Bab 5
Senyum terus menghiasi wajah Eliza sejak kepergian Ethan menuju kantornya. Kini mereka lebih banyak berbicara, meski tidak semesra pasangan lainnya tapi cukup merupakan suatu perkembangan untuk Eliza. Tiap pagi Ethan selalu mengecup dahinya saat pamit pergi bekerja. Semua perubahan sikap Ethan, membuat Eliza yakin semua itu karena bantuan lucky star yang ia buat.
Setelah Ethan pergi, Eliza memutuskan untuk membuat
kue kesukaan suaminya. Ia pun melangkah ke dapur. Mulai mengeluarkan bahan untuk membuat kue.
'Ah aku lupa membeli tepung!'seru Eliza dalam hati seraya menepuk dahinya.
Eliza menarik napas. Ia terpaksa harus keluar agar kuenya siap saat Ethan pulang kerja nanti. Wanita itu pun berjalan ke kamar, mengganti bajunya dan segera keluar. Ia berjalan di trotoar sambil memperhatikan sekitarnya. Pagi
itu udara masih terasa sejuk. Matahari bersinar hangat.
"Hai Eliza!!" sapa seorang tetangganya sambil melambaikan tangan dengan gerakan cepat agar bisa dilihat oleh wanita itu.
Eliza menoleh dan tersenyum. Membalas lambaian tangannya.
"Kau mau ke mana?" tanya wanita tua itu dengan suara keras dan perlahan.
Eliza mengeluarkan buku dan menulis lalu memperlihatkan pada tetangganya. 'Aku mau membeli tepung.'
Wanita itu bergumam ah panjang. "Kau mau membuat kue ya?" tanyanya yang di balas dengan anggukan kepala Eliza. "Baiklah, hati-hati di jalan ya!"
Eliza mengangguk. Ia menundukkan kepala seraya melambaikan tangan untuk pamit pergi. Wanita itu tertawa sambil membalas lambaiannya. Eliza pun melanjutkan langkah ke arah warung yang tak jauh lagi letaknya.
Namun sebelum mencapai tempat tujuan, ia harus menyeberang.Eliza berdiri di tepi jalan beraspal. Menengok ke kiri dan kanan,.menunggu mobil lewat dan jalanan agak sepi sehingga ia bisa menyeberang. Sebenarnya ia selalu
merasa takut jika harus menyeberang sendirian. Eliza menarik napas dan memberanikan diri untuk melangkah ketika jalanan sudah agak sepi. Eliza menyeberangi jalan beraspal ketika sebuah motor melaju dengan membelok tajam dan ia tak melihatnya.
"Hei awas!!!!"
Eliza tak mendengarnya. Yang ia.rasakan mendadak ada sebuah tangan yang menariknya hingga terjatuh. Eliza memekik kesakitan karena siku lengannya terbentur dan tergores aspal yang panas serta kasar. Lalu ia melihat motor melesat melewatinya yang masih terduduk.
Napasnya tertahan. Menyadari bahwa ia hampir saja mengalami kecelakaan.
"Kau tak apa?" tanya sosok yang menolong Eliza seraya menyentuh lengannya.
Eliza menoleh dan terkejut. 'Megan?!'
Megan tersenyum menyadari Eliza mengenalnya. Ia sedang mengemudi melewati kawasan rumah Eliza saat
melihat wanita itu berjalan. Entah kenapa Megan ingin membuntutinya. Mungkin rasa penasaran akan sosok istri mantan pacarnya yang mendorongnya berbuat demikian..Tapi untunglah ia mengikuti Eliza, karena Megan melihat motor yang melaju kencang ke arah Eliza yang tak menyadari. Dengan gerakan cepat ia memarkir mobil dan keluar menarik tangan wanita itu. "Kau baik saja?" tanyanya pelan.
Eliza mengangguk. Wajahnya agak pucat karena shock.
Megan berdiri dan menawarkan bantuan pada Eliza."Tanganmu terluka!" seru Megan kaget melihat tangan Eliza mengalami lecet dan sedikit berdarah. "Di mana
rumahmu? Akan aku antar dan obati!"
Eliza menggelengkan kepala, memberi tanda bahwa ia bisa melakukannya sendiri.
"Tidak!" sahut Megan tegas. "Aku akan membantumu."
Eliza memilih mengalah. Ia mengeluarkan memo dan menulis dengan tangan gemetar. 'Tapi aku harus membeli tepung dulu di warung.'
Megan membaca dengan dahi berkerut. Ia menatap Eliza
dengan heran. Wanita ini, bisiknya, padahal ia baru saja mengalami kecelakaan tapi masih berniat belanja?! "Baik, aku akan mengantarmu."
'Merepotkanmu.'
"Sama sekali tidak. Kau kan istri dari Ethan, temanku." tukas Megan tersenyum. Namun hatinya merasa perih menyebut Ethan sebagai temannya. Ia tak mungkin mengatakan kalau Ethan mantannya.
Megan mengajak Eliza masuk ke dalam mobil. Mengantarnya ke warung yang di tuju Eliza. Ia menunggu di mobil sementara Eliza turun dan masuk ke warung. Tak
lama kemudian Eliza pun masuk kembali ke dalam mobil. Memberitahu Megan arah menuju rumahnya dengan memberi petunjuk di memo.
"Rumah yang indah." gumam Megan saat mereka tiba.
Eliza mengajaknya masuk. Ia pun mengikutinya. Megan memasuki rumah kecil itu. Ternganga melihat bagian dalamnya yang rapi dan bersih. Tapi ia tak menemukan foto Ethan bersama Eliza. Agak aneh, bisiknya.
'Aku buatkan minuman ya.'
"Aku akan membantumu!" Eliza hanya tersenyum lalu mengajak berjalan menuju dapur. Sekali lagi Megan kagum melihat dekorasi dapur kecil milik Eliza. Ia melihat beberapa bahan makanan terletak di atas meja dapur. Sepertinya Eliza ingin memasak dan butuh sesuatu hingga harus keluar, batinnya.
Megan menepuk bahu Eliza. "Mana kotak obatmu? Lukamu harus diobati, Eliza." Eliza mengangguk. Ia berjalan keluar dapur, meninggalkan Megan dengan sejuta pikirannya. Ethan kini sudah menikah, bisiknya. Eliza wanita yang baik. Ia juga pandai
merawat rumahnya. Ethan pasti bahagia. Benarkah? Kalau Ethan memang bahagia, mengapa pria itu tampak datar saat memperkenalkan mereka berdua. Kalau Ethan memang tak mencintainya, mengapa mereka menikah?!
Suara langkah kaki menyadarkan Megan bahwa Eliza sudah kembali ke dapur. Ia melihat Eliza membawa kotak berwarna putih di tangannya.
"Sini, biar aku obati!"tukasnya
seraya meminta Eliza duduk di meja makan.Megan membuka kotak itu. Melihat isinya yang lengkap. Ia
mengambil perban dan obat merah. Dengan perlahan Megan mengolesi obat merah pada luka Eliza lalu menutupnya dengan perban.
Eliza tersenyum lalu menulis di bukunya. 'Terima kasih. Aku
sudah merepotkanmu. Maaf karena kecerobohanku tadi.'
"Tidak apa. Kau sungguh baik saja?" tanya Megan. Eliza mengangguk. "Kelihatannya kau mau memasak ya?!"
Eliza kembali mengangguk. Lalu ia menulis lagi. 'Aku ingin membuat kue kesukaan Ethan, tapi ternyata kehabisan tepung.'
Megan tersenyum. "Kau suka memasak?"
'Ya.'
"Wah, Ethan pasti betah bersamamu. Dia pria tukang makan." Eliza tersenyum lebar sambil mengangguk. Membuat hati Megan perih dan merasa iri. "Kalian sudah menikah berapa lama?"
'Enam bulan. Aku akan ambilkan minuman untukmu ya.'
Megan mengangguk mengerti. Melihat Eliza mengambil gelas dan mengisinya dengan teh. "Terima kasih."ujarnya sambil menerima gelas.
Eliza duduk dan kembali menulis. 'Terima kasih atas bantuanmu. Kalau tak ada kau, entah apa yang terjadi
padaku.'
Megan tersenyum. "Lain kali hati-hati, Eliza."gumamnya.
"Aku pamit dulu ya. Sebenarnya aku masih ada pekerjaan yang harus kuurus." Elisa mengangguk dan kembali berterima kasih.
"Apa bahasa isyarat yang baru kau lakukan itu untuk mengucapkan terima kasih?"tanya Megan. Eliza
mengangguk. Megan tersenyum melihat Eliza yang sering mengangguk. "Baiklah, aku harus pergi, Eliza."
'Aku akan mengantarmu.'
Megan berdiri bersama dengan Eliza. Mengikuti langkah Eliza menuju pintu keluar. Megan masih mengagumi rumah Ethan dan Eliza. Terlihat nyaman dan hangat. Kalau saja dulu mereka tak putus, mungkin saat ini Megan sudah menjadi istri Ethan.
"Sampai jumpa lagi, Eliza."ujar Megan sambil melambaikan tangan dan masuk ke dalam mobilnya.
Eliza membalas lambaian Megan. Ia terus berdiri hingga mobil Megan melaju pergi dan hilang dari pandangannya. Lalu ia masuk ke dalam rumah. Memutuskan untuk
melanjutkan membuat kejutan untuk Ethan.
------
"Mana orangnya? Bukankah seharusnya sudah datang sejak sejam yang lalu?!"tukad Mike tak sabar.
"Maafkan aku, pak. Aku sudah mencoba menghubunginya.
Ia sedang dalam perjalanan. Maafkan atas keterlambatannya karena mendadak ia ada urusan."sahut
seorang pria dengan wajah panik.
Mike mendesah. "Pak Ethan, maaf jika kau jadi harus menunggu lama."
"Tak apa. Kita tunggu saja." sahut Ethan. Ia bertanya dalam hati ke mana gerangan wanita itu. Megan biasanya tak pernah terlambat, apalagi untuk masalah pekerjaan. Tapi di sisi lain ia merasa lega karena bisa mempersiapkan diri.
Entah kenapa ia merasa tegang dan gugup karena akan bertemu kembali dengan Megan. Hari itu Megan akan datang bersama manajernya untuk membicarakan perjanjian kerja sama mereka dalam suatu iklan produk.
Ethan mencoba mengerjakan laporan yang sedang ia susun sambil menunggu tamunya datang. Tapi ia tak bisa fokus. Tanpa sadar matanya melirik pintu dan jam dinding.
Hatinya terus bertanya kenapa Megan bisa telat. Apa terjadi sesuatu padanya? Apa ia mengalami kecelakaan?
Ethan memijat dahinya. Kenapa ia harus mengkhawatirkan Megan. Bisa saja wanita itu terjebak macet bukan?! Ya,
Megan pasti terkena macet, bisik hatinya. Ethan terlonjak kaget ketika terdengar suara ketukan pintu.
Semua mata menoleh ke arah pintu yang terbuka. "Maaf aku terlambat." ujar seorang wanita dengan langkah
bergegas dan panik masuk ke dalam ruangan. Lalu langkahnya terhenti ketika melihat wajah yang ia kenal. Ia tampak kaget dan tak percaya. "Ethan?!"
Ethan tersenyum kaku. "Selamat siang, Megan."
"Kalian saling mengenal?!"tanya Mike heran memandangi Ethan dan Megan bergantian.
"Ya."sahut Ethan.
"Ah pantas saja pak Ethan terlihat shock saat aku memberikan laporan kemarin ya?!"tukas Mike terkekeh.
"Ternyata kalian sudah kenal. Kalau begitu semuanya akan lancar dan baik saja!"
Ethan meringis sementara hatinya memaki karena mulut bawel anak buahnya. "Silakan duduk, Megan."
Megan masih kaget, tapi ia mengangguk dan mengambil
tempat duduk di sebelah manajernya.
"Ke mana saja kau?" tanya Nuel, manajernya.
"Aku membantu orang yang nyaris mengalami kecelakaan tadi."gumam Megan melirik Ethan, memilih untuk tidak menceritakan kejadian tadi di ruang rapat ini.
"Karena sudah lengkap, bagaimana jika kita mulai pertemuan ini?" tanya Mike.
Ethan mengangguk. Mereka pun memulai pembicaraan mengenai iklan yang akan mereka garap, dengan Megan sebagai modelnya. Selama pertemuan itu, baik Megan
maupun Ethan fokus dengan posisinya masing-masing.
Tapi jauh di dalam hati, mereka merasa risih. Megan masih tak percaya bahwa ia akan kerja sama
dengan Ethan. Mereka akan sering bertemu. Dan apakah Megan sanggup menahan perasaannya? Ia memang masih menyayangi Ethan. Menyesali keputusannya dulu untuk memutuskan hubungan mereka. Megan sebenarnya berharap saat pulang bisa bertemu dengan Ethan. Dan mereka memang bertemu kembali, seakan mereka memang berjodoh. Tapi ternyata Ethan sudah menikah. Megan mengira Ethan sudah bahagia bersama istrinya,
hingga ia bertemu langsung dengan Eliza. Dan mengetahui ternyata istri Ethan tak bisa mendengar. Ia tak percaya mengapa Ethan memilih Eliza. Kenyataan ia tak menemukan foto Ethan bersama Eliza di rumahnya juga membuat ia yakin Ethan sebenarnya tidak mencintai wanita itu. Meski mungkin saja mereka tidak memasang foto di lantai bawah, tapi baginya tetap saja terasa sangat aneh.
Sementara itu, dari sisi seberang, diam-diam Ethan memandangi Megan. Di sisi lain, Ethan yang duduk di seberang Megan, diam-diam memperhatikan wanita yang pernah menjalin hubungan dengannya dulu. Ia tak tahu bagaimana Megan bisa memilih pekerjaan sebagai model.
Sejak kepergian Megan, mereka memang sudah tidak berkomunikasi lagi. Jadi ia tak tahu apa yang terjadi serta apa yang dilakukan Megan. Tapi ia akui Megan memang cocok menjadi seorang model. Ia cantik. Tubuhnya tinggi semampai. Kulitnya juga terlihat lebih halus dan terawat
kini. Gaun merah yang ia pakai membuatnya terlihat cantik. Membuat getaran di dada sang pria.
------
Ethan menarik napas dan keluar dari mobil. Ia masuk ke dalam rumah sambil melepaskan dasinya. Hidungnya mencium aroma sedap dari dapur. Eliza pasti sedang memasak, bisiknya. Ia pun melangkah ke dapur. Melihat Eliza berdiri membelakangi dirinya, masih sibuk memasak. Ethan mendekati kulkas. Membuka dan mengambil botol minuman dingin. Lalu meminumnya hingga habis. Eliza
masih tak menyadari kepulangannya. Ethan tersenyum kecil. Sepertinya Eliza sangat fokus dengan masakannya.
Perlahan ia melangkah ke samping Eliza tapi dalam jarak tak terlalu dekat karena tak ingin Eliza kaget dan menjatuhkan masakannya. Ethan melambaikan tangan. Dan benar saja, Eliza terlonjak kaget. Ia nyaris menjatuhkan spatulanya. Eliza memegangi dadanya seraya tertawa kecil. 'Kau sudah pulang.'
Ethan mengangguk. "Kau begitu serius memasak sampai tak tahu aku mendekatimu."
Eliza tersenyum dengan wajah merona. Sementara tangannya kembali mengaduk masakan.
"Masaklah kembali. Aku akan mandi dulu." tukas Ethan yang dibalas dengan anggukan kepala Eliza.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top