MTPBB || 33

"Arthur Awas." teriak Lano.

Dengan capat Arthur menghindari dengan meloncat.

Yang melihat ekspresi wajah kaget Arthur ketawa ngakak.

"Sialan lo Lano. Ngagetin gue nyet." ujarnya.

Lano ketawa heboh. "Gue bercanda."

"Udah lah kuy kita cabut. Kita nongkrong cuy." ajak Gilang.

Melvan dan Shasa sudah lebih dulu pergi dari hadapan mereka.

"Gue lagi kagak punya uang." kata Arthur.

"Lah itu uang nongol di saku seragam sekolah lo apaan Arthur." kata Azka geram.

Arthur merogoh uang itu dari sakunya. "Lah iya! Duit dari mana ya. Tadi kan gue emang kagak punya duit. Iyah kan, Van." Dia melihat Melvan yang sudah pergi. "Dasar bocah kampret ninggalin gue terus."

"Jangan-jangan ada tuyul salah masukin uang kali." selidik Rey.

"Dan tuyulnya lo." kata Lano pada Rey.

"Udah lah. Jangan bahas tuyul-tuyul. Mending kita buruan cabut dari sini." ucap Gilang.

Akhirnya mereka pergi dengan mengndarai motor mereka masing-masing.

●●●

Mahesa dan Maudy berada di taman. Di mana untuk pertama kalinya Mahesa mengajak Maudy ke taman yang ada ayunan nya itu.

Lagi-lagi Maudy duduk di atas ayunan kayu itu. Sedangkan Mahesa mencoba mngayunkan nya dengan perlahan.

"Maudy." ucap Mahesa dari arah belakang.

"Kenapa Mahesa?"

Mahesa membuang napas. "Aku udah denger pembicaraan kamu sama Gilang waktu kemarin malam." ucapnya jujur.

Maudy yang mendengar pun kaget.

"Ma-maksudnya?" ucap Maudy dengan gugup.

"Aku tau. Kamu pasti lebih tau dari apa yang aku maksud."

Mahesa memberhentikan yang tengah mengayunkan Maudy di atas tempat ayunan. Lalu dia berdiri di hadapan Maudy. Begitu pun Maudy turun dari atas ayunan.

"Jangan membuat hati aku terus berharap Maudy. Jangan jadikan aku ini bayangan di masa lalu kamu. Kenapa nggak dari awal kamu jujur sama aku. Kalau kamu masih belum bisa menerima kehadiran aku di hati kamu."

Mata Maudy berkaca-kaca. "Mahesa"

"Kalau kamu belum bisa menerima hati aku sepenuhnya di hati kamu. Bicara dengan jujur. Jangan membiarkan aku menganggap bahwa kamu sudah menerima aku."

Maudy menjatuhkan air matanya. Dia menangis mendengar ucapan Mahesa seperti itu. Entah kenapa.

Mahesa perlahan menghapus air mata Maudy. "Aku udah pernah bilang kan sama kamu. Kalau kamu jangan jatuhkan air mata di depan aku. Karna aku nggak bisa nemenin kamu nangis."

"Bantu aku buat sayang sama kamu sepenuhnya." ucap Maudy.

"Jika itu yang kamu mau. Pasti aku akan bantu Maudy."

"Mahesa maafin aku."

"Tapi jujur, aku nggak mau karena kehadiran aku, menjadikan beban di hidup kamu."

Maudy menggeleng. "Enggak Mahesa. Dengan kehadiran kamu, aku udah nyaman dan aku bahagia."

Apa yang di katakan Maudy memang adanya. Dia memang sudah merasa nyaman dan bahagia di dekat Mahesa.

"Kenyamanan bisa di dapatkan dengan siapa saja. Tapi sebuah cinta itu yang susah untuk di dapatkan." ucap Mahesa sembari menatap wajah Maudy dengan lekat.

"Jadi kita sekarang nggak ada hubungan apa-apa dulu." sambung Mahesa.

"Kita putus?" tanya Maudy.

"Aku nggak bilang kita putus. Cuman aku mau nunggu kamu untuk menerima aku di hati kamu tulus dengan sepenuhnya. Aku tau, di hati kamu masih ada nama dia."

Tiba-tiba saja hujan turun. Perlahan air hujan itu semakin deras.

Mahesa dan Maudy sama-sama tak beranjak dari posisinya. Mereka membiarkan hujan itu membasahi tubuh mereka.

"Aku sayang sama kamu Maudy." ucap Mahesa. Sesekali menghapus air hujan yang membasahi wajah Maudy.

Maudy hanya mampu menatap bola mata Mahesa. Dia meyakinkan jika Mahesa tengah merasakan kekecewaan padanya.

Mahesa tidak akan memaksa Maudy. Tapi dia akan menunggu sampai cinta yang tulus itu datang padanya.

Maudy memeluk Mahesa dengan erat. Mahesa pun membalas pelukkan Maudy lebih erat.

Biarkan hujan yang menjadi saksi akan hubungan mereka.

●●●

"MAHESA." teriak Melvan sembari menggedor-gedor pintu kamar Mahesa.

Karena tak ada sahutan dari Mahesa. Melvan pun masuk.

"Masih aja molor. Ini udah siang, woy kampret bangun, di depan ada yang nungguin lo." teriak Melvan lagi.

Dengan satu tarikkan napas. "MELVAN." teriak Mahesa sembari terbangun dari posisi tidurnya.

"APA ABANG?!" sahut Melvan polos.

Mahesa melempar guling pada Melvan. "Bisa nggak kalau bangunin nggak usah teriak bego."

"Lagian lo. Jam segini masih aja anteng di alam mimpi. Masih mending mimpi lo yang baik-baik lah lo kalau mimpi sambil ngigau manggil-manggil nama Maudy minta cium mulu. Dia itu anak orang. Jangan lo nodai kepolosan nya Abang gila."

Mendengar nama Maudy. Mahesa mengingat kejadian waktu kemaren. Dia telah memutuskan hubungan dengan Maudy. Bukan memutuskan melainkan dia hanya ingin menunggu Maudy menerima dirinya dengan sepenuh hatinya. Tidak untuk menjadikan dirinya sebagai sandaran sesaat.

"Buruan mandi. Ada cewek nungguin lo tuh di bawah." ucap Melvan lagi.

Mahesa itu memiliki tinggi badan 173 cm. Sedangkan Melvan memiliki tinggi badan 176 cm. Jadi siapapun bisa membedakan mana Mahesa dan Melvan.

"Siapa ceweknya?" tanya Mahesa.

Malevan menganggkat ke dua bahunya.

"Yaudah kalau enggak tau, lo kagak usah teriak rombeng kayak gitu bangunin gue nyet." ucap Mahesa.

Melvan berkacak pinggang sembari menatap Mahesa tajam. "Mamah nangis gara-gara lo. Lo harus tenangin mamah." ujarnya.

Mahesa menatap Melvan. "Nangis kenapa? Mungkin mamah nggak mau punya dedek bayi lagi. Dan papah maksa mamah pengen punya dedek bayi. Emang papah, udah pada tua juga masih doyan pengen bikin dedek bayi. Yang ada nanti gue kalah cakepnya." gerutu Mahesa. "Bilang sama papah, suruh bikin dedek bayi dari tepung aja di gulung bulat-bulat nanti kasih tangan, kaki, mata, hidung sama rambutnya pake bulu ketek lo." lanjutnya. Sembari kedua mata mendelik pada Melvan yang tengah menatapnya.

"Lo gilanya kambuh ya." ucap Melvan tengan ekspersi datar. Namun beberapa detik Melvan ketawa. "Mahesa stres." di sela-sela tawanya.

Mahesa beranjak dari tempat tidur. Lalu dia masuk ke dalam kamar mandi.

Sedangkan Melvan secepatnya dia keluar dari kamar Mahesa.

"Kenapa kamu ketawa-ketawa?" tanya Vino.

"Noh Mahesa lagi kambuh gila nya pah." sahut Melvan.

"Melvan." tegur Vino. Melvan yang mengerti nyengir kuda.

"Kata Mahesa, kalau mau bikin dedek bayi buat aja dari tepung gitu katanya pah." ucap Melvan sembari meminum susu rasa coklat.

"Kamu sama Mahesa sama aja. Sama-sama ngelantur kalau ngomong." timpal Bella.

"Namanya juga anak kembar mah. Pasti banyak kesamaan nya."

"Iyah terserah kamu." kata Bella. "Itu temen kamu tadi di suruh masuk. Malah pengen nunggu di depan."

"Dia bukan temen aku mah. Tuh cewek temen nya Mahesa."

Mahesa baru saja keluar dari kamarnya. Lalu dia menuruni anak tangga. Dia menyampirkan tas di pundak.

"Aku berangkat dulu mah pah." ucap Mahesa.

"Enggak sarapan Mahesa?" tanya Bella. Mahesa menggleg. "Hati-hati kamu." lanjut Bella. Mahesa mengangguk lalu keluar dari rumah.

"Jangan bolos lagi." sindir Vino.

"Iyah." sahut Mahesa.

Sampai di luar Mahesa menyalakan mesin motornya yang ada di garasi.

"Mahesa." panggil seorang cewek sembari menghampiri Mahesa.

Mahesa menoleh. "Lah! Lo, ngapain di sini, Tan?"

Intan menunjukkan senyum pada Mahesa. "Gue dari tadi nunggu lo."

"Ada apaan emang?" tanya Mahesa sembari melihat ke arah Intan.

Intan membuka tas. Lalu dia memberikan sebuah topi warna hitam pada Mahesa.

"Ada apa lo ngasih gue topi. Lagian ulang tahun gue udah kelewat 3 bulan yang lalu." ucap Mahesa.

Intan tersenyum. "Pake aja. Ini bukan ngasih buat ulang tahun lo ko. Gue pengen aja liat lo pake topi."

Intan memasangkan topi pada Mahesa.

Mahesa hanya tersenyum kecil. "Makasih ya."

Intan mengangguk. "Lo ganteng pake topi."

"Gue kira, lo mau bilang gue cantik pake topi ini."

Mahesa dan Intan saling melempar tawa.

"Yaudah ayok. Gue anter sekalian lo kesekolah." ajak Mahesa.

Intan mengangguk senang.

Sebelum itu Mahesa menyalakan mesin motor. Lalu menjalankan nya sembari keluar dari perkarangan rumah. Intan mengukiti di belakang.

"Ayok naik, Tan."

Intan pun naik ke atas motor Mahesa.

Kemudian Mahesa kembali menjalakan motornya. Untuk segera pergi menuju sekolah Intan terebih dahulu.

●●●

Mahesa baru saja sampai di sekolah nya. Namun dia melihat Maudy bersama Naresh tengah berbincang-bincang sembari berjalan.

Mahesa secepatnya memarkirkan motor di parkiran sekolah. Lalu dia menghampiri dan merangkul bahu Maudy.

"Selamat pagi Maudy." sapa Mahesa sembari menunjukkan senyum nya.

"Pagi." sahut Maudy.

Naresh melirik Mahesa dari samping. Wajahnya tampak biasa.

"Gue duluan gapapa ya." ucap Naresh pada Maudy.

"Oke." sahut Maudy. Lalu Naresh meninggalkan Maudy dan Mahesa.

Maudy menoleh ke arah Mahesa. "Lepasin."

Mahesa melepaskan rangkulan di bahu Maudy.

Seakan-akan permasalahan kemarin tidak pernah terjadi di antara mereka.

"Tumben pake topi?" tanya Maudy.

"Ini di kasih Intan." ucap Mahesa.

Detik itu pun juga ekspresi wajah Maudy menjadi berubah. Ketika dia mendengar nama Intan dari mulut Mahesa.

Maudy masih ingat bahwa Intan adalah yang beberapa hari lalu bertemu di supermarket.

"Kenapa?" tanya Mahesa. Lalu dia melepaskan topi di kepalanya. Lalu dia pakaikan di kepala Maudy. "Cantiknya." ucap Mahesa.

Maudy memberikan senyum yang berbeda pada Mahesa setelah laki-laki di hadapan nya mengatakan itu.

"Ini kan punya lo Mahesa."

"Ko lo. Aku dong bilangnya, meski kita nggak ada hubungan apa-apa dulu. Tapi ucapan tetap aku kamu untuk menjadi kita."

Mereka saling menatap mata.

"Yuk masuk kelas." Mahesa menarik lengan Maudy.

Sampai di kelas Mahesa dan Maudy terkejut dengan kelakuan Gilang, Rey, Azka dan Lano.

"Astagfirullah!" ucap Mahesa. Lalu Gilang, Azka, Rey dan Lano menoleh pada Mahesa.

"Mahesa ayok ikutan yuk." ajak Lano.

Mahesa menggeleng karena kesal melihat kelakuan mereka. "Lano sebaiknya lo masuk kelas lo sanah." perintahnya.

"Gila-gilaan dulu lah ya kan cuy!" seru Rey.

"IYAH SANGAT BETUL SEKALI." sahut mereka serempak.

"Hapus muka kalian. Lo malu-maluin banget sih." ujar Mahesa.

Gilang, Rey, Lano dan Azka mereka mengikat beberapa rambut dan juga bibir mereka memakai lipstick merah yang entah dari mana mereka mendapatkan lipstick itu.

Setelah Mahesa mengatakan itu mereka serempak menggeleng.

Maudy menggeleng sesekali dia ketawa betapa konyolnya kelakuan sahabat-sahabatnya Mahesa.

"Masya Allah!" seru Shasa dengan terkejut. Dia baru saja masuk ke dalam kelas. Namun dia terkejut melihat Gilang dan yang lain nya.

"Kapan sih kalian punya pikiran yang dewasa. Masih aja kayak anak kecil kelakuan nya." sambung Shasa.

"Kita kan mau menghabiskan masa-masa SMA dengan kekonyolan ala kita. Meski kekonyolan kita membuat kalian geleng kepala. Tapi bagi kita ini berkesan untuk kenangan kita." ucap Rey.

"Mereka kan nggak tau malu Sha jadi wajar lah kalau mereka kayak gitu." timpal Boby dengan tertawa.

Rey menatap Boby tajam. "Eh gendut. Kenapa sih gue harus satu kelas lagi sama lo. Bikin kelas kita sumpek karna ada lo."

"Mata lo buta kali ya, orang badan gue lebih bagus dari lo ko. Liat noh perut lo aja berlipat." ejek Boby pada Rey.

Mendengar ejekkan Boby membuat Rey semakin kesal. "Perut gue sixpect, bukan berplipat Boby bego." Rey mendekat ke bangku Boby. Sembari mencoba mengoleskan lipstick pada bibir Boby. Namun Boby secepatnya menghindar.

Seisi kelas ketawa melihat tingkah laku Rey yang selalu ribut dengan Boby. Dari pertama masuk kelas 1 SMA. Rey, Gilang, Azka dan Boby mereka memang sudah satu kelas. Namun Boby tak begitu dekat dengan mereka. Hanya saja ketika di dalam kelas. Mereka akan menjadi teman.

"Mahesa, lo urus dong anak-anak lo jangan pada gila." kata Shasa.

"Lo enak aja kalau ngomong. Sejak kapan gue brojolin mereka di perut gue." sahut Mahesa sembari duduk di bangku sebelah Maudy.

Sedari tadi seorang guru berdiri di depan kelas. Melihat murid kelasnya masih belum menyadari kehadiran nya.

"Kalian semua keluar." teriak bu Jian.

Seketika di dalam kelas hening. Sembari menoleh ke arah depan pintu kelas. Seorang guru yang tengah menatapnya tajam.

"Yeh! Kita bebas hari ini." seru Azka.

Tak hanya Azka melainkan seisi kelas heboh gembira.

Lalu mereka berhamburan keluar dari kelas. Kecuali Maudy, Mahesa dan Shasa masih berada di dalam kelas.

"Bego banget sih punya mereka." ucap Mahesa sembari menggelengkan kepalanya.

"SAYA TIDAK AKAN MEMBUAT KALIAN LULUS SEKOLAH." ancam bu Jian.

Seketika mereka yang hendak pergi ke kantin berhenti melangkah. Lalu berlari kembali ke dalam kelas.

"GILANG, REY, AZKA. KALIAN KELUAR DARI KELAS. BERDIRI DI LAPANGAN. DAN KAMU LANO, KENAPA ADA DI KELAS INI. KAMU JUGA KELUAR."

"Yehhhhh!" seru mereka serempak. "Kita mah malah seneng Bu. Sekalian saya pengen berjemur di teriknya matahari yang imut." kata Gilang.

"Kita tambah ganteng dan imutkan Bu kalau seperti ini." balas Rey.

Bu Jian menghela napas. "Kalian apa-apan rambut di ikat dan bibir pakai lipstick. Kalian mau jadi apa?"

"PERIA SEJATI UNTUK MENJAGA PEREMPUAN." sahut mereka barengan. Sesekali mereka tertawa.

Bu Jian hanya bisa bersabar menghadapi mereka.

Dengan kesal Mahesa beranjak dari bangku. Lalu membawa mereka keluar dari kelas. "Cepet bersihin muka burek kalian di toilet. Malu-maluin gue aja." ujar nya.

"Tapi daddy." ucap Rey.

"Jangan bercanda buruan." ucap Mahesa kesal.

Akhirnya mereka pergi menuju toilet sembari berlari agar secepatnya sampai di toilet.

Mahesa kembali ke dalam kelas.

●●●

Vote & Coment

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top