꒰09꒱ :: Memperkenalkan.
[Name] duduk di pinggir ranjang. Tepat di samping Gojo yang tidur. Tampak pulas. Hingga mengundang senyum terukir di wajah sang gadis.
Tangan kanan terangkat, mengusap pelan surai putih si pria. “Satoru, bangun, ya? Sudah pagi, lho.”
Tak lama, kelopak matanya terbuka. Memperlihatkan keindahan netra. Mata itu menatap sang gadis sebentar, lantas tertutup lagi.
“Hari apa?” tanyanya.
“Selasa.” [Name] menusuk pipi Gojo dengan jari telunjuk. “Bangun, yuk. Aku sudah masak sarapan buatmu.”
Gojo menyentuh tangan [Name] yang menusuk pipi, lantas bangkit dan langsung memeluk tubuhnya. Menenggelamkan wajah di ceruk lehernya, menghirup aromanya yang dapat menenangkan diri.
“Hari ini mungkin bakal hujan.” [Name] menepuk-nepuk punggung Gojo pelan. “Kupikir kita harus cepat-cepat pergi, 'kan?”
Ia melepas pelukan, kemudian berdiri. “Satoru mandi dulu, ya?” Dia melangkah ke dapur.
Gojo bergeming. Menatap kepergian sang gadis dengan mata mengantuk. Lantas, bergerak turun dari ranjang, menyusul [Name] dan memeluknya.
“[Namee]~”
Gadis itu menyentuh tangan Gojo yang melingkar di leher. “Kamu mandi dulu, ya?”
“... Jam berapa sekarang?”
[Name] melihat jam dinding yang berada di atas bingkai pintu keluar. “Pukul delapan.”
Gojo melepas pelukan, melangkah ke kamar mandi yang letaknya berlawanan arah dapur. “Ke pemakaman Suguru, ya ....”
[Name] bungkam, melihat punggung Gojo yang mulai mengecil sejauh pria itu jalan. Kemudian menghilang dari balik pintu kamar mandi.
Dia teringat akan cerita persahabatan sang kekasih dengan teman yang sudah tiada. Waktu itu, mendengarkan suara Gojo berbicara cukup membuat [Name] sadar jika pria itu benar-benar menghargai hubungan pertemanannya dengan Geto.
Namun, harus kandas karena ideologi dan kematian.
[Name] menghela napas. “Aku masih ingat karena itu juga ... Satoru jadi menaikkan 'tembok'nya.”
꒰꒰꒱꒱
[Name] mengulum bibir. Mengamati Gojo berdiri di depan jalan masuk pemakaman. Tampak mendongak, mungkin saja menatap langit mendung.
“Satoru ....”
“Aneh banget, ya,” kata Gojo tiba-tiba.
[Name] mengerjap. “He?”
”Bukan apa-apa.” Pria itu melangkah. Menapaki jalan pemakaman.
Kenapa tiap ia pergi ke tempat ini ... selalu saja mendung?
Gojo berhenti melangkah. Menatap batu nisan bertuliskan nama sang kawan. Ia berjongkok. Menaruh buket bunga di permukaan batu itu. Bergeming.
[Name] hanya diam dan mengamati. Sembari memikirkan perasaan sang pria saat ini. Kehilangan seseorang itu mengerikan, bahkan berhasil melumpuhkan orang kuat seperti Gojo.
Yah, bagaimanapun ... dia juga manusia.
“Hei, [Name],” panggil Gojo dengan suara berat.
“Hm?” Gadis itu mendekat.
“Aku mau bertanya.” Si pria berdiri. Berbalik menghadap sang gadis, tapi menunduk. Poni menutup area matanya hingga tak terlihat.
“Silakan.” [Name] tersenyum. Setenang mungkin.
“Aku kehilangan Suguru setelah menjadi yang terkuat.”
[Name] bungkam.
“Setelah aku mendapatkan apa yang kumau ... kenapa di saat yang bersamaan malah kehilangan sesuatu?”
Gadis itu masih tutup mulut. Fokus menilik ekspresi Gojo, walau tak begitu terlihat karena poni dan kacamata pria itu.
[Name] menggenggam tangan Gojo. “Satoru tahu? Untuk mendapatkan sesuatu itu perlu pengorbanan, kan?”
“Jadi temanku dikorbankan, begitu?”
“Tak ada di dunia ini yang akan berjalan sesuai keinginanmu ... dan kupikir itu termasuk hukum alam.”
Dia tak membantah, juga tidak menyetujui. Semua adalah kehendak takdir. Sesuai skenario yang telah dibuat oleh sang Pencipta.
“Kehilangan teman kamu itu salah satu contohnya.” Tangan [Name] terangkat, menangkup sisi kanan wajah sang pria. Mengelusnya, berusaha memberikan ketenangan.
Gojo mengatup bibir. Jika memang begitu, kenapa harus sahabatnya? Dari sekian banyak orang yang dia kenal ... kenapa harus Geto?
“Banyak orang yang kukenal, terus ... kenapa harus Suguru?” tanya Gojo.
[Name] menarik pelan pipi pria itu. “Kupikir ... takdir memang begitu. Mungkin saja ... karena Geto Suguru adalah orang paling berharga buatmu dulu.”
Yah, takdir kejam rasanya. Katakanlah seperti itu. Namun ....
“Tapi, bukan berarti kamu akan selalu merasa kehilangan selamanya.” [Name] tersenyum. “Sebab selalu ada pengganti, 'kan?”
Yang lama berganti baru. Perpisahan mendatang pertemuan lain. Itulah maksud dari perkataan sang gadis.
“... Hee.”
Gojo tahu arti ucapannya. Kehilangan sahabat ternyata mendatangkan cinta untuk dia yang belum pernah merasakan.
[Name].
“Suguru, ini [Name].” Gojo menggenggam tangan gadis itu, menghirup aromanya. “Kau pasti nggak percaya, tapi ... dia milikku.”
[Name] tersenyum, rona merah menghias wajah cantik itu. “Semoga dia mendengarnya, ya.”
“Pasti.”
Gadis itu menarik tangan dari genggaman Gojo, lantas merentangkannya. “Ayo, sini aku peluk!”
Gojo bungkam. Melempar tatapan aneh, tapi tetap mendekat. Melingkarkan tangan di pinggang sang gadis, menaruh wajah di pundaknya.
“Habis ini mau ke toko makanan manis?” ucap [Name].
“Mau.”
“Baiklah!” [Name] melepas pelukan. Memegang tangan Gojo erat. “Ayo pergi!”
꒰꒰꒱꒱
“[Name] suka barang yang lucu-lucu, 'kan?”
Gojo duduk di sofa pada bagian tengah ruangan asramanya. Hampir selonjoran.
[Name] menoleh setelah menaruh kantongan berisi makanan manis di meja makan. “Tentu saja.”
“Kalau boneka?”
“Boneka itu lucu-lucu semua, 'kan? Tentu saja aku suka!”
“Hee?” Gojo mengapit dagu. “Jadi boneka chu*cky juga, dong?”
[Name] mengatup bibir. Memasang ekspresi kurang enak, lantas menjawab, “Boneka itu penghancur keimutan boneka lain.”
“Masa, sih?” Gojo berdiri. “Kau sudah menonton filmnya?” Ia melangkah ke bagian kamar tidur, tepat ke arah lemari.
“Pernah, tapi aku berhenti di tengah cerita.”
“Ho? Kenapa?” Gojo membuka pintu lemari. Mengambil satu paperbag berisi benda-benda imut. Lantas kembali ke sofa di tengah ruangan.
“Filmnya seru, sih, tapi ... aku nggak suka melihat boneka itu.” [Name] berbalik. Menemukan Gojo duduk di sofa sembari membuka paperbag. “Hm? Apa itu?”
“[Name] duduk sini dulu~”
Gadis itu menurut. Mendudukkan diri di samping Gojo—dengan paperbag sebagai penengah.
“Ini boneka.” Pria itu memasang senyum lebar dengan rona merah bulat di kedua pipi. “Aku melihatnya di mesin capit saat pergi jalan-jalan bersama anak-anak muridku di Mal kemarin.”
“Ih! Lucuu!” [Name] memeluk boneka kucing dengan erat.
“Lalu ....” Gojo merogoh saku. “Kemarikan tanganmu.”
[Name] mengulurkan lengan, langsung digenggam Gojo. Matanya membulat saat pria itu memasangkan sebuah gelang berantai berhias bintang.
“Aku juga menemukan ini kemarin. Sekarang kita impas, 'kan?”
[Name] terkekeh. “Padahal Satoru tak perlu sampai segitunya ....”
Gojo cemberut. “Kenapa?” Dia menopang dagu. “Kau tak suka kuberi hadiah?”
“Aku suka, kok.” [Name] memeluk pria itu. “Makasih, yaa.”
“Sama-sama.”
Hari yang indah.
Halo? Ada yang nunggu? 👀
Ann White Flo.
17 September 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top