°
Saat sedang sibuk membaca buku tiba tiba seseorang duduk tepat didepan nya. Tea sedikit terkejut dan takut, takut jika ia akan diganggu lagi.
"Aku tak akan mengganggumu" ujar pemuda itu.
Tea sedikit lega dan kembali membaca bukunya. Tapi ia tersadar sesuatu. Bukanya dia orang yang sama, yang duduk disebelahnya saat di bus sekolah tadi pagi.
"Apakah namamu Valaria Quinnzel?" Tea tersentak kaget.
Ia menatap kearah pemuda didepan
nya, "Lebih tepatnya Latea Valaria Quinnzel" jawab gadis itu dengan nada lirih.
"Aku mendengar banyak hal tentang dirimu, kau seorang siswi yang cerdas dan mengagumkan." ujar pemuda itu.
"Terimakasih," bisa kalian tebak bagaimana perasaan gadis itu saat ini.
"Kudengar kau pandai membuat berbagai macam cairan kimia?" Tea mengalihkan pandangannya menatap lawan bicaranya.
"Hanya sedikit"
"Kita bisa melakukan pengujian bersama ... itupun jika kau mau" gadis itu tersenyum dan mengangguk saja.
Saat Tea hendak bertanya, bel sudah berbunyi dan mengharuskan nya untuk segera kembali ke kelas, karena sebentar lagi adalah pelajaran kesukaan Tea dan tentu saja ia tak mau jika harus melewatkannya.
Tanpa perkataan apapun Tea memilih pergi. Sedangkan pemuda bersurai pirang itu tersenyum miring sembari menatap kearah kursi didepannya yang kosong.
"Masa depan akan menunggumu–
–Valaria"
°*°*°
VZ- seri pertama
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top