14
Beberapa kasus yang Yuju hadapi bersama kawan-kawannya dulu merupakan gabungan penyakit fisik dan roh jahat. Segelintir di antaranya melibatkan banyak murid Mago untuk melaksanakan penyucian. Gu harusnya merupakan yang segelintir itu, sialnya Yuju sekarang sendirian.
Ke mana teman-teman yang dulu kubantu, Mago-nim?!
Lipan yang ukurannya sudah menyusut separuh dalam ikatan sulur ki menggeliat. Capit di mulutnya terbuka dan kakinya merayap-rayap, berusaha melepaskan diri dari sulur ki Yuju yang melonggar. Yuju berdecak; ia lupa bahwa segala bentuk emosi buruk, termasuk yang sesederhana gerutuan pamrih, merupakan makanan kesukaan serangga ini. Mengatupkan rahang, Yuju mengencangkan ki-nya di sekeliling si lipan dan menjatuhkannya tepat di atas huruf 'Ma' di segelnya. Ditahannya susah payah makhluk itu agar tetap tengkurap, lalu pada saat itu, ia melihat Seokmin dan Hyejin.
Sesuatu dalam tatapan ayah-anak Lee menyengat Yuju, menerbitkan senyum percaya dirinya.
Mana bisa aku tampak payah di depan orang-orang payah itu, eh?
Huruf 'Ma' menyala terang; cahayanya menembus tubuh si lipan. Capit di mulut lipan itu lenyap seketika, tetapi walaupun sudah tidak memiliki alat untuk menyerang, ia masih menggeliat menyedihkan sebagai usaha terakhir untuk melepaskan diri. Halmang mendesah lega sebelum meminta seekor bangau mengambil sebuah wadah bertutup dan kertas mantra.
Tepat saat si bangau kembali dengan wadah, lingkaran segel Yuju tertutup. Seokmin dan Hyejin mengerjap takjub saat menyaksikan seekor lipan berukuran wajar yang mulutnya tak bercapit, menggeliat dalam ikatan sulur ki.
"Itukah yang Yuju-nim lawan?" Hyejin mengusap-usap matanya ragu. "Cacing kecil itu?"
"Ini bukan cacing dan tentunya tidak kecil saat pendaki-pendaki itu baru datang." Menggunakan sebatang lidi, Yuju memasukkan lipan ke dalam cepuk tembaga dan menempelkan kertas mantra di atas tutupnya. Ia lalu menatap pasien-pasiennya yang belum sadar. "Mereka akan bangun beberapa saat lagi. Yang tersisa dalam tubuh mereka hanya racun biasa; kita bisa buat penawarnya dari tanaman di luar menara."
"Sa-Saya!" Hyejin maju selangkah. "Saya ingin membantu membuat penawar!"
"Tunggu, Hyejin-ah." Seokmin menepuk pundak si anak. "Ayah rasa ... sebaiknya Yuju-nim bekerja bersama para bangau saja."
Hyejin tampak kecewa. 'Mengapa'-nya yang bernada tinggi sudah diantisipasi oleh Seokmin. Yang tidak disangka oleh pria itu adalah 'mengapa'-nya Yuju yang tenang.
"Kau khawatir dengan ini?" Sembari menatap Seokmin, Yuju mengacungkan cepuknya. Bukan cuma Seokmin dan Hyejin, semua bangau (kecuali Halmang) juga berjengit ngeri karena mengetahui apa isi cepuk itu. "Putrimu tidak akan kubiarkan menyentuh cepuk ini selama bekerja. Dia hanya akan memegang tanaman obat. Nah, sekarang, apakah kau masih mencegah putrimu belajar?"
Dari dulu, Yuju tidak suka jika niat belajarnya—atau niat belajar perempuan lain—terhalang. Karena Seokmin selalu mendukungnya belajar, pria itu mendapat bayaran berupa pengetahuan yang Yuju—saat itu masih Yuna—dapatkan, menguntungkan kedua pihak.
Sekarang pun, sikap Seokmin masih sama. Meski hatinya agak berat melepas Hyejin pada bahaya, permohonan yang terpancar dari mata bulat berbinar Hyejin tidak bisa dilawannya. Ia lantas berlutut dan memegang dua bahu sang putri.
"Hyejin-ah, kamu sudah lihat betapa berbahayanya lipan yang Yuju-nim kurung. Jadi, kau harus sangat hati-hati. Jangan membantah Yuju-nim. Jika sesuatu membingungkanmu, bertanyalah pada beliau. Janji pada Ayah."
Setelah menerima anggukan serius Hyejin, Seokmin baru melepaskan pundak gadis cilik itu sehingga sang putri bisa berlari ke arah Yuju. Terbawa kebiasaan, Yuju langsung menyambut tangan Hyejin yang terulur padanya.
Karena dua orang pendaki membutuhkan ramuan penawar dengan cepat, Yuju tidak sempat mengatakan apa pun pada Seokmin. Namun, keduanya masih sempat bertukar pandang—dan demi nama suci Mago, Yuju tidak pernah mendapati tatapan menuntut yang begitu dingin dari Seokmin. Setidaknya, tidak dalam 32 hari yang sudah mereka lewati di Cheonwangbong.
Tatapan demikian pernah Yuju temui sekali, setelah Hyejin jatuh dari timangan dan mertuanya mengadu, sesaat sebelum dibentak Seokmin dan dikurung dalam lumbung.
***
Cepuk berisi lipan yang telah disegel dengan kertas mantra itu disimpan Yuju diam-diam, saat Hyejin tidak melihat. Ia melakukannya dengan cepat, lalu segera menata wadah-wadah tanaman obat bahan penawar dan menyibukkan Hyejin dengan proses meracik. Dibanding 'kelas-kelas' sebelumnya, Yuju lebih keras memperingatkan Hyejin jika sedikit saja salah menakar; penawar gu memang harus dibuat persis sama dengan panduan. Siapa tahu apa yang akan terjadi jika ada sedikit saja kekeliruan?
Sudah tentu Hyejin menangis selama pembelajaran ini. Jika menuruti satu sisi hatinya, Yuju akan menghabiskan banyak waktu hanya untuk minta maaf pada anak itu. Namun, begitu anak itu menghapus air matanya dan dengan gigih memelototi sendok serta neraca setiap akan meracik, beban Yuju sedikit terangkat. Sebagai guru, ia yakin setiap murid membutuhkan tempaan untuk berkembang; ini tidak ada seujung kukunya dibanding pelatihan serius yang ia terima sebagai murid Mago.
Sementara sebagai ibu, Yuju berjanji akan melindungi Hyejin dari efek buruk gu sekaligus memberikan anak itu hadiah yang menyenangkan di akhir hari.
Para bangau dibantu Seokmin telah memindahkan pasangan pendaki ke salah satu kamar. Dalam kamar itulah, mereka akhirnya dibangunkan oleh rasa kering di mulut. Tepat waktu, mereka siuman setelah penawar racun jadi. Bersama Hyejin, Yuju meminumkan sedikit demi sedikit penawar racun; ia membantu si kakek, sedangkan Hyejin menyuapi si nenek. Dalam beberapa tegukan saja, kedua pendaki sudah cukup kuat untuk duduk dan bercerita selagi para bangau memasak untuk mereka.
Mengejutkan mengetahui bahwa pasangan berpakaian compang-camping ini ternyata bergelar bangsawan. Mereka berasal dari Gyeongsang, salah satu provinsi yang dilintasi Pegunungan Jiri. Saat masih muda, keduanya hidup berkelebihan dan memiliki banyak anak, tetapi memasuki kepala empat, musibah demi musibah menimpa mereka: mulai kematian anak, penipuan yang menghilangkan harta, hingga penyakit menahun.
Gulungan silsilah keluarga si kakek, satu-satunya kehormatan bangsawan yang masih tersisa, dijual kepada seorang pedagang yang—tentunya—berasal dari kelas menengah. Pedagang itu membeli nama keluarga si kakek agar bisa naik kasta dan pasangan tua membutuhkan uang untuk makan, maka terjadilah pertukaran—yang pada akhirnya tidak menyisakan apa-apa bagi pasangan tua.
"Yang membantu kami bertahan melawan semua kesulitan ini hanyalah pikiran bahwa kami masih saling memiliki. Namun, itu pun nyaris terenggut." Si kakek menggenggam tangan istrinya dengan hangat, tatapannya sendu. Yuju melihat itu, lalu secara naluriah melirik Seokmin. "Siapa menyangka ada lipan yang menyelip di kasur kami dan menggigit tengkuk istri saya? Sudah begitu, racun lipan itu tidak ada yang bisa membuatkan penawarnya di seantero Gyeongsang."
"Tentu saja. Cerita Anda membuktikan bahwa ini memang bukan racun biasa, melainkan tenung. Kutukan gu akan merenggut segala yang Anda berdua miliki secara perlahan-lahan, lalu mencabut nyawa sasarannya sebagai penghabisan." Yuju menjelaskan dengan datar. Perempuan tua di hadapannya bergidik.
"Kalau Anda bilang tenung, berarti mestinya ada yang mengirim sihir hitam itu kepada kami?" tanya si nenek. "Astaga, siapa yang mungkin melakukan hal demikian keji?"
Yuju menjepit dagu. Ada satu cara untuk menemukan sumber kutukan gu ini, tetapi terlalu berbahaya untuk dibongkar di depan banyak orang. Lagipula, entah mengapa, ia tidak mau Seokmin dan Hyejin menganggapnya sebagai pembunuh setelah menjelaskan cara menemukan pengirim gu.
"Tapi, yang penting, Tuan dan Nyonya sudah membaik sekarang!" Hyejin berucap riang. "Anda berdua tidak perlu memikirkan orang jahat itu lagi; para dewa pasti akan membalaskan untuk Anda! Begitulah yang Ayah bilang."
Pasangan pendaki tersenyum lembut pada Hyejin. Si nenek bahkan sudah mengelus-elus kepala si gadis cilik. Darah Yuju berdesir halus; ia belum pernah melihat ibu Seokmin melakukan hal yang sama untuk cucunya. Dulu, sepertinya ibu Seokmin selalu merawat Hyejin dengan kasar, sesuatu yang anehnya ia salahkan ketika dilakukan oleh Yuju.
"Kamu pintar, ya. Kamu bahkan membantuku minum obat dan aku jadi sehat. Terima kasih banyak, Nak," puji si nenek, memerahkan pipi Hyejin. Perempuan itu lantas memandang Seokmin. "Kaukah ayahnya?"
Seokmin mengangguk sopan, membenarkan.
"Ah, gadis cilik ini benar-benar mewarisi sifat kalian." Giliran si kakek memuji. "Sopan seperti ayahnya, pandai seperti ibunya. Luar biasa."
Yuju terbelalak, Seokmin menelan ludah, dan secara tak sengaja mereka saling melirik. Nyaris seketika, mereka mengalihkan pandang.
Mengapa? Tangan Yuju mengepal di atas pangkuan. Untuk apa aku berdebar-debar?
***
Setelah mengetahui asal usul kutukan gu yang diterima pasiennya, Yuju jadi menyadari bahwa tugasnya belum benar-benar berakhir. Ada yang harus dilakukannya kepada pengirim kutukan gu agar pasiennya betul-betul sembuh ...
... tetapi itu nanti. Seokmin dan Hyejin langsung mohon diri sekeluarnya dari kamar pasangan pendaki, mengingatkan Yuju akan satu hal krusial. Ia segera menahan dua orang itu di tempat, lalu membungkuk dalam.
"Terima kasih atas bantuan kalian berdua. Berkat kalian juga, aku dapat menangani gu yang seberbahaya itu meski merupakan satu-satunya murid Mago di menara ini."
Seokmin dan Hyejin segera membungkuk balik dengan rikuh.
"Terima kasih kembali, Yuju-nim. Sudah tugas kami untuk membantu Anda," ujar Seokmin. "Saya yakin ini juga memberikan pengalaman belajar yang amat berarti bagi Hyejin."
Meskipun masih cemberut dan bermata bengkak karena menangis sepanjang belajar, Hyejin membenarkan.
"Mengenai itu, Lee Hyejin," ucap Yuju, "bisa ikut aku sebentar?"
Hyejin terlihat enggan ketika mendongak. Yuju menerjemahkan tatapan gadis cilik itu sebagai: apa kau tidak lihat aku terlalu lelah untuk mempelajari apa pun lagi? Ingin rasanya Yuju tertawa, sayang sekarang bukan waktu yang tepat.
"Hyejin-ah," Seokmin berbisik, "jawablah Yuju-nim."
"Uh ...." jawab Hyejin sengau. "B-Baik, Yuju-nim."
"Asal kau tahu saja," Yuju mengulurkan tangan pada Hyejin, dengan nada sedatar biasa berkata, "aku bukan mau mengajakmu belajar lagi."
Setelah Hyejin menggandengnya, Yuju berbalik, memunggungi Seokmin dan membawa anak itu. Hyejin menoleh bingung pada ayahnya, tetapi sang ayah hanya tersenyum, kali ini tampak begitu yakin bahwa Yuju tidak akan menyakiti Hyejin. Padahal, sebelumnya ia sudah kalang-kabut karena Hyejin hendak diajak menangani gu yang berbahaya.
Seokmin punya firasat yang bagus.
***
"Kita mau ke mana, Yuju-nim?" tanya Hyejin setelah mereka tiba di sebuah lantai yang tak pernah mereka kunjungi berdua.
"Ke tempat yang mungkin akan kausukai."
Nada datar Yuju itu meragukan bagi Hyejin. Orang macam apa yang tidak kelihatan senang sama sekali saat akan mengunjungi tempat 'menyenangkan'?
Yuju menggeser sebuah pintu. Di baliknya amat bersih, tetapi barangkali itu hanya karena sedikitnya perabot dalam ruangan. Takut-takut, Hyejin masuk, mengikuti Yuju. Kamar yang cuma berisi sebuah cermin rias dan kotak kayu berukir berukuran sedang itu sangat hening dan terkesan lama tak ditempati, membuat si gadis cilik merinding.
Yuju duduk bersila di depan cermin rias, mengambil sisir, dan membuka kotak berukir.
"Kemarilah." Yuju menepuk ruang kosong antara dirinya dan cermin. Hyejin patuh. Gadis cilik itu kini lumayan dekat dengan kotak berukir hingga bisa melihat isinya. Matanya langsung berkilatan, bibirnya membulat.
Lihat itu. Menyenangkannya sama mudah dengan menyenangkan Lee Seokmin.
Tentu saja senyum yang tersungging tipis di wajah Yuju langsung hilang ketika Hyejin berbalik dan bertanya kepadanya.
"Pita rambut dan jepit-jepit yang bagus itu milik siapa, Yuju-nim?"
Yuju berdeham, mengondisikan wajahnya. "Milik teman-temanku yang sudah naik ke Nirwana. Mereka sudah mendapatkan yang lebih bagus di sana, jadi yang ini ditinggalkan."
"Sayang sekali, padahal ini semua sangat cantik."
"Hm, memang sayang." Yuju mendekatkan kotak yang terbuka kepada Hyejin. "Karena itu, aku ingin memberikan beberapa padamu. Pilihlah yang kausuka. Aku akan memasangkan satu pita dan satu jepit pilihanmu hari ini."
"Eh?" Hyejin mengerjap-ngerjap tak percaya. "S-Sungguh saya bisa memiliki beberapa pita dan jepit ini?"
"Mengapa tidak? Lagi pula, aku malas melihatmu dengan kepangan yang kacau begitu. Sesekali tampillah cantik."
"Wah!" Tanpa banyak bicara, Hyejin langsung mencelupkan tangan ke kotak, menarik pita demi pita keluar, juga mengambil beberapa jepit manik-manik yang menarik perhatiannya. Yuju menyembunyikan bibirnya di balik telapak tangan; bibirnya bergetar menahan senyum agar tidak terkembang. Demi Mago, gadis cilik yang antusias ini sangat manis!
Mendadak, Hyejin berhenti memilih-milih. Ia mengembalikan semua perhiasan ke kotak, membingungkan Yuju, apalagi ketika gadis itu tiba-tiba duduk menghadapnya. Tangan Hyejin bersilang di depan pangkuan, lalu ...
"Maaf, saya belum bilang terima kasih! Terima kasih banyak, Yuju-nim!"
Seperti biasa, suaranya kencang sekali, Yuju menyelipkan kelingking ke telinga yang berdenging. Ia baru sadar anak itu belum berterima kasih, sebuah perbuatan yang biasanya akan ia tegur, tetapi hari ini ia lewatkan begitu saja.
Saking senangnya.
"Ya, ya, cepatlah pilih mana yang akan kaupakai." Berlagak acuh tak acuh, Yuju menyilangkan lengan. Hyejin mengangguk dan kembali sibuk memilih. Ia akhirnya meletakkan empat lembar pita dan tiga jepit rambut dalam kotak kayu yang lebih kecil yang Yuju siapkan.
"Hari ini, saya mau mengenakan yang ini!" Hyejin mengacungkan pita merah dan jepit berbentuk bunga magnolia. Yuju mengambil keduanya, lalu menyuruh Hyejin duduk menghadap cermin. Gadis itu tertegun ketika Yuju mengurai kepangannya, lalu menyisir rambutnya, dengan telaten memisahkan helai-helai yang kusut dan membagi rambut menjadi tiga jalur. Setelahnya, masih dalam diam ia mengepang rambut itu serapi mungkin, mengikatnya dengan pita, dan menyematkan jepit di belakang telinga Hyejin.
"Selesai." Yuju menyimpan sisirnya. "Bagaimana menurut—"
"Wah! Yuju-nim hebat sekali!" sahut Hyejin riang, merangkak mendekati cermin sambil menelengkan kepala untuk memeriksa jepitnya. "Ayah tidak pernah bisa mengepang sebagus ini. Saya seperti seorang putri saja! Terima kasih banyak, Yuju-nim!" []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top