29
Setelah pekerjaannya selesai, Athalia mengemudikan mobilnya ke rumah sakit. Seperti yang sudah ia katakan, ia akan mengunjungi Kanaka.
Athalia membuka pintu ruang rawat Kanaka, ia menemukan saat ini Kanaka tengah berada dalam pembicaraan terhadap seseorang di telepon.
Menyadari keberadaan Athalia, Kanaka segera menyelesaikan panggilan itu. Ia bisa menunda membahas pekerjaannya demi Athalia.
"Kau sudah datang." Kanaka mendekat ke arah Athalia. Pria itu tampaknya sudah lebih baik dari kemarin.
"Ya," balas Athalia yang kini berdiri di depan Kanaka.
Keduanya kini saling memandang untuk beberapa saat, sebelum akhirnya Kanaka mencium bibir Athalia. Mereka berada di dalam posisi ini untuk beberapa saat sebelum akhirnya Kanaka melepaskan Athalia.
"Apakah pekerjaanmu berjalan lancar?" tanya Kanaka.
"Ya. Semuanya berjalan lancar. Aku mendapatkan kembali kerja sama yang sempat terputus dengan beberapa orang."
"Itu bagus." Kanaka berkata lembut. Tangannya bergerak merapikan anak rambut Athalia yang berantakan.
"Apakah saat ini kau sudah lebih baik?"
"Ya, aku jauh lebih baik." Kanaka memperhatikan tatapan Athalia yang tulus. Ia tersenyum kecil. "Kau memiliki mata yang sangat indah."
"Tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan milikmu." Mata Kanaka bersinar seperti bintang di langit gelap. Terkadang juga sangat menenggelamkan seperti sebuah lubang yang akan menyedot siapapun yang memanggilnya.
"Apakah kau menyukai mataku?"
"Ya. Itu indah."
"Kau bisa memandanginya seumur hidupmu, ini milikmu."
Athalia merasa senang mendengar kata-kata Kanaka. Namun, ia tidak bisa berharap terlalu banyak. Saat ini ia memang tidak ingin memikirkan apapun selain membiarkan semuanya mengalir tanpa ia harus menghindar dari Kanaka. Akan tetapi, untuk bermimpi bersama Kanaka selamanya, ia tidak berani.
Rasanya patah hati sangat tidak mengenakan, Athalia tidak ingin terjebak dalam rasa yang sama dan tidak bisa keluar dari sana. Harapan yang terlalu berlebihan, itu jelas akan menyakitinya ketika semuanya tidak berjalan sesuai dengan yang ia pikirkan.
Kedua tangan Kanaka menyelinap masuk ke lengan Athalia. Ia memeluk perut Athalia, kemudian menekan tubuh Athalia mendekat ke arahnya. "Tidak hanya mataku. Kau bisa memiliki seluruh tubuhku selamanya. Aku milikmu."
Athalia terperangkap dalam kata-kata Kanaka. Ia tidak tahu harus bagaimana membalas ucapan Kanaka.
"Dari sekian banyak wanita, kenapa kau menyerahkan dirimu padaku?" Athalia akhirnya bertanya. Kualifikasi apa yang ia miliki sehingga Kanaka menyukainya seperti ini.
"Karena aku jatuh cinta padamu sejak pertama kali aku melihatmu." Kanaka memberikan pengakuan cintanya sebagai jawaban. Tidak ada kebohongan di matanya sama sekali.
"Kenapa aku?"
"Athalia, jatuh cinta tidak memiliki alasan. Jika ada alasan di sana maka itu bukan cinta."
Kembali Athalia terdiam. Dahulu Baskara juga mengatakan hal yang sama, tapi pada akhirnya pria itu memiliki alasan untuk mengkhianati cintanya.
Melihat Athalia tidak mengatakan apapun lagi, Kanaka menyadari bahwa pernyataan cintanya mungkin membuat Athalia merasa terbebani.
"Aku tidak memaksamu untuk membalas perasaanku, Athalia. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu."
Namun, Kanaka tidak mengetahui bahwa sebenarnya perasaan pria itu telah terbalas. Hanya saja, Athalia masih terlalu takut untuk melangkah. Ia takut jika hal yang sama akan membuat langkahnya patah.
"Aku mengerti." Athalia tidak bisa memberikan tanggapan lebih.
Kanaka tersenyum kecil. Dengan Athalia bersamanya seperti sekarang, itu sudah lebih dari cukup. Ia percaya, suatu hari nanti ia bisa membuat Athalia kembali percaya pada cinta.
Setelahnya Athalia menemani Kanaka untuk waktu yang lama. Saat malam tiba, Athalia kembali ke galeri. Ia tidak ingin mengganggu istirahat Kanaka. Pria itu telah mengeluarkan banyak tenaga tadi.
Athalia benar-benar memuji tingkat kemesuman Kanaka. Pria itu bahkan bisa melakukannya di ruang rawat.
Saat Athalia keluar dari mobilnya, ia kembali menemukan hal yang tidak menyenangkan untuk dilihat. Baskara kembali berdiri di depan galerinya. Apakah pria ini datang lagi padanya untuk membicarakan hal yang sama? Ckck, tidak peduli seberapa keras Baskara memaksanya, ia tidak akan pernah mencabut tuntutannya terhadap Shylla.
Athalia keluar dari mobilnya. Wajahnya yang tadi tampak bahagia ketika memikirkan Kanaka kini mendadak jadi dingin.
"Menyingkir!" Athalia bersuara sinis ketika Baskara menghadang langkahnya.
"Aku tidak akan menyingkir sebelum kau berjanji padaku kau akan membebaskan Shylla dari penjara." Baskara masih sama tidak tahu malunya, alih-alih memohon dia memaksa Athalia untuk mengikuti kata-katanya.
"Jawabanku masih sama, Baskara. Aku tidak akan pernah membebaskan Shylla. Enyah dari sini, jangan pernah muncul di hadapanku lagi!" Athalia mengambil jalan melewati Baskara, tapi pria itu meraih tangan Athalia. Tanpa di sengaja, ia melihat bercak kemerahan di leher Athalia.
"Lepaskan aku, sialan!" Athalia memberontak.
Baskara tidak mengindahkan kata-kata Athalia, dua penjaga yang berjaga di dekat galeri Athalia segera mendatangi Baskara.
Tanpa aba-aba dua pria itu menarik Baskara dan menghempaskan tubuh Baskara ke bawah. Athalia sedikit terkejut, ia tidak tahu dari mana datangnya dua orang ini.
Baskara berdiri, ia memandangi dua pria bersetelan hitam di depannya dengan wajah garang. "Bajingan sialan! Kalian mencari mati!" Baskara sangat ingin melampiaskan kemarahannya beberapa hari ini, dan sangat kebetulan ia bertemu dengan dua orang yang mencari gara-gara dengannya.
"Jangan pernah menyentuh Nyonya Athalia atau Anda akan kehilangan tangan Anda!" Salah satu pria menatap Baskara tidak gentar.
"Athalia, jadi kau mempekerjakan penjaga agar aku tidak bisa mendekatimu! Ckck, apa kau pikir dua sampah ini bisa menghentikanku!" Baskara seorang petarung yang hebat, tapi sayangnya saat ini dia menganggap dirinya terlalu tinggi. Tangannya yang dalam penyembuhan bahkan belum bisa digunakan dengan benar. Sejujurnya, Baskara sendiri yang mencari kematiannya.
Athalia benar-benar tidak ingat kapan ia menyewa penjaga, tapi setelah ia pikir-pikir lagi mungkin Kanaka yang menempatkan penjaga di sisinya. Athalia lagi-lagi memuji perhatian Kanaka padanya.
"Dengarkan aku baik-baik, Baskara. Meski kau berlutut dan memohon padaku sekali pun, aku tidak akan melakukan apa yang kau katakan." Athalia kemudian beralih pada dua pria di depannya. "Usir pria itu dari sini!"
Dua pria yang menjaganya segera menjawab. "Baik, Nyonya." Mereka menganggap Athalia sebagai majikan mereka. Dengan sigap, dua orang itu mencoba meraih tangan Baskara, tapi Baskara menyerang mereka.
Baku hantam tidak terelakan, Baskara berakhir menyedihkan dengan pukulan dan tendangan dari penjaga Athalia yang ahli dalam beladiri.
Melihat Baskara menderita, Athalia tidak simpati sama sekali. Ia membalik tubuhnya dan segera masuk ke galerinya. Baskara tidak mengerti bahasa manusia, Athalia harap dengan banyak pukulan pria itu akan mengerti bahwa galerinya merupakan tempat yang tidak bisa ia datangi, atau pria itu akan berakhir mengenaskan lagi.
Baskara masih memiliki cukup tenaga untuk melakukan sebuah panggilan, ia menelpon asisten pribadinya dan memberitahu keberadaannya. Setelah itu Baskara jatuh pingsan.
Saat asisten Baskara tiba, pria itu segera membawa Baskara ke rumah sakit. Dokter segera melakukan tindakan terhadap Baskara. Pria itu masih cukup beruntung, tidak mengalami cedera serius.
Dua saudari Baskara segera berlari ke ruang rawat Baskara setelah mengetahui bahwa saudaranya dipukuli. Mereka kebetulan berada di rumah sakit untuk menjaga ibu mereka yang masih berada dalam kondisi buruk.
"Apa yang terjadi pada Kakak?" tanya Lyra pada asisten Baskara. Namun, asisten Baskara tidak bisa memberikan jawaban lebih. Ia juga tidak ada di sana ketika Baskara dipukuli. Pria itu hanya mengatakan bahwa ia datang ke galeri Athalia dan menemukan Baskara sudah tidak sadarkan diri.
Kedua wanita itu kini menyalahkan Athalia. Mereka yakin Athalia lah yang sudah menyebabkan kakaknya dipukuli hingga masuk rumah sakit. Athalia benar-benar kejam. Bagaimana pun kakaknya adalah mantan suami Athalia. Mereka pernah menghabiskan delapan tahun bersama. Setidaknya Athalia harus menghargai itu.
Lalu, dua wanita itu akhirnya berbagi menjaga anggota keluarganya. Adik bungsu Baskara menjaga ibu mereka, sedangkan adik kedua Baskara menjaga Baskara.
Keesokan paginya Baskara sudah siuman. Pria itu merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Ia melihat di sekelilingnya, ternyata saat ini ia sudah berada di rumah sakit.
"Kakak, kau sudah bangun." Lyra menatap Baskara khawatir.
Baskara melihat ke Lyra, ia masih kecewa pada Lyra yang telah berkolusi dengan ibunya untuk membohonginya. Namun, saat ini ia tidak memiliki apapun lagi selain saudaranya. Jadi, meski ia merasa kecewa, ia tetap tidak bisa mengabaikan adiknya.
"Apa kau ingin minum?" tanya Lyra.
"Tidak." Baskara menjawab singkat.
"Kakak, bagaimana kau bisa dipukuli?" Lyra ingin tahu dan memastikan kebenarannya.
"Kau tidak perlu tahu." Baskara tidak ingin bercerita pada Lyra karena tidak mau Lyra melakukan tindakan impulsif. Saat ini keluarga mereka sudah mendapatkan banyak masalah, jika Lyra menambahnya maka itu akan semakin membuat kepalanya sakit. Saat ini Athalia sudah menjadi wanita yang tidak ia kenali sama sekali.
Melihat kakaknya tidak ingin bercerita, Lyra bisa memastikan bahwa itu memang Athalia. Lyra menyembunyikan kemarahan di dalam hatinya. Athalia, wanita itu telah menyebabkan terlalu banyak kekacauan untuk keluarganya, dan wanita itu masih belum puas sehingga memerintahkan orang untuk memukuli kakaknya.
Waktu berlalu, Lyra meninggalkan Baskara untuk makan siang. Ia mengenakan topi dan kaca mata hitam untuk menutupi wajahnya. Dengan cara inilah ia bisa menyembunyikan identitasnya.
Sampai di sebuah cafe, Lyra hendak menuju ke tempat duduk, tapi langkahnya terhenti ketika ia melihat ada Athalia dan juga sahabat Athalia sedang makan siang bersama. Kemarahan Lyra yang tersembunyi kini tampak ke permukaan.
Wanita itu melangkah menuju ke Athalia, ia kehilangan rasionalitasnya. Tangannya meraih gelas di meja lalu menyiramkan air dingin itu ke wajah Athalia.
Athalia terkejut, wajah dan baju yang ia kenakan basah sekarang.
"Wanita gila! Apa kau pergi tanpa membawa otakmu, hah!" Lalunna memarahi Lyra.
"Aku tidak punya urusan denganmu, Jalang!" Lyra menatap Lalunna sinis dari balik kaca mata hitamnya.
Dari suaranya Athalia jelas tahu siapa wanita ini. "Aku mencium bau yang sangat busuk, rupanya itu berasal darimu!" Athalia menatap Lyra acuh tak acuh. Lalunna hampir bertepuk tangan untuk Athalia, sangat bagus. Lidah tajam Athalia patut diberikan pujian.
"Pelacur! Kau benar-benar berhati dingin! Bagaimana bisa kau memerintahkan orang untuk memukuli kakakku!" geram Lyra.
Athalia tertawa kecil. "Aku pikir, dia memang pantas dipukuli."
"Kau!" Lyra melayangkan tangannya ke wajah Athalia, tapi tangan itu hanya tergantung di udara.
"Jika kau tidak ingin kehilangan tanganmu, maka sebaiknya ketahui tempatmu!" Athalia bersuara dingin.
"Lepaskan aku!" desis Lyra.
Athalia mengambil gelas air milik Lalunna, setelah itu ia menyiramkannya ke wajah Lyra. Ini adalah pembalasan untuk Lyra. "Enyah dari sini sebelum aku merobek mulutmu!" Athalia menghempaskan tangan Lyra
Beberapa orang di sana memperhatikan Lyra dan Athalia, mereka mengenali Athalia, tapi tidak mengenali Lyra.
Lyra menyadari tatapan orang-orang di sana, jika sampai identitasnya terbuka. Ia pasti akan dicaci oleh banyak orang lagi. "Kau pasti akan menyesal, Athalia!" Setelah mengeluarkan kalimat ancaman itu, Lyra segera meninggalkan cafe.
"Wanita itu benar-benar menjijikan." Lalunna menunjukan ekspresi jijik di wajahnya.
"Biarkan saja. Aku akan mengambil baju ganti dulu di mobil. Kau lanjutkan makan siangmu." Untungnya Athalia selalu membawa pakaian ganti di mobilnya.
"Baiklah."
tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top