Ternyata oh Ternyata

Votenya jangan lupa tukhon 🥺
.
.
.
.
.
Jaki masih enggan bersuara dan memilih menunggu pacarnya yang membahas masalah ini terlebih dahulu. Cukup, ya. Jaki dengan acara ngambeknya ini cukup mewakili apa yang ia rasakan.

"Jak, mau diem aja?"

"Katanya, Kak Pur yang mau ngomong. Kata emak, kalo cewek ngomong jangan dipotong. Nanti, ngambeknya dua abad setengah."

"Emak kamu lucu, ya?"

"Kita gak lagi ngebahas emak Jaki, ya."

Jawaban Jaki yang lumayan ketus membuat Pur diam. Niatnya memang mencairkan suasana. Acara ngambek-ngambekan ini tidak akan berakhir kalau tak ada yang mengalah. Lagi pula, Pur sadar kalau tak seharusnya ia marah pada Jaki malam itu dan mengatakan yang sebenarnya.

"Jadi gini, dia itu mantan aku."

Dalam hati, Jaki sudah merapalkan doa-doa yang sekiranya ia bisa. Kecuali, doa mau makan, tidur dan masuk kamar mandi. Ia belum siap mendengar pengakuan kalau ternyata mereka sudah dijodohkan oleh kedua orang tua mereka. Mengingat lelaki yang bersama Pur tempo hari memang terlihat sangat mapan. Lain dengan dirinya.

Lupakan, Jaki memang terlalu banyak menonton FTV yang selalu emaknya tonton. Lebih tepatnya, ia terpaksa kalau sudah diminta menemani emaknya nangis-nangis.

"Dia memang baru pulang dari luar negeri. Aku diminta dia buat ngasih undangan."

"Tuh kaaan." teriak Jaki dalam hati.

"Dia dulu kuliah di kampus kita juga. Jadi, ada beberapa dosen yang diundang. Maaf ya, aku gak jujur sama kamu."

"Jadi, kalian mau nikah? Kenapa, Kak Pur waktu itu nerima Jaki?"

"Bukan aku sama dia, bocil! Sempit banget sih pikirannya! Jadi, dia mau nikah sama pacarnya."

Jaki kembali diam kali ini. Sampai Pur kembali bersuara. "Kamu keberatan ya kalo aku masih deket sama mantan?"

"Iya lah! Jaki gak pernah mau tuh berhubungan lagi sama mantan." Jawaban Jaki kali ini terdengar lantang.

"Sayangnya, aku gak bisa, Jak. Dia kakak sepupuku. Ya, dulu pacaran karena kita udah ngerasa cocok dalam semua hal. Ternyata, pas pacaran malah aneh. Jadi, kita mutusin buat jadi sodara aja. Gak mau lebih. Lagian, dunia makin kita persempit kalo gitu. Kamu masih mau marah sama aku? Aku gapapa, kok. Aku tau kamu pasti kesel banget, kan?"

"Jaki kira, Kak Pur mau ninggalin Jaki karena Jaki masih kecil. Jaki takut, soalnya cintanya Jaki udah mentok banget."

"Cheesy banget sih! Kalo aku anggap kamu gitu, kenapa dulu nerima? Mending ditolak sekalian, kan?"

Jaki mengangguk lucu sebelum mulai menyuapkan eskrim yang mulai mencair sebelum benar-benar menjadi cair.

"Tapi ya, Jaki jangan sering-sering ngambek. Kalo ada apa-apa, cerita."

Ya, uniknya hubungan mereka adalah jika biasanya perempuan yang ingin dimengerti, mereka sebaliknya. Walaupun, Pur memang cukup galak. Menurut Jaki, bisa lah jadi mantu emaknya. Cocok. Ia yang mengukurnya sendiri. Eh, tapi kalau dipikir-pikir, mereka sama galaknya. Jaki makin pusing nanti. Tapi, namanya cinta jangankan galak, lautan pun ia seberangi. Pakai kapal pesiar tapi.

"Kak, boleh gak?" tanya Jaki ragu.

"Gak boleh! Inget, Jak. Masa depan kita masih panjang---"

"Apa sih, Kak? Jaki mau nanya, mulai besok, Jaki boleh gak antar jemput ngampus? Soalnya, Bas sama pacarnya. Pikiran Kak Pur nih ke mana-mana. Mau di apa-apain Jaki, ya? Hayo ngaku!"

"Bodo amat, aku ngambek!"

Sampai di sini drama hubungan mereka yang memang ternyata hanya sebuah kesalah pahaman semata. Esoknya, mereka memang benar-benar berangkat bersama. Walau begitu, Jaki tetap marah pada Anyu dan Bagus. Pasalnya, sebelum berangkat, Bagus mengatakan kalau Jaki tidak usah membawa dompetnya yang tertinggal di dalam rumah. Karena, Bagus akan menraktir mereka kali ini. Tapi, nyatanya Jaki malah ditinggal dan akhirnya ia harus dibayari oleh Pur. Harga diri Jaki anjlok mengalahkan harga beras di pasaran.

"Maafin kita dong, Jak."

Anyu terus memohon pada Jaki, sementara Bagus di belakangnya hanya manggut-manggut.

"Nggak! Kalian bikin malu gue aja! Baru aja drama ngambek gue kelar, malah gue yang dibayarin makan!"

"Kan gak sengaja. Oke, sebagai gantinya, gue traktir kalian makan malam berdua. Oke, gak? Gue yang nyiapin tepatnya, Bagus bagian keuangannya," tawar Anyu.

"Gue sih oke aja. Asal gak capek." Tumben, Bagus bisa langsung tanggap dengan sebuah usulan. Biasanya, ia harus meminta dijelaskan ulang sampai detail terkecil. Memang, berteman dengan Bagus itu, selain sabar, juga jangan kagetan.

"Tapi, sekarang gue mau ditraktir sama lo, Jak. Kan, lo baru baikan tuh, sama kakak gue. Makan-makan lah!"

Jaki mendengus sebal meski akhirnya menggiring dua bocah kelaparan itu menuju kantin. Semoga, mereka tidak memanfaatkan momen ini karena Jaki belum dapat transferan bulan ini. Pasti, dana bapaknya tertahan oleh emaknya yang setiap awal bulan merincikan pengeluaran untuk sebulan ke depan.

"Jak, ngomong-ngomong, emak lo cakep banget."

"Idih, Anyu naksir sama emaknya Jaki, ya?"

Pertanyaan Bagus sontak mendapatkan tempelengan di kepalanya sehingga menyebabkan bakso yang baru saja masuk ke mulutnya langsung menyembur dan kembali lagi ke mangkuknya.

"Bagus jorok banget!" komentar Jaki.

"Gue belum kelar ngomong, Suherman! Gue mau bilang emaknya Jaki cakep banget. Kok bisa-bisanya punya anak buluk kayak Jaki?"

"Oh, kalo itu gue setuju, Nyu. Btw, bapak gue jangan dibawa-bawa mulu, dong."

Jaki langsung mengeluarkan tatapan membunuh pada kedua sahabatnya itu. Bisa-bisanya mereka berkata seperti itu.

"Yeu, becanda kali, Jak. Tapi, kalo lo mau anggap serius, syukur deh berarti lo nyadar," kikik Anyu.

"Gue gak jadi traktir, ya!"

Ancaman Jaki berakhir pada kepasrahan Anyu dan Bagus. Biarlah mereka tak jadi ditraktir Jaki daripada harus membujuk Jaki mati-matian. Repot yang ada tidak akan selesai sampai matahari terbenam dan senja mulai menyapa.

****

"Masih bete, ya?" tanya Jaki pada sang pacar yang masih memajukan bibirnya.

"Hm! Aku udah nungguin lama, malah dosennya gak masuk! Ngerti gak sih aku sampe harus nahan sakit perut ini!" tunjuknya pada perut ramping yang tengah dikompresnya menggunakan air hangat yang Jaki beli dari ibu kantin. Sebenarnya, minta sih. Jaki hanya tengsin mengatakannya.

"Yuk, pulang. Biar Kak Pur istirahat."

"Tapi ini tembus, Jak. Aku malu jalannya!"

"Oke, bentar." Jaki berlari dan kembali dua menit kemudian dengan benda keramat di tangannya. "Nih, nanti, belakangnya tutupin aja pake jaket Jaki. Jaki tunggu di sini ya."

Gadis itu mengangguk dan menerima barang yang Jaki berikan sebelum berjalan tertatih menuju toilet.

Jaki sering menghadapi kakaknya ketika sedang datang bulan. Gejala yang mereka alami juga tak berbeda jauh. Jadi, ia bisa dengan sigap menghadapi situasi semacam ini.

"Jaki," panggil Pur yang sudah kembali dari toilet. "Makasih, ya. Hiks... Hiks..." Gadis itu langsung memeluk Jaki erat sambil menangis.

Gerakannya yang tiba-tiba itu membuat Jaki agak panik karena beberapa orang di sana memperhatikan mereka. Jaki takut mereka salah paham.

"Iya, sayang. Ayo pulang. Biar nanti langsung istirahat."

Gadis itu mengangguk patuh dan berjalan di samping Jaki dengan tangannya yang masih melingkar erat di pinggang Jaki.











Hiyaaaa. Gimana nih? Asyique gak?
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomlosedunia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top