꒰06꒱ :: Menyambut (2)
Hari Minggu. Pukul 09.00.
Gojo mengalihkan pandangan dari jam tangan. Menilik kerumunan di depan gedung Bandara. Ia bersedekap. Sedikit bersandar pada kap mobil.
Netra biru di balik kacamata bergerak acak. Mengamati satu per satu orang—terutama wanita—yang keluar dari Bandara. Itu ia lakukan guna menemukan sang gadis, sebab diri sudah tak sabar untuk bertemu dengan pujaan hati.
“Sakit! Ueueue.”
Gojo membelalak sampai berdiri tegak. Menangkap pemandangan sang gadis menuntun pamannya yang kesulitan berjalan. Gojo kemudian fokus pada tangan Haruto yang merangkul [Name].
“Cih.” Ia menghampiri mereka.
“Paman harusnya hati-hati kalau jalan. Jadi tabrak orang, 'kan, pas keluar pesawat?” ucap [Name] dengan nada khawatir.
“Paman fokus sama hal lain, sih,” balas Haruto dengan nada bercanda dan agak meringis.
[Name] menggeleng. “Kalau begitu, aku mau telepon Satoru dulu.” Ia merogoh saku celana. Mengambil benda pipih itu dari sana.
Ia mengernyit—tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel—saat Haruto melepas rangkulan disusul pekikannya. Kemudian, tubuh sang gadis ditarik ke arah lain. Langsung dipeluk dengan erat.
“Eh?” [Name] mengerjap. Tanpa sadar menghirup aroma maskulin yang khas.
“Satoru?” katanya spontan. Kemudian mendongak ke kanan. Langsung disuguhkan wajah Gojo. “Satoruu~” [Name] membalas pelukan pria itu erat.
“HEI! INI SAKIT, TAU?!” Haruto menangis palsu sembari memegang kakinya yang terkilir.
“Oh. Mana kutahu,” balas Gojo cuek. Mengeratkan pelukan pada tubuh sang gadis.
“Dasar anak muda.” Haruto berusaha bangkit, agak kesusahan sebab tak ada penopang.
“Eh? Kakak kenapa bisa jatuh?”
Pria mata hijau itu menoleh ke belakang. Menemukan Ari melangkah mendekat, lalu berjongkok.
“Biar kubantu, Kak,” katanya. Tersirat nada khawatir pada suaranya.
“Satoru ke sini sejak kapan?” [Name] mendongak. Tersenyum ceria hingga mata tertutup.
“Beberapa menit lalu, sih.”
“Kamu nungguin aku?”
Gojo bungkam, melepas pelukan. Menggenggam kedua tangan [Name]. “Aku akan mengantarmu ke asrama.”
[Name] mengulum bibir. “Soal itu ....” Ia meringis. Tiba-tiba merasa tak enak memberi tahu Gojo jika ia harus tinggal di rumah sang paman.
“Soal apa?” Gojo menaikkan sebelah alis.
“[Name]-chan harus tinggal di rumahku,” sahut Haruto. Berhasil membuat Gojo melirik.
“Kenapa?” Pria itu menatap sang gadis.
“Kakekku yang minta. Dia mengizinkanku tinggal di Jepang selama ... aku tinggal di rumah Paman.”
“Kau sangat menuruti Kakekmu, ya?” Gojo mengapit dagu.
[Name] mengangguk. “Dia orang penting bagiku.”
“Hee.” Gojo menyungging senyum. Padahal aku .... Tangannya terkepal dalam saku.
“Tapi aku bakal sering pergi ke asrama Satoru, kok.” Gadis itu mengukir senyuman lebar. “Aku nggak mungkin tinggal dalam rumah dan berjauhan lagi dengan kamu, kaan?”
“Jadi? [Name] mau ke mana setelah ini?”
“Aku mau langsung ke asrama aja. Barang-barangku bisa dibawa ke rumah Paman, 'kan?” [Name] menatap Haruto. Memberikan kode.
“Oke!”
“Oh? Baiklah. Jadi, aku tinggal membawamu saja, 'kan?” Gojo tiba-tiba membungkuk. Tanpa aba-aba menggendong [Name] di pundak hingga membuat gadis itu terkejut.
[Name] menelan ludah. Aku baru turun dari pesawat, lho ... semoga perutku baik-baik saja.
꒰꒰꒱꒱
Gojo menggigit bibir bawah [Name] sembari menekan belakang kepala gadis itu untuk memperdalam ciuman. Ia pun membaringkan [Name] di tempat tidur.
Kedua lengan gadis itu melingkar di leher. Sesekali mengelus tengkuk dan meremas surai putih sang pria. Bibir masih beradu, lidah pun begitu. Saling merasakan, menggigit, dan mengisap.
Tautan itu terlepas. Napas mereka beradu, menghirup udara.
Gojo menopang tubuh—agar tak menindih sang gadis—dengan kedua tangan. Menatap wajah [Name] yang memerah, mata maroon yang bersinar, dan bibir agak bengkak.
“Aku kaget kamu langsung menyerang seperti ini setelah masuk kamar,” kata [Name] berusaha bangun.
Gojo mengubah posisi jadi duduk. “Aku cuma nggak mau menahan diri, kok.”
[Name] menangkup sebelah pipi. “Iya, ya. Satoru sudah menahannya selama seminggu.”
“Entahlah.” Gojo baring. Merentangkan tangan. “Padahal aku tak pernah seperti ini sebelumnya.”
[Name] bungkam. Mengerjap. Sedikit memiringkan kepala. “Sebelumnya? Maksud Satoru ....?” Ia agak terkejut.
Gojo melirik gadis itu. Menemukan raut bingung penuh tanya membuat diri bertanya, “Apa yang kau pikirkan tentangku?”
Ia tak pernah melempar pertanyaan ini pada orang lain sebelumnya. Sebab tak pernah peduli akan penilaian mereka terhadap diri ... karena orang-orang itu pasti hanya berpikir Gojo adalah yang terkuat.
Itu sudah cukup.
Namun, ia merasakan hal lain untuk sang gadis. Oh, apakah ini salah satu bagian dari ... cinta?
“Menurutku?” [Name] menyentuh dagu. “Satoru orang 'kuat'.”
“... Selain itu.”
“Tampan dan lucu!”
“....”
[Name] tertawa. Melihat Gojo yang bungkam dengan wajah aneh itu sangat menyenggol humornya. “Maaf, maaf. Aku akan jawab serius sekarang.”
“Dari tadi kau tidak serius, huh?”
“Mengerjai orang jahil sesekali itu tidak apa-apa, bukan? Oh? Apa aku harus membanggakan ini pada korban keonaran Satoru?”
“Kau ini mau apa, sih?”
“Menurutku ....” Wajah [Name] makin melunak. “Satoru orang baik, kok.”
“Ha?”
“Kamu orang baik yang mengirimkan bunga padaku selama delapan tahun secara rutin. Itu artinya Satoru perhatian, 'kan? Aku menyukai itu.”
“... Kenapa kau punya perasaan begitu padaku?”
[Name] mengerjap. “Karena ... aku mencintaimu? Aku tak terpikir alasan lain selain karena benar-benar cinta.” Ia mengangkat bahu cuek. “Terus? Apa yang Satoru pikirkan tentangku?”
“Musim semi, matahari sore ... itu, doang.”
“Oh? Itu gambaranku di kepalamu?”
“Sisi positifmu bagus, sih.” Gojo bangkit dari baring. “[Name] juga nggak gampang marah.”
“Kalau aku tiba-tiba jadi garang, Satoru bakal apa?”
“Itu nggak mungkin.” Ekspresi Gojo berubah jengah. “Kau dari kecil sudah seperti ini. Mustahil tiba-tiba berubah jadi singa betina.”
“Kamu nggak nyaman dengan orang yang emosian, ya?”
“... Aku nggak tahan kalau tidak menjahili orang seperti itu. Contohnya, si Nanami!”
Pada sisi lain, si surai putih juga kadang larut dalam emosi. Idealnya, ia perlu seseorang dengan pembawaan tenang agar bisa menggantikan, atau setidaknya mengingatkannya agar tak terbawa perasaan.
“Hoo?” [Name] bersandar pada bahu Gojo. “Satoru juga menjahiliku selama beberapa tahun, tuh?”
“Aku berhenti melakukan itu karena [Name] sudah tahu.”
“Iya, yaa.” Gadis itu memeluk lengan Gojo. Menutup mata.
Tak ada pembicaraan. Keheningan telah menghampiri mereka.
“... Aku bertemu pria Thailand itu kemarin malam.”
Update-nya agak lama juga yaa .... Maap, lagi fokus sama tugas 😭
Ann White Flo.
7 September 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top