4
Segalanya terjadi begitu cepat. Yuju bahkan baru sadar dirinya terjatuh ketika sudah bergelantungan di tepi tangga bata, berpegangan pada lengan Seokmin. Bangau pengantarnya cepat bereaksi, langsung terbang ke bawah dan menyangga badan majikannya. Tubuh Yuju berangsur terangkat dan bersamaan dengan itu, Seokmin lambat laun melepaskan genggamannya. Namun, si pria masih memandang majikan barunya sendu, cemas, terguncang, tak memedulikan beberapa helai rambutnya yang mencuat dari sangtu.
Tatapan Seokmin menyerempet sisi peka hati Yuju. Satu, perasaan yang tercermin di mata itu tulus. Dua, Yuju tidak mengantisipasinya. Untuk seseorang yang baru saja disalahkan dan direndahkan, maka reaksi seperti Hyejin lebih dapat Yuju terima, tetapi kekhawatiran?
Meski tidak diakui, hati kecil Yuju sesungguhnya masih mengharapkan kekhawatiran ini.
"Beribu ampun, Yuju-nim!" Seokmin tiba-tiba bersimpuh, seolah baru saja melakukan kesalahan yang pantas dihukum mati. "Hyejin-ah, ayo, kamu juga harus minta maaf!"
"Tapi, Ayah—"
"Hyejin-ah, bukan begini caramu berterima kasih pada penolongmu. Ayo, bersujudlah dan minta maaf," tegur Seokmin lembut seraya menatap mata putrinya. Sekarang, Yuju malah iri.
Anak itu berbuat salah. Mengapa tidak ditegasi saja?
Namun, tanpa 'ketegasan' yang Yuju maksud, Hyejin sudah terjinakkan. Masih sedikit cemberut, anak itu dengan patuh bersimpuh di sebelah ayahnya, menunduk dalam-dalam, dan menyilangkan telapak tangannya.
"Beribu ampun, Yuju-nim. Ini kesalahan saya, tolong jangan hukum Ayah lagi ...."
"Tidak semua kesalahan dapat dengan mudah dimaafkan," gumam Yuju, bercermin pada kasusnya sendiri beberapa tahun silam. "Tinggalkan kebun ini. Sebagai gantinya, bersihkan seluruh lantai 50 sebelum sore!"
Bukan Seokmin dan Hyejin, yang lebih dulu terkejut justru si bangau pengantar. "Lantai itu jauh sekali dari lantai ini, Yuju-nim. Anda tidak mungkin menyuruh teman-teman untuk mengantar mereka, kan?" bisiknya.
"Memang apa gunanya tangga?" Sengaja Yuju mengeraskan suaranya, membuat Hyejin berjengit dan Seokmin menelan ludah. Walaupun bisa masuk ke menara lewat jendela dari kebun spiral, mereka masih menempuh 45 lantai lagi! Tentu saja, itu bukan urusan Yuju. "Bawa aku turun. Sampaikan pada Halmang untuk membuatkanku teh melati dan membawakanku buku meditasi."
Setibanya Yuju di lantai satu, bangau pengantarnya pergi mencari Halmang. Sang murid Mago duduk menunggu dengan bosan sampai Halmang datang dengan baki teh dan buku.
"Saya bertemu si pendaki dan putrinya di lantai 15," ucap Halmang ketika menuangkan teh untuk Yuju. "Anda menyuruh mereka membersihkan lantai 50?"
"Benar," dengus Yuju sebelum meminum tehnya. "Ada apa, Halmang?"
Halmang mengembuskan napas panjang. "Anda tahu kalau Mago-nim selalu mengawasi Anda, kan? Menurut Anda, beliau akan menerima sikap semena-mena seperti ini?"
"'Semena-mena'? Saya tidak mengerti. Mago-nim menyuruh saya melepaskan ikatan dengan dunia ini tanpa menjelaskan lebih rinci mengenainya, jadi saya menyimpulkan sendiri apa yang harus saya lakukan." Yuju meletakkan cangkirnya dan mulai membaca. "Menurut saya, cara memutus ikatan dengan pendaki itu dan anaknya adalah dengan balas dendam hingga puas!"
Mendengar itu, Halmang cuma bisa menggumam, "Semoga Anda tidak dihukum karena mewujudkan rencana tersebut."
***
Hari demi hari berlalu. Aura permusuhan diam-diam menguar dari Yuju dan Hyejin, sementara Seokmin, Halmang, dan bangau-bangau lain terjebak di antaranya. Yuju tak habis pikir, bagaimana pria yang dulu langsung habis kesabaran karena sebuah insiden menjadi sangat susah dipancing amarahnya? Seokmin sudah diberi tugas yang berat-berat, tetapi dia tidak sedikit pun tampak jengkel ketika bertemu Yuju. Alih-alih, lelaki itu malah terlihat ... lega? Sama sekali bukan reaksi yang Yuju harapkan.
Kalau Hyejin, jangan ditanya. Gadis cilik itu tidak mengamuk pada Yuju cuma karena mematuhi ayahnya. Anak itulah satu-satunya sumber hiburan Yuju; mengasyikkan melihatnya menahan marah di bawah pengawasan Seokmin. Kalau sudah merasa menang begitu, Yuju akan lupa bahwa ia sebenarnya sedang 'dilindungi'—oleh orang yang dibencinya—dari Hyejin.
Satu hal aneh lagi: setelah insiden kebun spiral, Seokmin dan Hyejin selalu menyelesaikan tugas mereka tanpa cela. Sebagai orang yang berusaha balas dendam, Yuju sudah memastikan tugas-tugas itu mustahil dikerjakan secara sempurna, bahkan dengan bantuan Hyejin sekalipun. Ada kecurigaan bahwa bangau-bangau membantu mereka berdua meskipun sudah dilarang, tetapi tak pernah ada bukti. Yuju tidak pernah memergoki mereka berdua dibantu. Halmang—walau laporannya meragukan—juga mengatakan hal senada.
Sesekali, sebenarnya Yuju ingin menuduh Seokmin tanpa bukti dan menghukumnya. Masalahnya, hal itu berlawanan dengan nuraninya.
"Anda masih punya hati nurani? Mengapa saya terkejut, ya?"
Sialan kau, Halmang, gerutu Yuju ketika mengenang pembicaraannya semalam dengan pelayan tertuanya itu. Pagi ini, ia mempelajari lagi cara meracik ramuan pelelap karena belakangan sering bermimpi buruk. Ramuan itu mudah saja dibuat, tetapi entah mengapa tidak pernah bekerja penuh, hanya memperpanjang waktu tidur tanpa membuatnya tambah bugar.
Entah berapa kali Yuju mencocokkan bahan serta teknik meracik ramuan tidurnya dengan berbagai buku. Tidak ada yang salah, jadi mengapa? Sudut halaman buku pengobatan yang Yuju baca teremat di antara jempol dan telunjuk. Dia satu-satunya murid Mago di menara sekarang, jadi tidak ada yang bisa menunjukkan di mana salahnya.
Tangis kencang bayi dan seruan seorang wanita dari ambang ruangan mengejutkan Yuju.
"Astaga! Anak bodoh, apa yang kaulakukan?"
Yuju terbelalak. Ia baru sadar bahwa di depan kursinya, di gubuk beralas tanah tempatnya (tiba-tiba) berada, tertelungkup bayi yang menangis kesakitan. Kaki bayi itu bengkak separuh. Tangan Yuju yang lain ternyata memegang timangan gantung ....
"Oh, anak malang! Maafkan Ibu, maafkan Ibu ...." Yuju segera bangkit dan menggendong bayi itu dengan hati-hati, tetapi seorang perempuan berwajah keriput merebut kasar si bayi darinya. Tangis bayi itu semakin kencang ketika berpindah gendongan. Yuju ikut meneteskan air mata—karena perempuan yang merebut si bayi lantas menamparnya.
"Tak tahu diuntung! Istri tidak becus! Mengapa Seokmin memungut perempuan sepertimu?"
Si wanita asing menampar Yuju lagi. Pada tamparan kedua inilah, Yuju terbangun, tetapi nyeri di pipi dari mimpinya melekat dengan bandel hingga mentari beranjak.
***
"Sungguh hari yang indah!"
Kata-kata Yuju ini, juga mimik (sok) cerianya, sebenarnya tidak serasi dengan kantung hitam yang menggelantungi kelopak matanya. Murid Mago itu kini duduk di kosen salah satu jendela panjang yang terbuka, siku bertumpu ke lutut, dagu bersanggakan punggung tangan. Tatapannya yang terarah ke kebun spiral tidak berbinar seperti seharusnya orang senang. Para bangau pelayan di lantai 20 sejenak terpaku sebelum berbisik-bisik antara mereka sendiri.
"Firasatku, hari ini sebenarnya tidak indah bagi Yuju-nim."
"Apa dia sedang menolak kenyataan bahwa harinya buruk?"
"Hei, siapa tahu perasaannya benar-benar sedang bagus?"
"TIDAKKAH KALIAN SEPENDAPAT DENGANKU?" tanya Yuju lantang—masih tersenyum—kepada tiga bangau pelayan yang sedang membicarakannya. Para bangau tergagap-gagap; langit pagi yang cerah justru membentuk bayang-bayang mengerikan di sisi wajah Yuju.
"Be-Benar, Yuju-nim! Mentari bersinar terang sekali!"
"Jemuran kami pasti akan langsung kering!"
"Tanaman-tanaman obat juga pasti bisa tumbuh subur!"
Tiga bangau pelayan tertawa canggung dan Yuju manggut-manggut, kembali mengalihkan pandang ke luar. Sasarannya berubah menjadi Seokmin yang sedang menjemur pakaian di tangga bata bersama Hyejin, sedepa dari jendela.
"Bagaimana menurut Anda, Lee Seokmin-ssi? Hari ini indah, bukan?"
Demi Mago dan menara agungnya, tiga bangau pelayan bersumpah merasakan aura pembunuh dari Yuju, padahal ekspresi perempuan itu masih sama. Seokmin sendiri tertegun, tak percaya Yuju mengajaknya bicara tanpa memberi perintah. Hyejin—yang kelihatannya masih trauma—memegangi celana ayahnya seraya menatap nyalang Yuju.
Para bangau berharap Seokmin sepeka putrinya dalam menangkap bahaya ...
"Ya, hari yang sangat indah, Yuju-nim."
... karena kepolosan Seokmin membuatnya tampak bodoh. Lihat saja. Selagi Hyejin masih memasang tampang waspada, ayahnya malah menyenyumi Yuju balik, begitu ramah dan riang. Pipi pria itu bahkan merona, sesuatu yang membuat para bangau meragukan penglihatan mereka.
Apa orang ini betulan mencintai Yuju-nim? Seperti cerita Halmang? Cinta ternyata bisa menumpulkan seseorang demikian parah! batin ketiga bangau.
"Nah, kalau Anda bicara baik-baik begini pada awal hari, saya yakin sisa hari Yuju-nim akan menyenangkan." Baru disebut anak buahnya dalam hati, Halmang muncul dari sisi lain koridor, membawa gulungan tikar yang baru kering. Ketiga bangau ternganga melihat betapa santainya tetua mereka itu menanggapi Yuju.
Kok Halmang sama saja?!
"Saya harap begitu, Halmang. Berpikir baik ternyata bisa membangkitkan semangat walau sedikit." Sangat sedikit, tambah para bangau. "Pada hari yang cerah ini, paling enak bersih-bersih dan mengangin-anginkan ruangan, kan?"
"Benar, Yuju-nim. Ruangan yang kering dan bersih akan sangat nyaman dipakai beristirahat." Seokmin mengibaskan dan menggantung baju yang baru diperasnya. Bangau-bangau sungguh heran; petani itu harusnya tidak bisa lebih tumpul lagi.
Hyejin memeras pakaian dalam diam, masih menatap Yuju seakan sudah mengantisipasi sebuah perintah. Yuju sendiri justru menoleh kepada tiga bangau.
"Pas. Satu," tunjuk Yuju kepada bangau yang di tengah, "buka semua jendela di lantai ini. Satu lagi," telunjuk Yuju bergeser ke kanan, "bantu Lee Hyejin menjemur."
Bangau di sebelah kiri mengembuskan napas samar, lega. Yuju tidak melewatkannya.
"Sisanya," –bangau yang dimaksud langsung mematung—"aku butuh bantuanmu."
Ketiga bangau ingin mengerang malas, tetapi Yuju ada di depan mereka dan Halmang masih mengawasi di sudut lain. Ujungnya, mereka cuma bisa menuruti mau sang majikan.
"Tunggu, Anda bilang tadi bantu Lee Hyejin menjemur. Lee Seokmin-ssi kan juga menjemur?" tanya Halmang, yang Yuju jawab dengan gelengan.
"Nak, kau tidak masalah bekerja dengan para bangau?" Yuju memandang Hyejin. "Aku membutuhkan tenaga ayahmu untuk membersihkan ruang belajar lama kami."
Ruang belajar lama?! Gawat, Lee Seokmin-ssi, kau benar-benar dalam masalah besar!
Para bangau—yang sudah tahu soal 'ruang belajar lama'—turut merasa takut dan kasihan pada rekan baru mereka, padahal bukan mereka sendiri yang ditugaskan membersihkan ruangan itu. Di lain pihak, Halmang tersenyum penuh rahasia, paham bahwa perbuatan majikannya mungkin buruk, tetapi tidak mencoba menghentikan. Apa pun pekerjaan yang melibatkan ruang belajar lama pasti akan membuahkan sebuah kisah menarik; Halmang juga butuh hiburan setelah belakangan menghadapi Yuju yang uring-uringan.
Hyejin mengangguk kosong untuk menjawab Yuju, tahu dirinya tak punya pilihan. Seokmin mengusap pipi anak itu yang sudah mulai gembil lagi.
"Kalau begitu, Ayah pergi, ya. Hati-hati, jangan berdiri terlalu ke pinggir saat memeras," nasihatnya pada Hyejin, lalu menoleh ke jendela. "Ruang belajar lama ini di mana, Yuju-nim?"
"Di lantai ini. Ruang dengan pintu baja bundar berwarna merah. Kalau mau membukanya, jangan lupa sobek kertas segel mantra di pintu itu dulu." Senyum Yuju berubah menjadi seringai mencurigakan. Seokmin masih tidak melihatnya, sementara Hyejin—begitu mendengar 'kertas segel mantra'—mengernyit heran, tetapi tetap lanjut memeras pakaian. "Anda cukup menyapu dan membersihkan debu di rak-rak. Jangan memindah barang yang ada di sana seinci pun."
"Baik, Yuju-nim. Boleh saya lewat sini?"
"Tentu saja." Yuju menyingkir dari kosen, memberi jalan Seokmin untuk menapaki jendela langsung dari tangga bata di luar. Selama beberapa saat, keduanya berada cukup dekat sehingga Yuju bisa melihat butir-butir besar peluh di leher Seokmin. Seingat Yuju, laki-laki itu sudah membersihkan perpustakaan, memasak sarapan, dan mencuci—atas perintahnya—sepagian ini. Pantaslah keringatnya mengalir deras. Baunya asam; Yuju mencoba mengabaikan supaya tidak mencela laki-laki itu.
Yuju toh ingin hari ini berjalan lancar, jadi dia harus berkata yang baik-baik saja, bukan?
Seperginya Seokmin, Yuju berjalan meninggalkan jendela, diikuti Halmang dan bangau yang tadi berdiri paling kiri. Semakin jauh dari tempat Hyejin menjemur, semakin terdengarlah tawanya: semula lirih dan mencekam, lama-lama melantang hingga si bangau pelayan merinding. Makhluk itu menoleh kepada tetuanya—yang cuma mengangkat kedua sayap cuek.
"Apa pun permintaan Yuju-nim nanti," bisik Halmang kepada anak buahnya, "kerjakan saja."
***
Kedatangan Seokmin dan Hyejin memicu kenangan-kenangan Yuju untuk mengemuka. Sebagian besar kenangan itu tak menyenangkan, tetapi mengusir ayah-anak Lee juga bukan pilihan. Jadi, ketimbang berlarut-larut memikirkan mimpi buruknya, Yuju memilih berdamai dan menggunakan mimpi buruk itu sebagai inspirasi balas dendamnya.
"Untuk menguji Lee Seokmin?" tanya beberapa bangau sekaligus, petang itu ketika makan malam bersama Yuju. Mereka baru saja menanyakan mengapa kertas segel mantra di ruang belajar lama terlepas, padahal benda itu bisa dibilang 'keramat'. Alangkah terkejutnya mereka begitu tahu Yuju yang memerintahkan kertas segel dilepas.
"Benar. Ruang belajar lama adalah tempat mayat utuh dan organ tubuh diawetkan untuk pembelajaran murid Mago-nim. Roh-roh pemilik badan itu tidak bisa dilihat orang biasa, kecuali kalau segel mantra di pintu dilepas." Yuju menyumpit nasi. "Banyak ruang lain di menara ini yang mirip dengan ruangan itu. Kalau Lee Seokmin tidak bisa mengatasi 'hawa' ruang belajar lama, maka dia tidak akan berani memasuki ruang-ruang lain yang serupa. Pelayanannya untukku jadi cacat, bukan?"
"Er .... Tapi ruangan itu adalah yang paling menyeramkan dari semuanya, Yuju-nim, bahkan dengan segel mantra terpasang," ucap salah satu bangau.
Yuju yang masih mengunyah nasi hanya mengangkat alis, seolah bertanya 'memangnya kenapa?'. Hari itu, para bangau sadar majikan mereka bisa sangat kejam kepada orang yang dibencinya. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top