15

Setelah memuji dirinya sendiri seperti putri, Hyejin—entah sengaja atau tidak—merangkul erat Yuju yang masih termenung. Darah Yuju berdesir, matanya panas tergenang, dan tangannya yang menggantung di sisi badan gatal ingin menaiki punggung Hyejin. Anak itu mungkin tak akan keberatan dirangkul balik, masalahnya Yuju sendirilah yang merasa tak pantas.

Berhentilah memperlakukanku seolah-olah aku ini ibumu—karena jika aku memang ibumu, Lee Hyejin, aku tidak akan pernah meninggalkanmu atas alasan apa pun.

"Ah," Hyejin sepertinya baru sadar dirinya bertindak berlebihan; ia menarik diri dengan sungkan dan menunduk, "ma-maaf, Yuju-nim .... Saya telah bersikap sembarangan."

Yuju tidak langsung menanggapi. Setelah mampu menyusun kata-kata pun, yang terucap darinya cuma 'tidak masalah'. Pandangan Yuju memang terarah pada Hyejin, tetapi kesannya seakan jauh. Keduanya saling diam dengan canggung hingga Hyejin memutuskan pamit.

"Lee Hyejin," panggil Yuju, menghentikan sang anak dari membuka pintu kamar, "aku yang harus minta maaf karena telah begitu keras padamu hari ini. Mengepang rambutmu dan memberimu hiasan rambut kulakukan untuk mengurangi rasa bersalahku sendiri."

... juga untuk menebus tahun-tahun yang hilang dari hidup Yuju sebagai ibu. Ternyata, betapapun ia mencintai ilmu Mago, ia masih merindukan bayi kecil yang pernah dijatuhkannya dari timangan, rindu menyayangi anak itu, memanjakannya hingga tertawa lebar .... Pita dan jepit yang ia berikan sesungguhnya tidak mampu menambal masa-masa berharga itu.

"Hm, saya tidak terlalu mengerti mengapa Yuju-nim merasa begitu, tetapi kelihatannya sangat tidak enak." Hyejin menggaruk kepalanya. Kata-kata Yuju terlalu rumit untuk ia mengerti, tetapi soal rasa 'tidak enak' itu cukup akurat. Yuju tersenyum tipis pada Hyejin.

"Intinya, maukah kau memaafkanku karena memarahimu hari ini? Kalau ya, kau boleh datang padaku kapan saja untuk mengepang rambut."

Hyejin menerima tawaran itu dengan senang hati, berjanji akan membawa pita dan jepit lain pada kali berikutnya, lalu berjingkat keluar kamar. Yuju merapatkan pintu, merosot di baliknya, lalu mengusap wajahnya kasar.

Semakin hari, perasaan dan masa laluku bukannya menyingkir malah makin terpikir, desah Yuju gusar sebelum mengambil pipanya, dengan gemetar memasukkan tembakau ke sana untuk dibakar. Hal memutuskan ikatan ini sepertinya akan sangat menyakitiku nantinya.

***

Masalah pasangan pendaki belum selesai selama pengirim gu belum memperoleh ganjaran atas kejahatannya. Meskipun pasangan pendaki cukup baik untuk memaafkan siapa pun yang mendendam kepada mereka, hukum tetaplah hukum. Satu-satunya cara untuk menegakkan hukum itu adalah membuat gu penawar racun lipan—yang bahan dasarnya seekor katak. Gu berwujud katak ini nantinya akan diadu dengan gu lipan yang sudah dilemahkan dalam cepuk tembaga. Jika si katak dapat memakan lipan itu, maka si pengirim lipan juga akan langsung memperoleh karmanya.

Yuju tak tahu apa persisnya 'karma' itu, tidak juga berani membayangkannya. Yang ia tahu, itu sesuatu yang amat menyiksa, berlangsung perlahan, dan besar kemungkinan dapat membunuh si pengirim lipan.

Bangsat itu pantas mendapatkannya. Meracik gu sungguh kerja berat dan berbahaya! rutuk Yuju, merujuk si pencipta gu lipan dengan 'bangsat itu'. Untuk kesekian kali, ia menghapus cucuran keringat di dahi serta leher. Menciptakan gu artinya berkutat dengan sejumlah besar energi buruk, sebuah pekerjaan yang jelas berisiko, tetapi tidak bisa dihindari demi memberantas kutukan sampai ke akar.

Seluas apa pun ruang kerja Yuju rasanya tak akan cukup untuk menampung luapan kegelapan dari cepuk gu katak. Sesak karena energi buruk itu membuat Yuju berkali-kali menyalahi aturan dengan membuka ruangan, sedikit saja, membiarkan sebagian kegelapan keluar demi menghirup udara segar. Menciptakan gu dalam ruangan terkunci sesuai teori yang ia peroleh, Yuju sadari, merupakan bunuh diri.

Tentu saja tindakan Yuju yang melanggar panduan itu dibarengi usaha pencegahan. Melalui Halmang, Yuju telah melarang lantai 44 tempatnya meracik dilewati siapa pun selain dirinya. Jendela-jendela sepanjang koridor lantai 44 semuanya ditutup dan dikunci. Setiap beberapa langkah di koridor itu, Yuju memasang kertas mantra untuk memurnikan setiap gumpal kegelapan yang menyisip keluar ruang peramuan gu.

Selama meracik itu pula, Yuju hampir tidak menemui siapa-siapa. Hanya Halmang yang ia percaya untuk membantu; selebihnya ia bekerja sendiri ... sekaligus menjadikan tubuh dan pikirannya satu-satunya penampung percikan gu. Tak ayal, mimpi-mimpi buruk mendatanginya jauh lebih kerap dari saat pertama ayah-anak Lee tiba.

"Selesai," kekeh sang murid Mago yang sudah sepuluh hari tidak menyisir rambut maupun berhias. Kantong mata gelapnya begitu kontras dengan kulit pucat dan bagian putih matanya yang memerah kurang tidur. Jemarinya yang keriput membelai tutup cepuk perak, 'gelanggang' gu yang sepuluh hari lalu masih diisi beberapa hewan beracun. Sekarang, tersisa satu pemenang di dalamnya, seekor katak dengan kulit berlendir hitam seperti lumpur, siap melahap lipan dalam cepuk tembaga dan menimpakan kutukan pada pencipta lipan itu.

"Sekarang, tinggal eksekusi," ucap Yuju, suaranya kering. Ia lantas membawa cepuk berisi katak beracun dan cepuk lipan ke tengah ruangan. Di empat penjuru ruangan itu, ia telah mengganti kertas mantra (yang sudah terbakar sebagiannya) dengan yang lebih besar, seukuran yang digunakannya menyegel pintu ruang belajar lama. Ini merupakan salah satu bentuk antisipasi andai pertarungan kedua gu berjalan di luar kendali Yuju.

Setelah berdiri di tengah ruangan, Yuju membuka lingkaran segel sihir di bawah kakinya. Segel tersebut hampir sama luas dengan ruangan dan memuat cukup banyak ki untuk merangsang kedua gu bersamaan. Cepuk di kedua tangan Yuju bergetar-getar, tetapi Yuju hanya mengekang gu katak dengan ki-nya, bagai majikan memasang tali ke leher anjing.

"Aku yang mengendalikanmu, bukan sebaliknya," tegas Yuju pada gu katak, lalu menjatuhkan kedua cepuk ke atas lingkaran segel. "Sekarang, bertarunglah!"

Benturan dengan lantai membuat tutup cepuk terempas dan isinya keluar. Bukan hanya hewan beracun, bersama mereka juga tersembur kekuatan kutukan yang besar. Gu lipan rupanya telah memulihkan sebagian dirinya selama dikurung dalam cepuk. Beruntung, kutukan si katak masih lebih unggul.

Kini, Yuju berdiri menghadap seekor lipan raksasa dan katak yang dua kali lipat lebih besar dari lipan itu. Dalam sekejap, ruangan terasa penuh karena kehadiran dua makhluk tersebut dan kekuatan sihir hitam mereka. Yuju mempererat lilitan tali ki di tangan; seperti yang ia katakan, ia tidak boleh terombang-ambing oleh serangan si katak nanti.

Setelah mencengkeraman mantap tali ki, Yuju melecutkannya ke tubuh gu katak.

"Adili lipan itu dan penciptanya!"

Tubuh katak besar menguarkan asap hitam. Lidahnya terjulur cepat membelit ruas badan lipan, tetapi sebagian lidah itu meleleh oleh racun yang ternyata menyisip dari sela-sela tubuh si lipan. Yuju memicing; ki-nya terhubung dengan si katak, maka jika si katak terluka, ia pun merasakan nyerinya.

Dengan telapak tangan melepuh, Yuju melecutkan tali ki-nya lagi. Sebelum si lipan yang sudah lumayan lemah itu betul-betul melepaskan diri, katak menyemburkan racun dari mulutnya. Percikan-percikan cairan hitam balik meleburkan badan si lipan. Tak buang tempo, Yuju menyalurkan sebanyak mungkin ki ke tali kekang, mendorong si katak hingga menimpa lipan. Kulit si katak basah oleh lendir hitam yang sedikit demi sedikit keluar, lebih jauh menelan kutukan lawannya.

Lipan menggeliat-geliat menyedihkan; racunnya terpercik ke segala arah dalam upaya melepaskan diri. Ia gagal. Lidah katak yang tinggal separuh masih cukup untuk membelitnya, kemudian menariknya masuk mulut si pemangsa.

"Ternyata," kekeh Yuju puas; ia bertumpu di atas kedua lutut karena nyaris ambruk, sedangkan hidungnya meneteskan darah, "ini mudah sekali!"

Pengadilan memasuki tahap terakhir. Gu lipan sudah sepenuhnya tertelan oleh gu katak, tercerna bersama kutukannya. Tinggal menunggu lingkaran segel memindahkan keseluruhan katak kutukan itu kepada si pengirim gu lipan, barulah tugas Yuju benar-benar tuntas; alam akan mengurus sisanya. Sebelum selesai, sayangnya, Yuju belum boleh beranjak demi menjaga kestabilan segel sihir, padahal tubuh dan pikirannya tak lagi sanggup menahan efek buruk gu.

Yuju meremat bajunya di dada, lalu menghapus kasar aliran darah dari hidungnya.

Terlalu cepat bagiku untuk menyombong, batinnya di sela engahan. Tubuhnya nyeri di mana-mana, sedangkan raga katak kutukan seakan menghilang amat lambat. Pandangan Yuju berkunang-kunang, tetapi setelah lapang penglihatannya bersih pun, pikirannya ganti mengacau.

Bukan lagi seekor katak besar, di depannya Yuju melihat diri sendiri, duduk mengayun timangan kosong. Di sekelilingnya bertumpuk puluhan—atau ratusan?—manuskrip entah apa, juga cepuk-cepuk tanaman obat. Selain itu, ada bayi dengan kaki melengkung aneh di sisi telapak kaki 'Yuju', menangis memilukan tanpa digubris.

"Hyejin! Yuna, astaga, apa yang kaulakukan? Anakmu jatuh dan menangis begitu keras karena kesakitan! Mengapa kau melamun saja?!"

Seorang pria dengan sangtu berantakan masuk dalam lapang penglihatan Yuju, mendekati sosok dirinya yang mengayun timangan. Namun, sebelum pria yang tampak kalut dan meradang itu mencapai 'Yuju', tiba-tiba sulur-sulur panjang muncul dari atas timangan kosong. Sulur-sulur itu berpilin satu sama lain, menajam ... lalu lurus menembus dada pria ber-sangtu kusut.

Pria itu tidak bersuara lagi, kontras dengan si bayi yang makin gelisah. 'Yuju' berhenti mengayun timangan. Sulur-sulur yang menusuk tamunya melebur menjadi berhelai-helai daun ganja serta berkuntum-kuntum bunga cempaka. Sebagiannya menggulingkan timangan dan menjatuhi bayi malang yang tak bisa bergerak, membungkam tangisnya seketika.

Napas Yuju tersendat-sendat menyaksikan semua ini.

"Tidak," gumamnya horor. "Hyejin .... S-Seokmin ...."

Sosok ibu muda yang mengayun timangan bangkit, lalu menatap Yuju lurus-lurus. Tubuhnya berangsur menghitam dari kaki ke atas saat ia bertanya:

"Inikah yang kaumau?"

"TIDAK! JANGAN SAKITI MEREKA!"

***

Sepasang lengan kokoh mengguncang raga Yuju yang sudah amat lemah. Alih-alih kekuatan lengan itu sendiri, yang lebih mengguncang Yuju adalah cara si empunya tangan memanggilnya.

"Yuna! Sadarlah, Yuna!"

Yuna, katanya. Yuju tidak pernah merasa begitu aman hanya dengan mendengar nama lamanya. Semua otot yang semula menegang langsung mengendur. Sekonyong-konyong, Yuju jatuh ke dalam kedua lengan yang dengan sigap menangkapnya. Matanya terasa begitu berat, tetapi bahkan setelah mata itu tertutup sempurna, bibirnya masih bangun, menderaskan penyesalan.

"Maaf .... Maaf aku ibu yang buruk, juga istri yang durhaka .... Maaf, maaf, tolong selamatkan diri kalian ...."

***

Seokmin membopong Yuju yang tak sadarkan diri turun dari lantai 44 yang disesaki kekuatan kutukan. Selain untuk menyelamatkan perempuan itu sesuai arahan Halmang, ia sendiri—yang merupakan manusia biasa tanpa kemampuan mengendalikan ki—mulai merasa nyeri di dada. Tak sampai lima menit ia di ruangan peramuan gu dan efek kutukan sudah semengganggu ini; bagaimana dengan Yuju yang mendekam di sana sepanjang hari selama lebih dari seminggu?

Halmang sudah menunggu di lantai 43 bersama beberapa bangau. Mereka segera memberi Seokmin jalan agar pria itu dapat membaringkan majikan mereka.

"Yuju-nim mengigau," lapor Seokmin pada Halmang. Kendati efek kutukan gu sudah dibendung oleh kertas-kertas mantra baru di ruangan, wajah Seokmin masih pucat pasi. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"Tidak ada."

Jawaban tenang Halmang mengejutkan Seokmin. "Apa? Tapi, kondisi Yuju-nim saat ini—"

"Kekhawatiran itu dapat dimengerti, tetapi tidak diperlukan. Yuju-nim bukan lagi manusia biasa, maka yang ia butuhkan untuk memulihkan diri dari kutukan itu hanya istirahat panjang," Halmang berpaling pada Seokmin, "juga tangan-tangan yang bisa membantunya makan dan minum obat. Kita hanya perlu menjaga kelancaran aliran ki-nya sebagaimana merawat orang sakit biasa."

"Begitu saja? Tapi, tidakkah keadaannya sangat berat?" Karena ia tidak mungkin menyebut dirinya 'ibu yang buruk dan istri yang durhaka' jika kesadarannya masih utuh, lanjut Seokmin muram dalam hati.

Halmang mengangguk. "Tolong tenanglah, Lee Seokmin. Ada dua orang yang kini bergantung padamu."

Benar. Seokmin baru ingat putrinya bolak-balik menanyakan kapan Yuju keluar dari ruang peramuan gu. Hyejin yang awalnya hanya menunggu saat yang tepat untuk minta dikepang, menjadi sangat panik begitu tahu Yuju tumbang. Butuh segenap rasa tega bagi Seokmin untuk menahannya tetap jauh dari ruang peramuan agar gadis ciliknya tidak terpengaruh kutukan gu.

Halmang dan cucu-cucu bangaunya lanjut merawat Yuju setelah meyakinkan Seokmin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Kami akan memanggil jika membutuhkan bantuan; lebih baik tenangkan diri supaya tidak terlalu banyak ki buruk dalam ruangan ini, tambah si bangau sepuh sebelum Seokmin meninggalkan kamar.

"Ayah!"

Hyejin sekuat tenaga menahan kecemasannya agar tidak meluber keluar dan memperburuk perasaan sang ayah. Sayangnya, Seokmin masih bisa membaca perasaan si gadis cilik. Lelaki itu pun berlutut, membentangkan tangan, dan langsung mendekap Hyejin begitu gadis itu melemparkan diri di antara kedua lengannya.

"Mana Yuju-nim?" tanya Hyejin lemah.

"Beliau masih sangat kelelahan, jadi harus tidur dulu. Sementara, biar Nenek yang mengepang rambutmu." Seokmin menjawab pelan, merujuk pada pasien wanita terakhir Yuju—yang kini, bersama suami, memandang Seokmin iba.

"Rambutku nanti saja!" sahut Hyejin. "Apa ... ada yang bisa kulakukan untuk beliau?"

Seokmin menggeleng dan Hyejin tampak sangat kecewa. Usapan lembut Seokmin ke pipinya gagal menghapus kekecewaan itu.

"Ayah berharap dapat melakukan sesuatu juga untuknya, tapi ... untuk saat ini ..."

Tangan Seokmin melampai, turun dari wajah putrinya. Ini pertama kalinya bagi pasangan pendaki tua—yang kini dipanggil 'Kakek' dan 'Nenek' oleh Hyejin—menyaksikan raut Seokmin semendung itu. Tak tahan, mereka menghampiri ayah-anak Lee.

"Ada satu hal yang bisa kita lakukan," kata Kakek saat menepuk bahu Seokmin. "Mau pergi ke ruang berdoa?" []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top