Sebelum Satu
Sebelum Satu | Saat aku tersadar
"Ayah ga mau tahu, pokoknya kamu harus bisa bangun lagi perusahaan itu, Tara!" Tegas pria berjas rapih yang tengah berdiri di hadapan seorang pemuda yang tak kalah rapih dari dirinya juga.
Bimantara Mahendra, pemuda yang kembali mendengar kalimat tersebut hanya mengangguk malas. "Akan aku usahakan, Ayah."
Jika sebelumnya hanya telinganya yang pengang karena mendengar omelan sang Ayah, kini ia dapat merasakan bokongnya sedikit panas saat sang Ayah menepuknya dengan penuh kasih.
"Kamu harus berusaha, bukan hanya mengusahakannya saja, Tara!" Omelnya lagi, "kamu pikir Ayah membangun perusahaan itu dengan mudah ? Darimana kamu mendapatkan semua ini ji—"
"Aku sangat menghargaimu, Ayah." Sela Bimantara, dengan cepat, "aku akan berusaha seperti saat Ayah membangun perusahaan itu. Oleh karna itu, aku harus pergi sekarang untuk kembali memperbaiki perusahaan Ayah." Lanjutnya, sebelum telinganya itu harus kembali mendengar kalimat kalimat, yang sialnya sudah ia hafal diluar kepala.
Sang Ayah hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan lelah. Entah sudah berapa kali juga ia mendengar kalimat tersebut dari putra sulungnya itu.
Hanya satu yang Abimanyu semogakan dalam usianya yang sudah menginjak kepala lima ini, semoga dirinya tidak mendapatkan serangan jantung setiap mendengar tingkah laku anaknya itu.
"LANAAA!!"
Mendengar namanya diserukan dengan lantang, ia pun berlari tergopoh gopoh dari dalam kamarnya dengan kedua tangan yang masih membawa mangkuk kecil berisi masker.
"Ada apa ? Mas bikin aku kaget, tahu!" Protes si pemilik nama.
Tara menatap tajam pada adiknya itu, "kamu bolos les lagi? Terus, kamu juga kemarin bolos ujian praktek?"
Kalana-si pemilik panggilan Lana- itu melebarkan kedua matanya saat menyadari bahwa ia telah melakukan dua kesalahan dalam minggu ini.
"Benerkan? Kamu bolos lagi?" Ulang Tara, "kenapa kamu bolos, Na? Mas susah susah cari uang, tapi kamu seenaknya buang buang uang gitu. Astagaaa.." lanjutnya dengan gemas.
Kalana meringis, "Mas, aku udah bilangkan buat jangan masukin aku les ? Tapi Mas yang tetep maksa." Cicitnya.
Tara meremas gemas kedua lengannya tepat di depan wajah Kalana, "itu karna Mas ga mau kamu bodoh, Kalana Mahendraaa!!"
Mendengar kalimat tersebut, Kalana mendelik tak terima. Lalu tanpa permisi, ia mulai menggerakan kuas yang ada di dalam mangkuk maskernya itu pada wajah tampan sang Kakak.
"Masalahnya, Mas juga 'kan bodoh. Malah Mas bisa buat bangkrut perusahaan dalam waktu satu tahun," desisnya, "jadi, aku seperti ini bukan tanpa alasan.. aku cuma ga mau Mas merasa bodoh sendirian." Katanya, diakhiri dengan senyum kotak yang sama seperti milik sang Kakak.
Tak ingin kembali mendengar omelan Mas-nya, Kalana pun mengecup cepat dagu yang bisa ia raih itu, lalu berlari meninggalkan Mas-nya yang sudah memasang wajah geram.
"AKU MENJUARAI LOMBA TARI KEMARIN. JADI.. MAAFKAN AKU, YA, KARNA SUDAH MEMBOLOS!!"
Mendengar hal tersebut, geraman yang sedaritadi Tara lakukan hilang begitu saja.
"BILANG DULU KALAU KAMU SAYANG SAMA MAS, BARU DIMAAFIN!" Teriak Tara yang mulai berjalan menuju kamarnya.
"AKU MENCINTAIMU, AKU MENYAYANGIMU, AKU MEMBUTUHKANMU, AKU TAK BISA HIDUP TANPA PUNDI PUNDI RUPIAHMU, MAS BIMANTARA!!"
Di ambang pintu, Tara tersenyum.
Hanya dengan kalimat bodoh dari adiknya tersebut, Tara sudah merasa cukup. Gadis mungil tersebut sudah lebih dari cukup untuk mengisi kekosongan yang di berikan oleh sosok Ibunya yang tak pernah ia harapkan kembali dalam skenario hidupnya.
"Aku akan kembali besok siang, Ibu jangan dulu banyak bergerak, ya ?"
Wanita paruh baya yang tengah duduk bersandar di kursi itu, mengangguk mengerti.
"Kalau begitu, aku pergi sekarang, ya? Anak Ibu sebentar lagi pulang." Katanya setelah melirik jarum jam dinding yang sudah menunjuk pada angka lima.
"Terima kasih, Dayu."
Si pemilik nama mengangguk sopan, sebelum akhirnya benar benar keluar dari rumah besar yang hampir setiap harinya ia kunjungi
Dahayu, atau orang lebih mengenalnya dengan panggilan Dayu itu berdiri menghadap rumah mewah yang ada di depannya.
"Ah, ternyata orang kaya nasibnya engga jauh beda kaya gue," gumamnya pelan, "mereka sama sama sering ngerasa sendiri di istana besarnya"
Baru saja menyelesaikan kalimatnya itu, Dayu dengan cepat menggelengkan kepalanya.
"Engga.. engga.. jelas aja mereka beda sama lo, Dahayu Putri," koreksinya dengan cepat, "walaupun mereka ngerasa sendiri, seengganya mereka menyendiri di dalam sangkar emasnya. Sedangkan gue ? Jangankan sangkar, akar buat gue beristirahat kalau ngerasa cape aja, gak punya."
A/n : ini draft dari tahun 2021 gais ;( Semoga kalian suka ya
Mohon dukungannya buat karyaku yg ini ya, yorubun
Hearteu!! Bbuing bbuing 💜💜
13 07 24
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top