3
"Lee Seokmin-ssi, apakah Anda pikir kekuatan saya dapat ditebus dengan uang, apalagi cuma sebanyak 3 tael?"
"Beribu ampun, tidak, Yuju-nim." Dahi Seokmin kini melekat dengan lantai. "Kekuatan Anda berharga jauh lebih besar dari apa yang saya miliki."
"Selain itu," Yuju menghampiri Hyejin yang segera mengangkat wajah begitu mendengar langkahnya, "Anda yakin tidak memiliki harta selain 3 tael itu?"
Menyadari apa yang mungkin Yuju inginkan, Seokmin buru-buru mempertemukan kedua telapak tangannya. "Tolong jangan lakukan apa pun pada Hyejin kami. Saya akan mengusahakan segalanya asalkan Anda tidak menyakiti Hyejin."
"'Menyakiti'," ulang Yuju. "Aku tidak sejahat itu. Bagaimana kalau saya cuma menginginkan putri Anda tinggal dan menyuruh Anda pulang?"
Sekarang, ayah dan anak Lee menunjukkan ketakutan yang setara. Mata Hyejin berkaca-kaca; tangan mungilnya menggenggam pakaian Seokmin. Denyut nyeri kembali menyambangi dada Yuju. Anak itu cuma tinggal dengan ayahnya selama ini, jadi wajar kalau mereka berdua tak terpisahkan. Lagi pula, Hyejin pasti tak mengenali Yuju sebagai ibunya.
Huh, siapa memang yang mau jadi ibu? batin Yuju, sama sekali tidak iri. Ia segera mengubah sakit hatinya menjadi keangkuhan.
"Bocah, kaubilang tidak punya apa-apa untuk menebus nyawamu. Bukankah sudah seharusnya kau melakukan apa pun mauku sebagai gantinya?"
"Hyejin masih sangat muda, Yuju-nim. Kasihan jika dia bekerja sendirian. Harga itu," Seokmin menawar, "biar saya yang membayarnya."
"Jika Ayah harus bekerja di sini, izinkan saya membantunya!" Hyejin menyambung. "Saya biasa memasak, menyapu, dan memberi makan ayam-ayam kami di rumah. Saya akan berjuang!"
"Manis sekali," dengus Yuju; satu sudut bibirnya terangkat, "tetapi untuk ukuran orang miskin, kalian sangat banyak meminta. Angkat wajah kalian."
Seokmin dan Hyejin patuh, tetapi sebelum mereka sempat mengatakan sesuatu, Yuju menendang dada Seokmin hingga pria yang tak siap itu terjengkang. Tak buang tempo, sepatu Yuju menginjak tubuh Seokmin sampai si lelaki memekik kesakitan.
"Ayah!" Hyejin merangkak menuju Seokmin, lalu memegang kaki Yuju, hendak menyingkirkannya. Ia malah ditendang ke samping. Yuju kembali menginjak dada Seokmin.
Halmang berlari menghampiri Yuju sambil mengepak-ngepak kecil. "Apa yang Anda lakukan?" bisiknya menegur. "Tolong jangan menagih bayaran dengan kasar seperti ini. Mago-nim bisa—"
"Buat apa saya mengesampingkan kesenangan demi dewi yang menelantarkan saya?" Yuju tertawa kesetanan. "Selagi Mago-nim tidak ada, sayalah yang menguasai menara ini. Mengapa saya harus bersikap selemah mereka?"
Sepatu Yuju makin dalam tertanam ke dada Seokmin, membuat laki-laki itu terbatuk beberapa kali. Napasnya tersengal-sengal. Ia memusatkan tenaga ke kedua tangannya untuk menyingkirkan kaki Yuju, tetapi tak juga berhasil. Melihat Seokmin yang menggeliat menyedihkan bagai cacing di bawahnya, mata Yuju berkilatan puas. Senyumnya melebar mengerikan.
Bagaimana rasanya menjadi tak berdaya, Lee Seokmin? Bagaimana rasanya menjadi sepertiku dulu, Bajingan?!
Namun, kilapan di mata Yuju kontan menghilang begitu Seokmin menyerah. Pria itu melepaskan tangannya yang melingkari pergelangan kaki Yuju, lalu merentangkan kedua lengan di sisi tubuh, lunglai.
"Apakah memang napas saya ... bisa membayar Anda?" Seokmin memejam. "Jika demikian, silakan ambil."
Kepasrahan Seokmin justru membawa efek yang berlawanan. Yuju mendelik, dengan cepat menarik kakinya ketika sadar hal itu dapat membunuh jika dilakukan lebih lama. Apakah Seokmin tahu Yuju akan melepaskannya jika dia tak melawan?
Setelah terbebas, Seokmin beringsut untuk duduk. Hyejin langsung merangkulnya sembari menatap nyalang Yuju.
"Perempuan jahat, jangan sakiti Ayah lagi!"
Tidak pernah ada pasien yang berani membentak Yuju begini, tetapi tindakan Hyejin memang beralasan. Biasanya, Yuju bicara langsung pada inti kalau menyangkut bayaran, makanya Halmang sampai menegur karena dia menggunakan kekerasan hari ini. Hyejin cuma melindungi orang kesayangannya—yang pernah menjadi orang kesayangan Yuju juga. Sejenak, wanita itu merasa sedang berhadapan dengan dirinya dari masa lalu: gadis cilik yang bersikap seolah paling kuat demi menjaga seseorang.
"Hyejin-ah," –samar Yuju mendengar Seokmin menasihati putrinya—"jangan berkata kasar kepada orang yang menolongmu .... Ayo, minta maaf bersama Ayah."
"Tidak usah!" sergah Yuju. Perasaan yang tak karuan disembunyikannya di bawah raut garang. "Sudah kuputuskan: selama 108 hari, jadilah pelayan di istana ini untuk menebus utang kalian! Tugas pertama: rawat kebun berpilin di luar menara ini!"
***
Setelah memberikan tugas pada Seokmin dan Hyejin, Yuju memanggil seekor bangau pelayan yang kemudian dinaikinya. Si bangau membawanya terbang ke kamar paling tinggi yang bisa dicapai sebelum lelah. Halmang rapat mengikuti keduanya hingga nyaris menembus awan, tetapi ia malah dipunggungi Yuju sesampainya di kamar, diabaikan. Sudah capek-capek terbang juga.
"Yuju-nim, tugas yang Anda berikan kurang rinci," omel Halmang. "Kebun berpilin sangat tinggi; bagian mana yang harus mereka rawat? Berapa lama waktu mereka? Selain itu, Anda harusnya mengawasi mereka setelah memberikan tugas. Mereka orang baru!"
"Tolong diam sebentar." Yuju yang bersila di tengah kamar memijat kening. Siku wanita itu bertumpu pada lututnya. "Nanti saya akan mengawasi mereka. Nanti. Tidak, sebentar lagi saya akan turun, jadi tenanglah."
"Mestinya saya yang bilang 'tenanglah'. Anda tidak pernah seperti ini sebelumnya."
Tanpa kauberitahu pun, aku sudah paham sekacau apa diriku sekarang, gerutu Yuju dalam hati.
"Walaupun sudah kenal siapa tamu kita, saya masih tidak menyangka Anda akan bereaksi seperti ini," lanjut Halmang yang terdengar betulan khawatir, bukan cuma ingin memancing emosi Yuju. Tumben. "Jika pria ini lebih berbahaya dari yang saya kira, mungkin saya akan meminta anak-anak memperketat pengawasan."
"Saya tidak bersikap begini karena dia berbahaya, Halmang. Justru sebaliknya."
"'Sebaliknya'?"
Wajah Yuju memanas. Untung saja ada poci air bersih dan gelas di dekatnya. Lekas diisinya gelas tersebut dan diminumnya dengan rakus hingga beberapa tetes air jatuh dari sudut bibir. Yuju lantas menghapus lelehan air menggunakan punggung tangan, tanpa sengaja menggoreskan gincunya ke pipi. Wanita itu tak peduli.
Mengapa dia bisa bersikap sebaik itu kepada Hyejin, tetapi tidak padaku? Apa dia benar Lee Seokmin yang dulu?
Gara-gara meragu, Yuju jadi harus menggali kenangan tentang Seokmin yang sesungguhnya ingin ia kubur selamanya. Dalam kenangan itu, cuma ada satu kejadian besar yang menunjukkan Seokmin bukan orang baik, satu peristiwa yang menghapus seluruh jasanya kepada Yuju. Namun, di luar kejadian besar tersebut, Yuju tidak menemukan cela—dan makin frustrasi dibuatnya.
"Langkah Anda menahan mereka selama 108 hari di sini sudah benar," ujar Halmang. "Tentunya Anda tidak akan menghindari mereka selama itu, kan? Anda akan menyelidiki keterkaitan mereka dengan 'ikatan' yang Mago katakan, kan?"
"Pastinya." Yuju merangkak ke meja rias. Cermin memantulkan wajahnya yang berantakan. "Kalau memang ikatan ini berhubungan dengan mereka, saya akan memutuskannya sesegera mungkin!"
***
Setelah cukup tenang, Yuju membenahi riasannya dan terbang dengan bantuan bangau menuju dasar kebun spiral, hendak memeriksa kinerja para pelayan baru. Sesuai dugaan Yuju, Seokmin dan Hyejin memulai dari bawah ke atas. Dedaunan di bagian terbawah kebun tampak basah, bersih pula dari hama maupun gulma. Tanah di sekitar tanaman menguarkan wangi lembap yang khas, tidak terendam, tidak pula terlalu kering. Namun, hasil kinerja yang baik ini malah mengecewakan Yuju.
Aku tidak bisa menyalahkannya, kalau begitu.
"Bawa aku naik pelan-pelan," perintah Yuju kemudian pada bangau yang menerbangkannya. "Jangan khawatir, aku akan berpindah punggung di lantai berikutnya."
Si bangau patuh. Ia terbang cukup lambat sehingga Yuju bisa mengamati betul-betul (dan mencari kesalahan) dari tanaman-tanaman obat yang berikutnya. Nihil, sungguh menjengkelkan.
"Mengapa dia mahir sekali merawat tanaman?" gumam Yuju, tidak sadar kalau dirinya terdengar bodoh mengatakan itu. Bangau yang menggendongnya, sayang sekali, tak kuat membendung tawa.
"Apa kau baru saja menertawakanku?!"
"Beribu ampun, Yuju-nim." Si bangau berujar takut, tetapi tawa tertahannya masih bersisa sehingga suaranya jadi sumbang, "Saya hanya ... bingung. Bukankah pendaki ini seorang petani? Sudah tentu dia pandai bercocok tanam."
Wajah Yuju langsung membara dan tangannya tahu-tahu menoyor si bangau. "Diam! Sebagai hukuman, aku tidak akan berpindah dari punggungmu sampai aku bertemu Lee Seokmin dan putrinya!"
"A-Apa?" pekik si bangau hendak protes, tetapi pelototan Yuju menciutkannya. "Baik, Yuju-nim, saya minta maaf ...."
Yuju mendengus. Salah siapa bercanda denganku? Dasar pelayan! batinnya saat si bangau mengantarkannya menelusuri kebun spiral. Semua tanaman di sana dirawat dengan sangat baik hingga Yuju ragu ini hasil karya pelayan-pelayan barunya. Jangan-jangan, sebenarnya para bangau yang bekerja?
Ya, mungkin demikianlah kejadiannya, tetapi aku tidak bisa menuduh tanpa bukti.
Akhirnya, setelah terbang beberapa lama, Yuju menemukan Seokmin dan Hyejin berjongkok di tangga bata sebelah kebun spiral lantai 4. Seokmin sedang menyiangi rumput-rumput liar di sekitar semak krisan, sementara Hyejin menyirami tanaman itu dengan bantuan gayung kayu. Dua ekor bangau berada di lantai 5, melakukan tugas yang sama tanpa mengawasi kedua orang tadi. Kelihatannya, Seokmin dan Hyejin memang tidak butuh pengawasan.
"Yuju-nim," bangau yang mengantarkan Yuju mulai melambat kepakannya, "lihat, kan? Mereka bekerja sendiri. Sebelum ini, teman-teman mengajari mereka cara merawat tanaman-tanaman kita, lalu sebentar saja mereka langsung mahir. Jadi, ya ... kami tinggalkan mereka untuk merawat kebun di lantai berikutnya."
"Gampang sekali kalian memercayakan tugas ini pada orang baru!" bentak Yuju, mengagetkan Seokmin dan Hyejin yang rupanya tidak sadar sedang diawasi. Awalnya mau terus mengomel, Yuju berhenti dan menoleh lantaran Seokmin memekik.
"Aduh!"
"Ayah, tanganmu berdarah!" seru Hyejin panik. Mata Yuju sontak mengikuti arah pandang Hyejin. Ia menemukan luka iris di punggung telunjuk kiri Seokmin. Darah yang mengucur dari sana sama dengan yang melekati cangkul kecil di tangga bata. Alat itu tadi Seokmin gunakan untuk menyiangi rumput liar; barangkali karena teriakan Yuju tadi, Seokmin tak sengaja melukai dirinya sendiri.
"Tidak apa-apa, Hyejin-ah. Ini cuma luka kecil," ujar Seokmin ringan sambil mengacungkan telunjuk ke arah Hyejin. "Boleh tolong bersihkan darahnya saja? Luka begini nanti bisa menutup sendiri."
Hyejin mengisi gayung dengan air dan membasuh hati-hati darah di jari ayahnya. Dalam waktu singkat, luka itu bersih. Meski darahnya masih keluar sedikit-sedikit, Seokmin tetap menepuk kepala putrinya dengan tangan yang tak terluka, berterima kasih. Dengan begitu saja, wajah Hyejin sudah berseri seakan dia barusan melakukan hal besar.
"Yuju-nim," panggil bangau yang Yuju tunggangi dengan lemah, kecapekan terbang, "kita turun saja, ya?"
Yang diajak bicara tidak merespons, sejenak terlempar ke masa lalu.
["Kau ini sudah berapa lama, sih, kerja di sawah? Kaki masih saja kena sabit!"
"Maaf, maaf. Hari ini panas sekali, aku jadi kurang waspada .... Tapi lukanya kan kecil?"
"Apanya 'kecil'? Aduh, ada sisa lumpurnya begini, lagi! Tunggu situ, akan kucuci bersih dan kuberi salep! Bisa gawat kalau kau kena demam karena luka kotor! Kalian jadi laki-laki jangan sok cuek pada tubuh sendiri, dong!"]
Ada masa di mana Yuju—yang mengajari diri sendiri pengobatan—menjadi sangat perhatian terhadap tubuh orang lain, terutama Seokmin si ceroboh. Orang bilang laki-laki sudah sepantasnya berkalang luka, makanya Seokmin selalu menganggap luka apa pun ringan. Yuju tentu saja tidak tinggal diam; setiap Seokmin pulang dari sawah dalam keadaan tersayat atau lebam, Yuju akan mengomel sambil merawat luka-luka tersebut.
Tatapan Seokmin yang ditujukan kepada Hyejin, dulunya Yuju seorang yang menerima.
"—ju-nim?"
Panggilan Seokmin menyentak Yuju dari lamunan. Sang penyembuh menjadi agak linglung, tetapi hanya sebentar; ia cepat menguasai diri.
Seokmin terlihat resah. Semula Yuju tak tahu mengapa, tetapi ia menemukan setangkai krisan—yang sudah merekah sempurna—terpotong dari semaknya. Bunga itu tercerai-berai mahkotanya di dekat kaki Seokmin.
Ah.
"Lee Seokmin-ssi," Yuju mengepalkan tangan, masih menatap bunga krisan di tangga, "bagian mana dari perintah saya yang tidak jelas? 'Rawat tanamannya', bukan 'potong tanamannya'."
Seokmin segera membungkuk hingga punggungnya menyiku dengan kaki. "Maafkan saya, Yuju-nim. Saya tidak sengaja. Tadi saya sedang menyiangi rumput dan—"
"Kaupikir aku tidak mengawasi pekerjaanmu?!" Yuju menjambak sangtu Seokmin, lalu menekan puncak kepala pria itu sampai Seokmin jatuh di atas lututnya. Betapa lucu. Rasanya baru kemarin Yuju menjadi yang dijambak, tahu-tahu keadaan sudah berbalik saja.
["Ampuni aku, kumohon ampuni aku! Aku tak sengaja, aku sangat menyesal—"
"Berani sekali kau memohon ampun setelah melalaikan tugas! Kau cuma harus menjaga Hyejin di timangannya. Terlalu beratkah itu untukmu? Ibu macam apa kau, hah?]
"Ayah!"
"Diam di situ, Bocah!" bentak Yuju pada Hyejin, lalu kembali menatap nyalang Seokmin yang memicing kesakitan. "Hari pertama sudah berani merusak taman suci Dewi Mago! Mungkin tidak seharusnya saya mengambil tenaga Anda saja sebagai bayaran, eh? Harusnya saya mengambil nyawa Anda saja?"
"Jangan .... Jangan bunuh Ayah!"
Ancaman Yuju ternyata juga menyudutkan Hyejin. Gadis kecil itu tidak ingin ayahnya mati karena menyelamatkannya, tetapi Yuju telah membawanya ke satu ketakutan ekstrem. Akibatnya, tanpa peduli bahwa dirinya bisa terjungkal dari tangga tak berpegangan itu, Hyejin mengumpulkan seluruh tenaga untuk mendorong Yuju.
Dorongan yang tidak diantisipasi kontan melepaskan genggaman Yuju pada sangtu Seokmin, juga menjatuhkan si murid Mago dari punggung tunggangannya.
"Yuju-nim!" []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top