12 | ZOKU - Tribe

Ada sekitar 326 komunitas Indian di Amerika Serikat yang wilayahnya diakui berdaulat oleh hukum federal. Setiap komunitas berisi satu sampai ratusan ribu orang. Navajo Nation adalah komunitas Indian yang paling berkembang secara politik di antara komunitas-komunitas lainnya. Wilayahnya juga yang paling luas di antara yang lain. Bukan hanya Ace Hardware, Chevron, dan bank nasional, McD's juga tersedia. Sayangnya, wilayah luas tidak menjamin kesejahteraan penduduknya. Anggota suku Navajo di Navajo Nation tidak semua memiliki rumah bersertifikat. Mereka tergolong miskin karena angka pengangguran di sana 49% dari total populasi.

"Enggak nyangka wilayahnya luas begini." Rinjani berujar ketika mereka mendarat di tempat antah berantah yang tidak beraspal. Ronan membantunya melepas perlengkapan skydiving yang menghubungkan keduanya. "Kenapa enggak ada rumah penduduk?"

"Kita jauh dari pusat kota."

"Maksudku, coba lihat!" Rinjani menunjuk beberapa mobil karavan yang tersebar di sekitar lokasi. "Mereka enggak punya rumah permanen?"

"Well," ujar Ronan. "Wilayah ini merupakan tanah milik publik. Bank tidak memberikan pinjaman pada orang-orang Navajo untuk membangun rumah mereka sendiri di sini."

"Karena?"

"Karena bangunannya akan dianggap milik publik." Ronan memutar bola mata. Selain rapuh, ternyata manusia kecil itu memiliki otak yang lambat beroperasi. "Pusat kota ditinggali orang-orang berpengaruh yang bekerja untuk pemerintah. Sehingga mereka dapat keistimewaan memiliki rumah tinggal di sana. Tempat ini buruk untuk berbisnis. Hukum federal menyulitkan mereka untuk berkembang."

"Begitu, ya?" Rinjani mengangguk-angguk sembari mencerna informasi baru itu. "Aku enggak melihat ada sumber air di sini."

"Memang. Sepertiga penduduk mengalami krisis air bersih."

"Kasihan." Bibir Rinjani melengkung ke bawah. "Anyway, selain Navajo ada suku apalagi di sini?" Ekspresinya berubah dalam sekejap. Empatinya terangkat secepat kilat.

"Hanya Navajo. Suku Indian lain tersebar di beberapa negara bagian. Cherokee dan Chickasaw di Oklahoma. Lalu ada juga Chippewa- tunggu, memangnya ini study tour? Berhenti menanyaiku!"

"Magoirie juga tahu study tour?"

"Aku pernah kuliah waktu senggang."

Rinjani berdecak. "Sepertinya Magoirie Udara punya banyak waktu senggang. Daripada membaur dengan manusia, bukannya lebih baik kamu menambal lapisan ozon? Atau mencegah global warming?"

"Young lady," tegur Ronan. "Aku tidak bertugas untuk memperbaiki masalah manusia."

"Lalu apa yang kamu lakukan?"

"Aku menciptakan kehancuran akibat perbuatan manusia."

"Yadda-yadda-yadda, tugasmu membuat bencana bla-bla-bla..."

Ronan menahan dirinya untuk tidak menjitak kepala Rinjani.

"Terus, kita mulai dari mana? Jalan kaki ke pusat kota? Kamu enggak punya mobil di sini?" lanjut Rinjani.

"Sudah kubilang tempat ini buruk untuk berbisnis. Jadi, aku tidak menyimpan uang di sini. Kita jalan kaki. Tinggalkan perlengkapanmu di sini."

Rinjani menurut.

Entah sihir apa yang digunakan Ronan. Tiba-tiba saja sayapnya lenyap dan berganti dengan kaus dilapisi bomber jaket serta celana jeans trendy yang cocok dengan sepatu bootsnya. Sekarang dia dapat berbaur dengan manusia.

Ronan mengenakan kacamata hitam dan meminjamkan satu untuk Rinjani.

"Well prepared banget! Sekarang udah enggak silau lagi." Rinjani tersenyum senang. "Kita ke mana dulu?"

"Kita akan ke perpustakaan kota. Di sana kamu bisa mencari informasi apa pun tentang ayahmu. Kudengar dia cukup terkenal di sini." Ronan berujar ketika mereka berjalan beriringan menuju pusat peradaban.

"Kenapa dia terkenal?"

"Magoirie yang hidup abadi sering disamakan dengan dewa."

"Jadi, kamu juga dewa?"

Ronan tidak langsung menjawab. "Di beberapa tempat, iya."

"Benarkah? Aku enggak tahu ada nama Ronan di daftar dewa dalam mitologi mana pun."

"Aku dikenal dengan banyak nama."

"Keren!" Rinjani menunjukkan cengiran kecil. "Apa kamu punya keluarga?"

Ronan menggeleng. "Hidup abadi membutuhkan sesuatu sebagai gantinya." Ia menoleh. "Kesepian. Semua keluarga, kerabat, dan teman-temanmu akan meninggal. Ketika usia orang-orang yang kamu kenal telah berakhir, kamu tinggal sendiri dengan mengenang mereka yang tiada."

Rinjani menunduk. Wajahnya tiba-tiba jadi sedih. "Apa Sentient juga begitu?"

"Apa yang kamu takutkan? Keluargamu sudah tidak ada di dunia."

Cukup lama Rinjani memerlukan waktu untuk menyahut. "Aoki, Debby, dan Jingga. Mereka orang-orang yang penting bagiku."

"Aku tidak pernah mendengar nama lain selain Aoki."

"Deborah dan Jingga adalah teman-temanku. Belakangan mereka sibuk dengan hidup masing-masing. Hanya aku yang enggak punya kesibukan." Rinjani mendongakkan kepalanya. "Kenapa kamu membantuku?"

"I have my reasons those I can't share with mundane."

Rinjani mendengkus. "Kemarin aku Sentient, sekarang aku manusia biasa."

"Otak kecilmu tidak akan mengerti walau kuberitahu." Ronan menunjuk kepala Rinjani.

"Ha. Try me!"

"Dan meski aku bilang begitu, bukan berarti aku bersedia memberitahumu."

"Huh!" Bibir Rinjani mencebik. Dia kesal sekali. "Kamu tahu hampir segalanya tentangku, sedangkan aku enggak tahu apa pun tentangmu. Itu enggak adil."

"Sejak kapan hidup itu adil?" Ronan menyeringai kecil, lalu beralih ke topik lain. "Bagaimana kalau seandainya kita tidak menemukan apa-apa di sini?"

Rinjani mengedikkan bahu. "Enggak pa-pa. Toh, tujuan utamaku bukan mendapatkan sesuatu. Aku hanya ingin lebih mengenal orang tua kandungku. Seperti apa mereka. Bagaimana kehidupan mereka sebelumnya."

"Semacam menapak tilas?"

"Iya, semacam itu."

"Baiklah."

"Bagaimana kehidupanmu sebelumnya, Ronan?"

"Membosankan."

"Masa, sih? Kamu hidup sejak zaman Fir'aun. Masa enggak ada yang menarik? Melewati masa perang dunia juga, 'kan?"

"Selama seribu tahun aku tidak pernah turun. Aku sengaja melewatkan masa-masa kegelapan seperti wabah dan perang. Bukan pemandangan indah, ditambah berisik pula."

"Ah, kamu suka kedamaian."

"Lebih tepatnya, aku malas melihat kehancuran di mana-mana. Manusia itu makhluk kecil yang bodoh. Mereka berpikir kalau mereka punya kuasa atas segalanya. Lucu melihat mereka bertingkah begitu."

"Manusia memang makhluk yang paling sulit dipahami." Rinjani mengulang kalimat yang pernah diucapkan Ronan padanya.

Ddrrrtt... ddrrrttt...

Rinjani mengecek ponselnya. Sebuah pesan masuk.

From: Aoki

Maaf, kemarin baru kelar latihan tengah malam. Bos ga mengizinkan kami istirahat sebelum hasil tes reflek bagus. Apa kabarmu? Sudah ke Panti?


"Dia pacarmu?" tanya Ronan.

Pipi Rinjani bersemu merah. "Ngintip, ya?" Cuping hidungnya kembang kempis karena marah. "Dia belum jadi pacarku!"

"Tapi kamu berharap jadi pacarmu?"

"Apa, sih? Enggak!" sergah Rinjani cukup defensif.

Ronan memutar bola mata selagi Rinjani membalas pesan Aoki dengan cepat. Tak lama berselang, Aoki menghubungi. Rupanya dia tak sabar untuk mengobrol secara langsung lewat panggilan video.

"Hai!" sapa Rinjani riang.

Mata Aoki menyipit sambil mendekatkan wajahnya ke layar. "Kamu enggak sama Lia?"

"Oh, kenalkan." Rinjani mengarahkan kameranya ke Ronan. "Ini Magoirie Udara. Namanya Ronan. Dia abadi. Kita pernah membahas ini sebelumnya. Ronan, say hi to Aoki!"

Ronan mendengkus sambil memalingkan muka. Dia tidak suka dipamer-pamerkan.

"Mana sayapnya? Kamu bilang dia bersayap?"

"Entahlah. Dia menghilangkannya dulu sebentar selama kami di wilayah manusia."

"Apa dia bisa dipercaya?"

"Hei, Bocah!" Ronan menarik tangan Rinjani yang membawa ponsel agar dia bisa berhadapan langsung dengan Aoki di seberang. "Jangan kurang ajar. Kamu cuma manusia kecil-"

Rinjani menarik kembali ponselnya. "Maaf, dia agak temperamental."

"Kamu enggak aman bersama orang temperamental begitu!"

"Siapa yang temperamental?"

Rinjani harus menjauhkan ponsel dari Ronan. "Aoki, maaf, aku masih dalam perjalanan. Bisa kita bicara nanti?" Sebelum Aoki menyahut, Rinjani sudah mengakhiri panggilan. "Ugh, dia pasti uring-uringan."

"Sebanyak apa yang dia tahu tentangku?" todong Ronan.

"Eh?" Rinjani memasukkan ponselnya ke saku. "Nngg... selain tentang dirimu sebagai anggota Magoirie-"

"Anggota? Aku ini Magoirie!" potong Ronan galak.

"Ya, itu maksudku." Rinjani mengibaskan tangannya. "Seingatku sih enggak banyak yang kuceritakan pada Aoki."

"Manusia tidak boleh tahu tentang kami."

"Memangnya kenapa?"

"Memangnya kenapa?" ulang Ronan dengan nada tak percaya. "Pakai otakmu! Kalau manusia tahu segala elemen di dunia ini ada pengendalinya, menurutmu apa yang akan mereka lakukan?"

"Umm..."

"Perang pecah di mana-mana!" Jawaban Ronan yang sedikit tiba-tiba membuat Rinjani terperanjat. "Mereka akan menghabiskan waktu, uang, dan sumber daya untuk mencari tahu sumber kekuatan kami. Semua akan berebut menguasai setidaknya satu elemen. Keseimbangan alam bisa hancur gara-gara mereka! Mengerti sekarang?"

Rinjani mengangguk cepat lebih karena takut, bukan karena dia mengerti. Ronan betul-betul mengintimidasinya dengan cara yang aneh dan menakutkan. Sekali lagi dia lupa kalau Ronan biasa disebut dewa di belahan bumi lain.

Obrolan mereka mengundang satu keluarga keluar dari karavan. Seorang wanita dan tiga anaknya. Mereka melihat dengan sorot ingin tahu. Ronan tersenyum ke arah mereka. Lalu dengan tangan lain, dia mendorong bahu Rinjani agar terus berjalan dan berusaha untuk tidak menarik perhatian lagi.

***

.

.

Hallo semua! Apa kabar?

Semoga semua sehat-sehat. Semingguan ini aku teler berat kena flu, jadi baru on di WP sekarang.

Anyway, selain itu, aku juga bawa kabar baik. MAGOIRIE DITERBITKAN! Yeay! 

Kali ini aku bekerja sama dengan penerbit LovRinz untuk membawa para Magoirie ke pelukan kalian. Nah, sekarang bantu aku tentukan cover bukunya.

Kira-kira, mana yang menurut kalian paling OK buat jadi cover bukunya Rinjani ini?

Kalau pilih A, kenapa?

Kalau pilih B, kenapa?

Seperti biasa, aku akan adakan giveaway kecil-kecilan saat bukunya dalam masa PO nanti. Kalian staytuned ya di Instagramku, link ada di Bio.

Dalam waktu dekat, semoga aku bisa bawa kabar baik lagi buat kalian para pembaca lama. Terutama yg suka banget sama geng kriminal psycho yang suka sama uang!

Can't wait!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top