32
Dari semua tempat, entah mengapa Yuju memilih tangga kebun spiral sebagai tempat bicaranya dengan Seokmin. Cuma ada kenangan buruk di sana; begitu melihat setangkai krisan di anak tangga batu itu, Yuju teringat bagaimana ia menyalahkan dan menghina Seokmin atas kesalahan kecil merawat kebun. Ia juga ingat bagaimana Hyejin mendorongnya dengan jengkel dari punggung bangau tunggangan karena sang ayah diejek.
Namun, Yuju tak tahan bicara di dalam Cheonwangbong. Hanya dengan melihat dinding, ia merasa terimpit, maka kebun spiral yang dibentangi langit serta awan di hadapannya menjadi pilihan. Keduanya duduk di anak tangga yang sama, berdekatan, menyisakan cukup banyak ruang di anak tangga itu.
"Hyejin tahu kita belum sepenuhnya berbaikan. Aku tidak mau membohonginya lama-lama," Seokmin meletakkan cempaka tanpa tangkai di pangkuan Yuju, mencoba melunakkan hati kekasihnya. "Maaf tidak dapat mengungkapkannya dengan baik, tapi aku sangat menyesal tidak mendengarkan cerita lengkapnya dari sisimu."
Yuju menjimpit bunga cempaka dan memutar-mutarnya hampa.
"Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf karena tidak memberitahumu apa yang kurasakan. Kemarin ... semuanya seakan di luar kendaliku."
Meskipun belum mengangkat pandangnya, Yuju tahu Seokmin sedang menatapnya sekarang.
"Kenyataan dan khayalan mestinya gampang dibedakan orang yang sehat akal, tetapi entahlah. Saat aku pertama kali melihat luka sayat di jari Hyejin, tiba-tiba aku kembali ke hari itu. Jantungku seperti akan berhenti. Aku mendengar suara Hyejin sayup-sayup saja karena telingaku penuh dengan suaramu. Suara yang harusnya tidak ada—dan tidak akan pernah ada lagi.
"Saat memanen murbei, bukankah aku lebih dekat dengan Hyejin dibandingkan kau? Mengapa dalam jarak itu, aku tetap tidak waspada akan bahaya yang mengancam Hyejin? Pikiranku kacau. Aku sangat yakin kau akan memperlakukanku sama seperti dulu ....
"Tapi, kemudian kau memanggil Hyejin. Di penghujung kata-kata dinginmu yang sebenarnya tak ada itu, ada nama Hyejin, jadi aku berpikir mengapa? Apa karena merasa bersalah padaku akibat kejadian dulu itu, sasaran kemarahanmu berubah? Bukankah itu sama saja salahnya? Hyejin yang malang tidak seharusnya menerima itu darimu, kemudian sekonyong-konyong, aku mengoceh tidak jelas."
Yuju terkekeh getir, dengan acak menyematkan cempaka ke sela sanggulnya. Ia menoleh pada Seokmin. "Maaf belum bisa beranjak dari hari itu dan hampir berselisih denganmu. Tak akan kuulangi."
Seokmin terpaku selama beberapa saat sebelum menyelipkan beberapa helai rambut liar ke belakang telinga istrinya.
"Bukan salahmu. Justru, ini salahku karena menyakitimu begitu dalam. Maaf." Seokmin menggenggam tangan Yuju. "Namun, kita sama-sama mengerti bahwa hal itu adalah masa lalu. Kita akan tetap bergerak dari sana biarpun lambat. Aku akan menebus kesalahanku dengan membuat kenangan-kenangan baru yang lebih indah bersamamu. Bagaimana?"
Yuju mengangguk, masih mengunci tatapannya dengan Seokmin. "Rasa sakit itu hilang begitu saja saat pemicunya hilang. Kurasa sedikit demi sedikit, aku akan bisa berkawan dengan kenangan itu. Lagi pula," malu-malu, Yuju menyandari bahu Seokmin, "bisa dibilang, itu mungkin akan menjadi satu-satunya dosamu. Kau pria yang sangat baik dan aku bersyukur memilikimu sebagai suamiku."
Apa dia gugup? batin Yuju geli ketika mendengar gema detak jantung Seokmin. Mungkin ia hanya mencari teman gugup karena memuji Seokmin seperti tadi sejujurnya melengkungkan jari-jarinya. Namun, ia juga lega karena berhasil mengatakan itu; ia percaya Seokmin akan menjadi bangga pada diri sendiri walaupun sama malu dengannya.
"Yuna."
Seokmin menutul dagu Yuju dengan buku jari, menengadahkan wanita itu kepadanya. Tatapan Seokmin berkabut dan wajahnya merona. Kontan jantung Yuju berdegup kencang. Ia agaknya dapat mengira-ngira apa yang akan terjadi.
"Padahal, akulah," Seokmin merendahkan wajahnya; bibirnya semakin dekat dengan bibir Yuju, "yang begitu beruntung memilikimu ...."
Yuju memejam sesaat sebelum bibir Seokmin menyentuhnya, menjalarkan kehangatan dan desiran menyenangkan dari satu titik ke seluruh tubuhnya. Ganjilnya, ciuman itu murni hanya ungkapan kasih, tidak untuk memuaskan hasrat seperti yang Yuju kira pertama kali.
Seokmin menarik diri sebentar kemudian dan tersenyum, menulari Yuju untuk tersenyum pula. Bibirnya membuka, hendak mengatakan sesuatu yang Yuju aslinya bisa menebak—
"Yuju-nim, Lee Seokmin!"
—tetapi panggilan sayup-sayup Halmang mengagetkan keduanya. Seperti saat shinbang mereka digagalkan Hyejin, Yuju dan Seokmin saling menjauh. Mereka beranjak dari anak tangga lebar tempat duduk mereka untuk melongok ke dalam menara.
"Ya, Halmang-nim?" Yuju berteriak, ikut panik karena suara Halmang terdengar genting.
Tak lama setelah Yuju menyahut, Halmang muncul, tergopoh-gopoh berlari sambil sesekali mengayunkan sayapnya untuk mempercepat pergerakan. Menyadari bahwa mereka betul-betul akan menghadapi hal gawat, Seokmin melompat masuk ke menara dari jendela, lalu mengulurkan tangan pada Yuju untuk membantunya masuk. Yuju meraih tangan itu, mengangkat sedikit roknya, dan menapaki kosen sebelum mendarat di sisi lain jendela.
Tumben Halmang terlihat sepanik ini. Yuju sampai harus sedikit menunduk untuk mendengar Halmang yang ucapannya tidak jelas—karena disambi mengatur napas.
"Halmang-nim, apa yang bisa kami lakukan untuk Anda?" tanya Yuju.
"Lee Hyejin," –nama yang disebut Halmang sontak membuat Yuju dan Seokmin awas— "dia mengeluh sakit perut hingga tidak bisa bangun dari tidurnya. Awalnya saya akan ambilkan obat, tetapi ketika saya kembali, ia meringkuk dan meracau ...."
"Di mana Hyejin sekarang, Halmang-nim?" potong Seokmin.
Halmang segera berbalik dan terbang ke arah dari mana ia datang. Yuju dan Seokmin mengikutinya. Debar waswas bergema di dada mereka seiring dengan langkah yang makin terburu. Ingatan tentang keanehan ki Hyejin saat mandi tempo hari berkelebat di benak Yuju, memunculkan satu dugaan tentang penyebab sakitnya Hyejin hari ini.
Halmang sedikit kesulitan membuka pintu kamar, maka Seokmin—yang tidak sabaran—mendorong pintu geser itu kuat dengan satu tangan sampai kerangkanya berderak. Di dalam, sesuai penuturan Halmang, si gadis cilik bergelung dalam selimut. Kepangannya sudah longgar dengan helai-helai rambut liar menempeli dahi serta wajah yang berkeringat.
Menyadari adanya keributan di sekitar, Hyejin perlahan mengangkat wajah dan merintih.
"Ayah, Ibu ...."
"Ya, Hyejin-ah." Seokmin segera menangkup tangan mungil putrinya. Meskipun tidak mengerti apa yang harus ia lakukan untuk meringankan penderitaan gadis itu, setidaknya ia ingin menyamankan Hyejin. "Tangannya dingin sekali, Yuna."
Yuju hanya mengangguk. Ia juga mengkhawatirkan Hyejin sampai mual, tetapi belajar dari pengalamannya saat memanen murbei, ia berusaha keras menenangkan diri. Perempuan itu duduk menyebelahi Seokmin, lalu meletakkan tangannya di perut Hyejin yang tertekuk.
"Telentanglah, Nak," pinta Yuju. "Ibu sulit membaca aliran ki-mu kalau begini."
Hyejin mencoba meluruskan punggung dan tangan-kakinya, tetapi badan itu lekas melengkung lagi, secepat kaki seribu menggulung diri saat disentuh.
"Sakit ...."
"Tidak bisakah kita memeriksanya seperti ini saja?" Kini Seokmin ikut-ikutan memohon. Yuju inginnya luluh, sayangnya jika luluh, ia tidak bisa mengobati Hyejin dengan benar. Ia balik menatap Seokmin dengan tegas.
"Sebentar saja. Akan kuselesaikan secepat yang kubisa. Ini penting untuk penyembuhannya."
"Tapi—"
"Ngh ... ti-tidak apa-apa, Ayah ...." Hyejin menggeliat, perlahan memosisikan diri telentang dan meletakkan tangan-kakinya di sisi badan dengan patuh. Napasnya makin sering terputus begitu berubah posisi. "Kalau Ibu bisa memeriksaku ... kalau ini membuat kalian tidak bertengkar ... tidak apa-apa .... Tidak mau menyusahkan kalian ...."
Leher Yuju tercekat mendengar ini.
Dia masih percaya bahwa aku dan Seokmin berselisih, juga cemas memicu perselisihan baru jika tidak tidur telentang. Kami berdua bahkan tidak saling meneriaki seperti kebanyakan pasangan yang tak akur di desa, tetapi pertentangan antara kami sudah dapat Hyejin rasakan .... Ampun, kepekaanmu itu sungguh tidak perlu.
Namun, terlepas dari bagaimana Yuju 'mengomeli' Hyejin diam-diam, ia merasa bersalah dan memperbaikinya dengan melacak teliti aliran ki Hyejin. Hasilnya mengejutkan.
"Ini yin besar yang disumbat dari berbagai penjuru. Hampir semuanya tertahan di perut. Wajar kalau Hyejin kesakitan," simpul Yuju.
"Disumbat? Oleh apa?" tanya Seokmin yang sudah sepucat Hyejin.
"Aku tidak bisa memastikan, tetapi ada satu penyebab yang paling mungkin, yaitu gangguan perasaan." Yuju dengan hati-hati mengangkat tubuh Hyejin dari alas tidur. "Nak, aku dan ayahmu tidak bertengkar, sungguh. Kalaupun kau menganggapnya begitu, kami sudah berbaikan. Jangan mencemaskan kami."
"Kalian tidak pernah bicara begitu cepat ... sambil berdiri ... dan tak tersenyum ...." Setitik air mata, disusul satu dan satu lagi, menuruni pipi Hyejin. "Seandainya aku tidak terluka—"
"Jangan bicara dulu, Hyejin. Ssh." Yuju mengecup singkat ubun-ubun anak yang kini digendongnya, kemudian beralih pada pelayannya. "Halmang-nim, setelah ini tolong buatkan gaejim untuk Hyejin dan antarkan ke depan pemandian. Anda bisa meminta Seokmin untuk membantu. Terima kasih."
"Baik, Yuju-nim."
Dengan itu, Yuju bergegas membawa Hyejin ke pemandian.
"Gaejim?" ulang Seokmin sepeninggal Yuju sembari mengerjap-ngerjap ragu. "Pakaian dalam wanita yang tebal ... untuk apa?"
Halmang memelototi Seokmin yang—dalam kecemasannya—masih sempat membingungkan hal itu, bukannya langsung menarik kesimpulan tentang kondisi Hyejin dari perintah Yuju tadi.
"Saya akan menjelaskannya nanti. Mari kita bekerja dulu."
Ketika lahir, sifat ki manusia tidak menunjukkan dominasi yang jelas, apa pun jenis kelamin mereka. Namun, menjelang kedewasaan, ki akan menjadi lebih yin atau yang sehingga lebih pasti kegunaannya dan lebih mudah dikendalikan. Rupanya, pergeseran itu terjadi lebih dini, juga diikuti melimpahnya ki yang tak biasa pada Hyejin. Ini tidak akan jadi masalah andai Hyejin tidak memancing munculnya sumbatan-sumbatan dalam jalur ki-nya, menahan kelebihan ki yang akhirnya merusaknya.
Saat ini, di tengah kolam pemandian yang tak berair, Hyejin berdiri tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh. Lengannya melampai di sisi badan dan kepalanya tertunduk, terengah-engah. Perutnya kaku, tetapi Yuju sementara melarangnya memeluk tempat yang nyeri itu. Alih-alih, telapak tangan Yuju-lah yang melekati wilayah bawah pusar Hyejin.
"Sebentar lagi Ibu akan melancarkan ki-mu. Kalau kamu kesakitan, peluk Ibu, tetapi tetaplah berdiri."
"I-Iya, Bu ...."
Ia menjawab seperti tercekik saja. Yuju memusatkan seluruh ki-nya ke permukaan perut Hyejin, lantas mengalirkannya secara konstan ke pembuluh darah yang bercabang dari sana. Tidak apa, Hyejin. Ibu dulu juga sakit seperti ini, tetapi Sowon-nim membantu Ibu melaluinya. Ibu juga tidak akan membiarkanmu menderita sendiri melalui kedewasaanmu.
Baru sebentar ki ibunya mengaliri tubuhnya, Hyejin sudah gemetar dan oleng.
"Bu, sakit ...."
Yuju merangkul putrinya dengan sebelah lengan—dan Hyejin balik melingkarkan lengan ke leher Yuju.
"Aku mengerti. Bukan cuma perut, saat ini punggung, dada, kepala dan hatimu juga pasti sakit. Masihkah kamu berpikir aku dan ayahmu tidak akur?"
"Iya ...." Hyejin menjawab lemah. "Ayah dan Ibu selama ini selalu bicara pada satu sama lain dengan lembut, mengucapkan kata-kata yang manis, tersenyum dan berpelukan .... Jadi, mengapa karena aku jadi bertengkar?"
Yuju menelan ludah sulit, terutama ketika Hyejin menangis di bahunya.
"Jangan-jangan benar. Ibu dulu pergi karena aku? Jangan-jangan, karena aku nakal dan berisik waktu bayi, Ibu dan Ayah bertengkar .... Karena itulah, Ibu sangat benci aku dan Ayah waktu kami datang ...." Hyejin mencengkeram pakaian Yuju. "Kalau begitu, apakah harusnya aku tidak ada? Harusnya Ayah dan Ibu cuma berdua saja, kan?"
Pada hari-hari tertentu dalam satu bulan, berbarengan dengan siklus ki mereka, emosi wanita menjadi tidak stabil. Mungkin ini jugalah yang membuat Hyejin berpikir tidak-tidak, juga menjadi jauh lebih peka.
Kamu salah besar, Putriku. Kamu harus ada agar cinta antara kami semakin tumbuh. Kamu harus ada karena kami juga ingin mencintaimu.
Kata-kata itu Yuju pendam dalam-dalam. Ia merasa, jika mengatakannya sekarang, suaranya akan pecah bersama kacaunya aliran ki yang konstan ini. Amat disayangkan bila terjadi; jalur-jalur ki Hyejin baru mulai bersih. Akan tetapi, agar Hyejin tetap tenang, Yuju mengucapkan kalimat lain.
"Semua hal yang terjadi di muka Bumi merupakan takdir terbaik dari Langit, termasuk kelahiranmu, Hyejin."
Bersama itu, Yuju memeluk Hyejin lebih erat, membelai punggung, belakang kepala, ke punggung lagi, demikian bergantian. Sumbatan-sumbatan ki berangsur terbuka, pada gilirannya membuat Hyejin lebih santai karena berkurangnya nyeri. Lutut Hyejin ikut melemas dan ia jatuh ke pangkuan ibunya.
Yuju dengan sigap menangkap badan mungil Hyejin. Begitu pantat anak itu mendarat di pangkuannya, Yuju merasakan cairan hangat membasahi roknya. Cairan lengket itu berasal dari celah kaki Hyejin, yang mana langsung disadari si gadis cilik.
"Bu," Hyejin menatap ngeri warna merah yang terus meluas di atas rok Yuju, "mengapa kencingku berdarah? A-Aku sakit apa?"
Sejenak tangan Yuju yang membelai Hyejin meninggalkannya. Ki di tangan itu diarahkannya pada patung-patung durumi di atas kolam. Terguyurlah mereka berdua—dan terbilaslah darah serta gumpalan kecil-kecil dari celah kaki Hyejin.
Banyak orang, bahkan wanita sendiri, merasa jijik dengan darah bulanan yang keluar dari tubuh mereka, padahal itu adalah bukti kemuliaan mereka. Betapa kuat tubuh perempuan hingga mampu menyediakan ki untuk satu lagi kehidupan, sampai-sampai kelebihan ki itu harus dibuang jika tidak ada kehidupan baru yang bergantung padanya. Yuju ingin Hyejin memahami keistimewaan peristiwa ini, maka ia mengecup pipi putrinya dan mengucapkan selamat.
"Kamu tidak sakit, Hyejin. Ini namanya haid, tanda kalau kamusedang beranjak dewasa. Ini merupakan hal luar biasa yang harus dirayakan sebabdengan menjadi dewasa, kamu siap menyambut lebih banyak cinta dalam hidupmu."[]
i hate it here, banyak bgt detil dan leitmotif yg ga konsisten hiks. kalo sempet (atau klo mau pindah platform berbayar) aku rombak lagi deh habis end
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top