MTPBB || 38

Maudy tengah menaiki anak tangga sekolah. Bertepatan Naresh juga menaiki anak tangga. Dia berada di belakang Maudy.

"Hey!" sapa Naresh. Naresh menyamai langkah Maudy.

Maudy hanya tersenyum kecil ketika melihat Naresh berada di sampingnya.

"Kemarin malam kenapa pesan gue nggak lo balas?" tanya Naresh.

"Emang lo kirim pesan ke gue?" tanya Maudy.

"Nggak sih. Lagian gue nggak punya nomer ponsel lo."

"Terus?"

Naresh tertawa kecil. "Minta hati lo boleh?"

"Malah bercanda."

Naresh terkekeh.

"Naresh." ucap Maudy.

Naresh merangkul pundak Maudy. Maudy menepisnya.

"Jangan kayak gini." pinta Maudy.

"Kenapa? Karna lo sekarang udah punya cowok itu. Lagian kalian baru pacaran bukan suami istri kan."

Maudy menghentikan langkah kakinya. Begitu halnya dengan Naresh.

Maudy menghiraukan ucapan Naresh. "Kenapa lo benci banget sama Mahesa. Di situ Mahesa enggak salah, itu udah jalan Tuhan. Bukan nya lo tau, kalau rencana Tuhan enggak ada yang tau." ucap Maudy cepat. Dia tidak ingin terus melihat Mahesa dan Naresh saling membeci.

Naresh meyakinkan jika Mahesa telah menceritakan semuanya pada Maudy.

Naresh melangkah ke depan. "Karna dia. Cewek yang udah ngebuat gue jatuh cinta pergi ninggalin gue selamanya."

Maudy mendekat ke arah Naresh. Tidak peduli dengan siswa-siswi yang beralu-lalang.

"Udah gue bilang. Ini udah jalan Tuhan. Sebagaimana pun lo mencoba mengelak apa yang sudah Tuhan rencanakan. Lo enggak akan bisa menggatikan rencana sudah Tuhan tentukan itu menjadi yang lo mau."

Naresh berbalik memandang Maudy. "Gue tau. Tapi kenapa harus dia, kenapa di saat gue mau bilang perasaan gue sama dia. Malah dia ngebuat gue menyesal karna nggak bisa menyatakan perasaan gue ke dia."

"Karna dia bukan buat lo. Ada saatnya nanti, lo akan bahagia bersama orang lain. Meski orang itu bukan lagi Salwa."

"Apa lo orangnya yang akan membuat gue bahagia." ucap Naresh.

"Please Naresh, hati gue udah buat Mahesa."

Maudy lalu pergi di hadapan Naresh.

Naresh menatap kepergian Maudy.

"Lo orang baik dan lo sama seperti Salwa. Cara lo tersenyum, cara lo bicara ketus. Sama kayak Salwa." gumamnya.

"Bukan maksudnya gue untuk menyamakan lo sama Dia." lanjutnya.

Kemudian Naresh pergi menuju kelas nya.

●●●

Mahesa, Gilang, Rey, Lano dan Azka. Mereka berada di tengah lapangan. Karna seorang guru yang bernama Ika meghukum mereka. Karna mereka kepergok hendak akan masuk ke arena sekolah memanjat pagar belakang sekolah. Karna mereka masuk terlambat.

Mereka berdiri menghadap ke tiang bendera.

"Gara-gara lo nih. Kita terlambat." ujar Mahesa pada Lano.

"Lah jadi gue yang di salahin sih. Jelas salah si Azka tuh." sahut Lano pada Azka.

"Lo juga malah salahin gue. Ini itu ulahnya Rey." balas Azka pada Rey.

"Gue terus, yang jadi sasaran. Gue salah apa coba. Lo juga sih Lang." kata Rey pada Gilang.

"Ah pada koplak. Malah jadi gue yang di salahin. Kita terlambat gara-gara Mahesa nih. Masa iyah kita malah liatin ikan cupang yang lagi adu sama kodok."

Mahesa ketawa keras. "Dari pada liatin orang saling tonjok. Mending liatin ikan cupang sama kodok berantem. Gue kan penasaran kalau mereka berantem kayak gimana."

"Yakali kita liatin mereka berantem." kata Azka.

"Kagak bener kalau ngomong sama Mahesa." kata Rey. Semabri berlari menjauh dari Mahesa.

"Maksudnya lo paling bener gitu." balas Lano dengan teriak.

Rey tak menanggapi teriakkan Lano. Dia justru pergi dari sana.

"Matahari nya panas. Yakin rambut gue bakalan keriting." ucap Gilang ngasal.

"Gue tuh udah nggak mau bolos. Kenapa jadi bolos lagi. Gara-gara ada ikan cupang."

"Nyalahin ikan. Jelas lo kenapa penasaran pengen liat ikan sama kodok berantem."

"Satu, dua, tigga, empat, lim-- awas Lang, lo nggak liat gue lagi main apa." kata Rey.

Mereka menggeleng melihat Rey yang tengah bermain lompat tali. Dia ambil di gudang.

"Yuk ah main. Dari pada diem aja." ajak Rey sembari meloncat-loncat.

"Amit-amit, gue kenal sama Rey. Dia udah kebangetan somplaknya." kata Gilang.

"Bodo a-mat dah." Rey tak memperdulikan mereka semua. Justru dia asyik dengan bermain lompat tali.

Azka mengikuti tingkah Rey secara bergantian bermain loncat tali.

"Bagus Rey, ide lo emang ciut eh maksudnya pinter. Dengan cara bermain ini tubuh kita sehat." ucap Azka.

Sampai akhirnya mereka melakukan hal yang sama secara saling bergantian.

Sesekali gelak tawa dari mereka karna ulah Mahesa yang baru 10 kali loncatan terjatuh.

Mereka meloncat dengan ekspresi konyol.

"Si Rey bego." pekik Lano.

"MASYA ALLAH, SAYA MENYURUH KALIAN BERDIRI DAN KAKI DI ANGKAT KE ATAS. BUKAN MALAH KALIAN MAIN LOMPAT TALI. ITU PERMAINAN PEREMPUAN." teriak Bu Ika.

Mereka yang mendengar teriakan dari seorang guru yang paling killer menutup telinganya.

"Yang penting kan kita tetap berdiri. Sambil loncat-loncat itu membuat tubuh kita sehat bu." sahut Rey.

Bu Ika menatap mereka dengan tajam. "Saya serius Rey. Dan kamu," Bu Ika menatap Mahesa. "Baju kamu kenapa lengan nya di lipat, pake topi segala. Dan kenapa kancing seragam kamu selalu di buka." ujar nya.

"Biar tambah keliatan bad boy nya Bu." sahut Mahesa santai.

Bu Ika membuang napas kasar. "Bangga kamu jadi anak nakal? Masya Allah Mahesa." keluhnya.

"Bangga sih enggak. Nanti kalau saya udah lulus, boleh deh Ibu cerita sama siswa junior. Bahwa di sekolah ini ada seorang murid yang bernama Mahesa The Perfect Bad Boy." cengir Mahesa. Di ikuti sahabat-sahabatnya.

"Jangan lupa Ibu cerita sama mereka juga. Kalau Gilang cowok paling ganteng." ucap Gilang.

"Bilang sama mereka, kalau Rey cowok cute. Tak ada tandingan nya."

Bu Ika hanya diam mendengarkan celotehan dari mulut mereka. Padahal dia sudah kesal.

"Saya juga titip salam. Kalau Azka yang terkenal dengan cowok imut, gemes seperti bebek bahenol." tawa Azka di ikuti mereka.

"Nah kalau saya enggak mau sombong. Cukup bilang kalau Lano, cowok setia yang siap melindungi para hati wanita."

Bu Ika memijit pelipisnya. Apa yang mereka katakan semuanya tidak ada yang jelas.

"Allahu Akbar." ucap Bu Ika. "Saya tidak akan membuat kalian lulus." ancamnya. Lalu dia pergi dari hadapan siswa seperti mereka yang selalu membuatnya pusing.

"Yesss!!! Gue bakalan nggak lulus!" seru Rey.

"Amin!" seru mereka secara bersama.

Menyadari apa yang di katakannya. Rey mengetuk kepala mereka satu persatu. "Amit-amit gue nggak lulus."

"Sakit bego lo." Lano membalas. "Lo pikir kepala kita pintu di ketuk." lanjutnya.

Mahesa memberikan tatapan mata ke arah Gilang. Begitu pun Gilang memberikan kode pada Azka. Dan Azka membisikkan pada Lano.

"REYY!" teriak mereka serempak. Rey berlari dari hadapan mereka. Mereka pun mengejar Rey, kecuali Mahesa.

Mahesa justru pergi menuju kelas, karna dia ingin bertemu dengan kekasihnya.

●●●

Jam istirahat di belakang sekolah, siswa-siswi berkerumun meyaksikan perkelahian antara Mahesa dan Naresh.

Sudut bibir mereka sudah saling memar.

"Gue takut ah misahin Mahesa, yang ada nanti gue juga yang di gaplok sama dia." ucap Rey pada Lano.

"Emangnya lo aja yang takut. Gue juga takut lah, liat aja mukanya jadi kayak barbie imut gitu." balas Lano.

"Kalau Mahesa denger, lo juga yang bakalan kena gaplokkan dari tangan mulusnya Mahesa." ujar Gilang.

"Cepetan pisahin mereka sebelum nanti ada guru yang liat mereka berantem." kata Azka.

Mahesa mendorong tubuh Naresh. Dan Naresh terjatuh.

Tak lama Maudy dan Shasa datang. Karna salah satu teman kelas yang juga tengah melihat perkelahin Mahesa dan Naresh, dia pergi dari sana untuk memberi tahu Maudy.

"Lanjutin, kalau perlu wajah kalian sampe bener-bener babak belur." ucap Maudy ketus.

Mahesa dan Naresh melihat ke arah Maudy.

"Kenapa diam?"

"Bubar woy, di sini bukan untuk membuka lowongan hati." teriak Rey.

"Ah nggak jelas banget sih lo Rey." sahut salah satu siswi lain nya.

Mereka semua pergi dari sana. Dan sekarang hanya ada Mahesa, Maudy, Naresh dan sahabat mereka.

"Kenapa kamu selalu mengatasi dengan cara berkelahi sih." omel Maudy pada Mahesa.

"Aku udah coba baik sama dia. Tapi kamu tau sendiri, dia orang nya kayak gimana." sahut Mahesa.

Naresh hanya diam menunduk. Maudy menghampiri laki-laki itu.

"Padahal gue udah bilang waktu pagi kan sama lo. Jangan salahin Mahesa, karna Salwa sendiri yang mau nolongin Mahesa. Kalau boleh memilih Mahesa pun nggak mau ada kejadian kayak gitu. Jalan Tuhan kita nggak tau akan seperti apa. Bukan cuman lo, tapi gue juga pernah kehilangan seseorang. Coba lo, terima semuanya." ucap Maudy. "Lo nggak usah takut, karna dia disana juga udah bahagia."

Naresh menatap Maudy dengan lekat. Mahesa yang melihatnya tidak suka.

"Jika memang apa yang di katakan Maudy. Aku akan menghikhlaskan kamu Salwa. Semoga kamu tenang di sana. Maafin aku."  batin Naresh.

Naresh memeluk Maudy di hadapan Mahesa. Maudy hanya diam sembari melihat Mahesa. Namun Mahesa membuang muka.

Gilang, Shasa, Rey, Lano dan Azka. Mereka melihat Mahesa pergi dari sana.

Tak lama mereka pergi mengikuti Mahesa, kecuali Shasa masih berada di sana.

"Maudy, lo nggak ngertiin perasaan Mahesa banget. Udah ayok buruan." kata Shasa.

Maudy melepaskan pelukkan Naresh. Dia melihat Naresh sekilas. "Gue duluan. Gue minta perkelahian lo sama Mahesa jangan sampe terulang lagi."

"Maudy makasih." ucap Naresh. Maudy mengangguk. Lalu dia pergi bersama Shasa.

Maudy mencari keberadaan Mahesa. Namun nyatanya di kantin bahkan di lapangan Mahesa tetap tidak ada.

"Lo tuh harusnya ngertiin perasaan Mahesa." ucap Shasa.

"Iyah mangkanya itu gue mau minta maaf sama Mahesa. Gimana pun juga gue kasian sama Naresh."

"Jangan terlalu baik sama Naresh." kata Shasa. Maudy hanya tersenyum kecil.

Mereka pun bergegas menuju kelasnya. Sampai di depan kelas mata Maudy tertuju pada laki-laki yang tengah duduk. Sesekali laki-laki itu menyentuh luka lebam yang ada di sudut bibirnya.

Maudy menghampiri laki-laki itu. Shasa duduk di bangku miliknya di sampingnya ada Rey yang tengah membaca buku novel milik Shasa.

"Sakit ya?" tanya Maudy pada Mahesa.

Mahesa menggeleng. "Sakitnya aku ketika liat kamu di peluk sama dia. Dan kamu malah enggak nolak." ucap Mahesa ketus.

Maudy memberikan senyuman pada Mahesa. "Kamu cemburu terus. Jangan cemburu nanti aku malah makin sayang sama kamu." ucapnya.

Mahesa balik menatap Maudy. "Yaudah, aku lebih baik tiap harinya cemburu. Biar kamu makin sayang aku."

"Itu maunya kamu dong." kata Maudy.

"Emang kenapa? Kamu kan pacar aku, jadi boleh kan kalau aku minta kamu buat sayang aku terus."

"Enggak boleh. Karna sayang yang aku punya buat Mahesa bukan buat kamu." kata Maudy.

Senyum Mahesa mengembang. "Oh. Sekarang kamu udah berani gombalin aku ya. Eh, atau jangan-jangan kamu lagi ngerayu biar aku nggak ngambek sama kamu soal kamu di peluk Naresh ya." selidik Mahesa.

"Maafin aku ya. Maaf kalau aku udah buat marah,  aku nggak tau kalau Naresh bakalan peluk aku tadi."

Mahesa mengelus pipi Maudy. "Jangan gitu lagi ya. Aku nggak suka kalau kamu deket sama dia. Nanti aku bisa berbuat dia jadi lebih buruk."

Maudy mengangguk. "Yaudah, aku obatin luka kamu ya."

"Jangan luka lebam ini yang kamu obatin. Tapi hati aku yang harus kamu obatin. Gara-gara aku cemburu liat kamu tadi sama dia." ucap Mahesa tak pernah lepas dia menunjukkan senyumnya pada Maudy.

"Yaudah mana. Takutnya nanti hati kamu ilang." balas Maudy.

"Ih parah banget ngomongnya." ucap Mahesa sembari ketawa renyah.

Sampai mereka ketawa. Dan sesekali mereka saling bercanda.

Naresh melihat Maudy dan Mahesa yang saling tertawa lepas seperti itu. Dia merasa iri dengan kedekatan mereka.

●●●

Vote & Coment.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top