꒰03꒱ :: Menunggu.
"Siapa yang [Name] telepon tadi?"
[Name] menutup buku novel. Mengulum bibir dan melayangkan tatapan tak enak hati pada sang kakek yang tengah duduk di hadapan.
"Oh ... itu ...." [Name] menatap ke arah lain. Bagaimana reaksi kakek kalau aku sudah punya pacar, ya?
"Teman kamu?" tanya Haruo lagi.
"Bukan. Dia ... pacarku."
Haruo bungkam sembari mengukir senyum sampai matanya tertutup.
"Aku baru jadian dengannya dua hari lalu. Kakek ingat, tidak? Cowo yang pernah kuceritakan saat kecil itu!"
"Ooh? Pria bermulut kasar nggak ramah itu?" Haruo mengapit dagu.
"Dia sudah berubah, kok. Agak melunak dibanding dulu." [Name] tersenyum lebar dengan pipi terhias rona.
Haruo diam. Menilik ekspresi sang cucu. Tampak begitu bahagia. Ia jadi terpikir sesuatu. "Kamu baru jadian dua hari dengan dia? Lalu ... pergi ke sini?"
[Name] mengangguk. "Dia nggak begitu keberatan, kok."
"Berapa lama kamu di sini?"
"Seminggu. Umm, aku mau pergi ke Jepang hari Minggu nanti. Aku sudah janji dengannya." [Name] mengulum bibir. "Bolehkan?"
Haruo bungkam sejenak, lalu berkata, "Bagaimana dengan kakakmu? Dia sudah ada di Jepang sekarang." Haruo berdiri. "Dia di sana ... mencarimu bersama Daw. Ayahmu menghubungiku kemarin."
[Name] menunduk.
"Jika [Name] pergi secepat itu ... kemungkinan kamu bisa bertemu dengan Joon."
Sejujurnya, Haruo tak ingin merusak kesenangan sang cucu. Melihatnya tersenyum bahagia membuat Haruo tak tega untuk mengatakan hal yang bisa merusak suasana seperti sekarang.
Namun, untuk melindunginya. Ia lakukan apa pun.
"Aku ... terpikir sesuatu," kata [Name].
Haruo mengerjap. Mengangkat sebelah alis, melempar tatapan tanya.
[Name] mendongak. "Selama ini ... aku hanya bersembunyi dan lari. Meski begitu aku bersifat tak peduli ... 'yang terpenting aku jauh dari kakak', itu yang kupikir." Ia tersenyum. "Tapi ... jika seperti ini terus. Aku tak bisa menghabiskan waktu dengan orang yang kusayang, 'kan?"
Hanya karena satu orang bermasalah, [Name] tak mau membuang orang yang dia cinta.
"Aku mulai berpikir untuk menghadapi kak Joon."
Haruo membeku.
"Mungkin sedikit membutuhkan waktu lama, ... tapi aku ingin menghadapinya."
Pria tua itu menghela napas. Mendengar ucapan penuh keyakinan sang cucu cukup membuatnya gusar.
Kakaknya itu sudah tak waras. Keluarga besar bahkan telah menyerah pada anak itu.
"PAPAAA!"
[Name] dan sang kakek menoleh. Menemukan Haruto berdiri di ambang pintu dengan wajah panik.
"Kau kenapa?" tanya Haruo.
"KOK ARI KERJA DI BAWAH PAPA, SIH?!" Haruto melangkah mendekat.
"Kenapa memangnya? Dia anak yang pintar dan bisa diandalkan. Nggak kayak kau yang malah kabur."
Haruto bergeming, lalu memasang wajah sedih penuh drama. "Aw, sakitnyaa."
"Kakek?"
Haruo menoleh ke arah [Name].
"Jadi? Bagaimana?" tanya gadis itu.
"Kau tahu kakakmu orang seperti apa, bukan?" Pria tua ini menghela napas. "Tapi ... kakek juga nggak bisa menolak keputusanmu. Yah, ucapan kamu itu memang langkah yang bagus."
"So?"
"... Kakek masih ingin melindungimu, tapi kamu akan kuizinkan pergi ke Jepang. Selama di sana ... tinggallah di rumah Haruto."
Ia tak ingin memberi sang cucu pilihan antara menghindari Joon, tapi meninggalkan kekasihnya, atau tinggal bersama pacarnya dan menghadapi sang kakak.
Meskipun pada akhirnya ... hanya ada kedua pilihan itu.
"Terima kasih!" [Name] tersenyum senang.
Haruo mengangguk, kemudian melirik Haruto. "Kau ikut [Name] pulang hari Minggu nanti."
"Eh?"
"Ari juga harus ikut denganmu."
"... HAH?!"
꒰꒰꒱꒱
"Kakek mengizinkanku buat pulang hari Minggu nanti!"
"Kalau pulang besok nggak bisa, ya?"
Gojo bersandar. Bermalas-malasan pada pagi hari menjelang siang ini sembari berbincang dengan sang gadis lewat telepon.
Yah, hubungan jarak jauh.
"Iya, yaa ..., tapi kakek ingin membicarakan sesuatu denganku selama di sini soal kakak."
"Hee. Itu bagus." Gojo menyungging seringai.
"Tahan sebentar, ya. Aku pasti pulang, kok."
Gojo bungkam. Raut muka berubah datar. Tiba-tiba terpikir sesuatu. Perihal esok hari. "... Besok, aku mau mengunjungi makam Suguru."
"Eh?"
"Tapi karena [Name] lagi nggak ada. Aku bisa pergi Selasa depan nanti." Tubuhnya merosot dari kursi. "Aku mau [Name] ketemu sama dia."
Meski sudah berkhianat dan telah tiada, Geto Suguru tetaplah orang berharga bagi Gojo.
"Tentu, tapi aku tiba-tiba penasaran."
"Ha?"
"Bagaimana pertemuan pertama kalian? Pendapat Satoru tentang dia? Apa kamu mau menceritakannya padaku? Kamu nggak keberatan?"
"... Nggak apa-apa, sih."
Cepat atau lambat, ia akan tetap menceritakan ini pada [Name]. Yah, selagi suasana masih bagus, sekarang adalah waktu yang tepat.
꒰꒰꒱꒱
Hari Rabu.
"Hei, Nanami. Lakukan sesuatu yang menghibur, doong? Aku bosan, niih."
Nanami meletakkan cangkir teh ke meja, lalu lanjut membuka lembaran koran. "Silakan lakukan sendiri, Gojo-san."
Gojo cemberut. "Hari Minggu lama banget datangnya." Tubuhnya agak merosot dari sofa. Meletakkan kedua kaki di permukaan meja.
"Jika Anda menunggu, semuanya akan terasa lama." Nanami membaca sederet kalimat tentang berita di kertas abu-abu itu. "Bukankah Anda punya misi?"
"Aku pergi malam nanti." Gojo menaruh kedua tangan di belakang kepala. "Kau sendiri?"
"Saya masih harus membimbing Itadori-kun, bukan?"
"Keputusan yang bagus karena mengandalkanmu." Gojo tersenyum.
"Tentu saja. Saya bukan Anda yang tidak bertanggung jawab."
"Nyeh."
꒰꒰꒱꒱
Hari Kamis.
"Ayo pergi makan sushi~!"
"YEY!"
Gojo melangkah diikuti anak-anak muridnya. Mereka berada di pinggiran kota, sehabis melakukan misi di gedung terbengkalai.
"Tapi udah sore banget ternyata," ucap Yuuji-murid Gojo. Ia mendongak, melihat warna langit sore. Jingga dan kuning.
"Aku capek." Megumi menghela napas.
"Warnanya hangat!" sahut Nobara riang.
Ekspresi Gojo refleks berubah datar. Mendengar perkataan Nobara akan hangatnya warna langit sore mengingatkan diri tentang sang gadis.
Oh ... aku belum meneleponnya, batin Gojo.
Hari berlalu agak cepat rasanya. Membuat diri makin tak sabar menyambut hari di mana sang gadis kembali padanya. Untuk melepas semua perasaan dalam dada yang tertumpuk belakangan ini.
"Wah, aku sudah lapar banget!"
Gojo sadar. Lantas menyungging senyuman. "Sehabis makan sushi kita pergi jajan!"
"YEY, GOJO-SENSEI YANG TERBAIK!" jawab Yuuji dan Nobara gembira.
"Iya, dong!"
"Eehg ...." Megumi makin lelah.
꒰꒰꒱꒱
Hari Jumat.
"ADUH!"
"Sensei menang~"
Gojo mengangkat sebelah alis, melihat Yuuji berusaha bangkit setelah mendarat di atas lantai yang keras. Anak itu tampak mengelus punggungnya.
"Kupikir bisa mengenai kaki Sensei tadi!" Anak itu duduk sila.
"Kau harus berusaha lagi." Gojo mengukir senyum miring. "Yuuji bisa melanjutkan latihan dengan Maki. Aku ada urusan setelah ini. Dadah." Ia melambai.
"Oke. Hati-hati, Sensei!"
Gojo menutup pintu ruangan. Berdiam diri sebentar, mengamati lantai.
"Udah hari Jumat, ya?"
Tak lama lagi. Tersisa satu hari. Ia harus menahan diri.
Semoga tak ada penghalang yang datang.
NUNGGUIN BANGET, SIH 😭😭😭
Ann White Flo.
30 Agustus 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top