MTPBB || 34
Istirahat Maudy berada di perpus. Sedangkan Shasa pergi untuk membeli makanan di kantin.
Maudy sesekali membalas pesan dari Ezra.
Sebenarnya dia masih marah pada Ezra. Karena jika mengingat Ezra, dia akan mengingat kejadian di mana Ezra mengatakan kebohongan padanya. Karena kesalah pahaman dia harus kehilangan orang yang sangat dia cintai.
"Kenapa lo harus bohong, Zra." gumam Maudy.
"Ada alasan seseorang mengatakan bohong. Tapi ada kalanya juga bohong demi kebaikkan." ucap Mahesa sembari berdiri di belakang Maudy.
Maudy menoleh lalu kembali melihat buku yang dia baca.
Mahesa duduk di bangku saling berhadapan dengan Maudy.
"Kenapa?" tanya Mahesa halus.
"Gapapa ko. Kamu nggak istirahat emangnya?" tanya Maudy.
"Ini lagi istirahat bareng kamu." sahut Mahesa.
"Maksudnya. Nggak makan di kantin?" kata Maudy.
"Liatin kamu terus juga. Perut aku langsung kenyang."
Maudy menggelengkan kepalanya.
"Kamu nggak makan?" tanya Mahesa.
"Aku makan roti. Karna aku bawa bekal dari rumah."
Mahesa membuka kotak makan milik Maudy. Di dalam kotak makan masih tersisah roti satu. Lalu Mahesa mengambilnya.
"Pasti ini buat aku ya. Aku tau ko, kalau kamu lagi makan pasti inget sama aku juga, jadi kamu sisain satu deh." kata Mahesa sembari melahap roti itu.
"Itu buat Shasa. Bukan buat kamu." elak Maudy.
"Ah cewek kebiasaan kalau udah ketauan masih aja bohong. Jujur aja sayang eh maksudnya Maudy." kata Mahesa sembari terkekeh. Padahal di dalam mulutnya dia tengah mengunyah roti.
Maudy tidak menjawab melainkan dia tertawa renyah.
"Udah aku bilang. Ketawanya jangan terlalu manis, takutnya aku nggak kuat."
Maudy mengulurkan tangan nya di hadapan Mahesa. Lalu dia menghapus sisa selai di sudut bibir Mahesa.
"Kalau lagi makan jangan kayak anak kecil. Jelek kalau di liat." kata Maudy.
Mahesa menahan lengan Maudy.
"Kalau kamu selalu terbaik buat aku. Jadi tolong jangan pernah kamu menutup hati buat aku." ucap Mahesa.
Lagi dan lagi degup jantung Maudy berdetak ketika menatap bola mata Mahesa.
"Aku nggak pernah menutup hati buat siapapun. Hati aku selalu terbuka. Tapi aku hanya menunggu waktu yang tepat agar bisa menerima kamu sepenuhnya."
Mahesa mencium telapak tangan Maudy.
"Hati aku bukan untuk orang lain lagi. Karna hati aku ini selalu buat kamu." ucap Mahesa.
Mereka saling melempar senyuman.
Mahesa melepaskan ikatan rambut Maudy. "Di biasain kalau ketemu aku, rambut kamu harus di gerai." Mahesa membetulkan rambut Maudy yang sedikit berantakan.
"Ko gitu. Aku suka gerah kalau rambutnya nggak di iket." kata Maudy.
"Mahesa lebih suka rambut gue di gerai. Sedangkan Dylan, dia justru lebih suka rambut gue di ikat." batin Maudy.
Mahesa mengambil salah satu buku dari rak. Lalu dia mengibaskan di depan wajah Maudy.
"Masih gerah nggak?" tanya Mahesa.
"Yang kuat kipasin nya, masih gerah." kata Maudy dengan bergurau.
"Bisa-bisa tangan aku copot kalau terlalu kuat." ucap Mahesa di iringi tawa.
Sesekali Maudy membetulkan rambutnya.
"Maudy, kamu jangan deket lagi ya sama cowok itu." kata Mahesa.
Maudy mengerutkan keningnya. "Cowok itu siapa?" tanyanya.
"Yang waktu pagi."
"Naresh!" ucap Maudy. Mahesa mengangguk. "Kenapa emang? Aku sama dia cuman temen, meski temen baru."
Mahesa beranjak dari tempat duduknya. Lalu dia duduk di sebelah Maudy.
"Jangan buat aku cemburu dengan aku liat kamu sama dia."
"Kamu bisa cemburu?" tanya Maudy.
Mahesa mencubit pipi Maudy dengan gemas. "Aku punya perasaan, aku juga memiliki hati, dan sewaktu-waktu hati aku bisa cemburu kalau liat seseorang yang aku cintai dengan yang lain."
"Kecemburuan akan membawa tidak salingnya percaya pada diri kita. Yang pertama itu harus adanya saling percaya. Dengan adanya percaya pasti akan selalu ada kebahagiaan." ucap Maudy.
Mahesa lagi-lagi mencium tangan Maudy.
"Aku tau. Emang nggak boleh kalau aku cemburu. Cemburu juga kan wajar, yang nggak wajar itu, ketika di saat aku berjuang buat kamu. Tapi kamu malah pilih cowok lain." ucap Mahesa sembari menatap wajah Maudy.
"Iyah Mahesa." sahut Maudy seadanya.
"Aku mau minta maaf." ucap Mahesa tiba-tiba.
"Ko minta maaf?" tanya Maudy bingung.
"Aku mau minta maaf, karna tadi pagi aku nganterin Intan ke sekolah. Maafin aku karena nggak bisa anterin kamu ke sekolah."
"Jadi Intan ke rumah Mahesa. Dan topi itu juga barusan Intan kasih buat Mahesa." batin Maudy bicara.
Maudy membuyarkan lamunan nya. "Iyah gapapa ko."
"Kamu nggak cemburu?" tanya Mahesa.
"Bukan nya kamu bilang kita nggak ada hubungan apa-apa dulu. Jadi kenapa aku harus cemburu." kata Maudy.
Jawaban Maudy membuat Mahesa sedikit merasa kesal.
Padahal dia menginginkan bahwa Maudy akan cemburu. Tapi justru malah sebaliknya.
Maudy menyadari ekspresi wajah Mahesa yang berubah. Mahesa berdiri dari tempat duduk nya.
"Aku mau temuin Gilang sama yang lain dulu ya." pamit Mahesa.
Maudy mengangguk kecil. Meski dia tidak tahu kenapa dengan Mahesa. Mahesa melangkah keluar dari perpus.
Maudy menatap kepergian Mahesa sekilas. Lalu matanya memandang ke arah rak buku lain. Maudy menghela napas. "Untuk apa cemburu. Lagian benerkan gue sama dia nggak ada hubungan apa-apa. Tapi, nggak tau kenapa. Jika rasa cemburu itu ada."
"Ternyata ada yang lagi cemburu." ucap Mahesa dengan senyum di bibir manisnya sembari berdiri di belakang Maudy.
Sebenarnya Mahesa tak benar-benar pergi dari sana. Justru dia ngumpet di balik rak yang lain. Dia memang sengaja berpura-pura pamit. Karena dia tidak puas mendengar bahwa Maudy tak memiliki rasa cemburu terhadapnya.
Kedua pipi Maudy menjadi merah karena malu. Lalu dia secepatnya pergi dari perpustakaan sedikit berlari.
Mahesa menggeleng kecil. "Sepenuhnya hati aku ini cuman buat kamu Maudy." gumam Mahesa.
Kemudian dia pergi dari sana.
●●●
"Alhamdulilah!" seru Mahesa.
Seisi kelas menoleh pada Mahesa termasuk seorang guru yang tengah mengajar di kelasnya.
"Ada apa Mahesa?" tanya pak Surya.
"Orang tua saya bilang dan adik kembar saya. Kalau mendengar suara Adzan harus berucap kata alhamdulilah sebagai tanda bersyukur kita kepada Allah yang Maha Esa. Karna kita masih diberi umur panjang oleh Allah." ucap Mahesa.
Yang mendengar Mahesa mengatakan itu, mereka merasa terkejut. Terkejut akan Mahesa yang mengatakan bahwa apa yang di ucapkan itu memang benar.
Maudy yang duduk di sebelah Mahesa tersenyum. Dia tidak menyangka bahwa Mahesa terkenal nakal, tapi dia tidak melupakan kewajiban nya sebagai seorang muslim.
"Saya pamit untuk sholat Dhzuhur dulu pak." pamit Mahesa. "Ayo Maudy kamu juga sholat." Mahesa menarik lengan Maudy.
"Eh! Lo juga sholat. Jangan malah bengong." kata Mahesa pada sahabat-sahabatnya.
"Alhamdulilah ya Allah!" ucap Gilang bersyukur. Lalu dia mengikuti Mahesa di ikuti Rey dan Azka. Mereka pergi ke mushola yang berada di sekolah.
"Kami juga pamit untuk Sholat ya pak." ucap Boby di ikuti dengan teman lain nya.
Setelah mereka keluar dari kelas. Pak Surya pun ikut keluar kelas.
Sampai di mushola. Mahesa, Gilang, Rey dan Azka melakukan wudhu terlebih dahulu. Begitu pun setelah mereka Maudy dan Shasa melakukan wudhu.
"Silahkan masa depan nya Mahesa." Mahesa mempersilahkan Maudy agar lebih dulu masuk ke dalam mushola.
Maudy dan Shasa pun masuk. Lalu mereka mengenakan mukena yang sudah di sediakan di mushola.
"Aduh Gilang, gue kan udah wudhu. Kenapa lo malah pegang tangan gue sih." semprot Calya.
Gilang nyengir. "Maafin gue yank. Tadi di tangan lo ada semut kecil yang suka gigit menimbulkan bentol."
"Apasih yank-yank, gue bukan yank, tapi Calya." ucap Calya kesal.
"Nanti juga lo yang akan jadi jodoh gue. Liat nanti. Dan lo akan lebih sayang sama gue." kata Gilang dengan percaya.
"Tau ah. Kesel." Calya pergi untuk melakukan wudhu kembali. Begitupun dengan Gilang.
Sesekali Mahesa merapihkan rambut dengan mengusap ke belakang.
"Ternyata Azka ganteng ya." bisik salah satu siswi pada teman nya. Mereka tepat di belakang Maudy dan Shasa.
"Ini di mushola. Jangan ngomongin cowok." tegur Shasa pada mereka.
"Iyah maaf Sha." ucap siswi itu.
Rey berdiri untuk menjadi imam.
Mahesa mendekat ke arah Maudy. "Maaf ya aku nggak jadi imam. Soalnya aku mau jadi imam hanya buat kamu kelak." Setelah mengatakan itu Mahesa kembali ke tempat.
Maudy hanya bisa tersenyum sesekali dia menggelengkan kepala.
Akhirnya mereka melakukan Sholat Dhzuhur bersama.
Beberapa menit mereka selesai melakukan Sholat. Mereka kembali untuk menuju kelasnya.
Dari kejauhkan Gilang, Rey dan Azka tengah menggoda Calya. Membuat wajah wanita itu kesal di buatnya.
Sedangkan Mahesa berjalan di samping Maudy. Tangan Mahesa sesekali kembali merapihkan rambutnya yang basah dan sedikit berantakan.
Sampai di kelas. Mereka kembali melanjutkan pelajaran yang sempat tertunda.
●●●
Naresh tengah berbincang bersama sahabat wanitanya. Mereka barada di sebuah cafe.
Sesekali pun Naresh tertawa renyah yang sahabatnya bicarakan.
"Gimana lo betah sekolah di sana. Apalagi bareng dia kan?" tanya cewek itu.
Naresh mengangguk. Karena dia tahu maksud dari sahabatnya.
"Alona." panggil seorang cewek dari arah depan.
"Loh Intan, gue kangen." sahut Alona. Lalu mereka saling memeluk.
"Gue juga kangen. Kenapa coba lo udah di Indonesia?" tanya Intan. Sembari melepaskan pelukkan nya.
"1 bulan yang lalu gue baru balik kesini." jawab Alona.
Intan berdecak. "Kenapa nggak kasih tau gue. Kesel banget gue."
"Gue lupa." sahut Alona dengan cengiran.
"Kebiasaan dia emang lupaan orangnya." balas Naresh.
Intan menoleh pada Naresh. Begitu sebaliknya Naresh melihat Intan sekilas.
"Dia cowok yang selalu lo ceritaan ke gue itu ya." ucap Intan. Alona mencubit lengan Inta pelan.
"Maksudnya?" tanya Naresh.
"Nggak ada maksudnya. Udah nggak usah bahas. Naresh kenalin dia temen sekolah gue waktu di luar Negeri." Alona memperkenalkan mereka.
Naresh mengangguk. "Iyah gue tau dia Intan kan. Barusan lo nyebut nama dia."
"Yaudah, lo gabung sama kita ya." ajak Alona pada Intan. Intan mengangguk.
Semenjak Intan sekolah di luar Negeri. Dia memang satu sekolah dengan Alona. Sampai mereka menjadi teman baik.
Namun Intan lebih dulu kembali ke Indonesia.
Mereka mulai berbincang-bincang.
●●●
Vote & Coment
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top