12

"Jangan meminta maaf. Ayah sangat senang dengan hadiah-hadiah ini. Sangat senang, sampai tidak tahu harus berkata apa lagi. Terima kasih banyak, Hyejin-ah ... anak Ayah ternyata telah tumbuh sebesar dan sepintar ini ...."

Karena Seokmin memunggungi pintu, tentunya yang bisa dilihat Halmang hanya wajah gadis yang dipeluknya. Mata Hyejin berbinar-binar dan senyumnya melebar, lama-lama menjadi tawa. Merasa tugasnya sudah selesai, Halmang mengangguk pada Hyejin untuk mohon diri dan beranjak pergi.

"Jadi, Ayah suka hadiahku?"

"Tentu saja!" Seokmin melepaskan dekapan, lalu mengangkat botol giok dan kantong bersulam masing-masing menggunakan satu tangan. "Hyejin dulu tidak bisa buat yang seperti ini, sekarang jadi bisa karena diajari Yuju-nim. Kamu benar-benar hebat! Cocok sekali dengan bunga cempaka yang kausulam."

Air mata Hyejin dari kisah Chung Kaeguri menguap sudah. Bersilalah ia di depan ayahnya sambil mencondongkan badan ke kantong yang ia sulam. "Mengapa cocok, Ayah?"

"Karena bunga cempaka artinya keteguhan, ketekunan, dan cinta, sedangkan warna merah melambangkan semangat." Seokmin menggenggam kedua hadiah di satu tangan, begitu dekat dengan detak jantungnya. Tangan yang lain membelai kepala Hyejin dari samping. "Ibu pernah mengajari Ayah tentang arti bunga-bunga; dia tahu banyak, tetapi Ayah juga lupa banyak. Kamu mau dengar?"

Sisa malam itu dilewatkan Seokmin dan Hyejin bercerita tentang bunga-bunga. Rencana memijat Seokmin terlupakan dari benak Hyejin yang lama-lama mengantuk. Ia jatuh tertidur dalam dekapan Seokmin tanpa sempat menggunakan minyak pijatnya.

Dengan hati-hati, Seokmin meletakkan putrinya di tempat tidur, lalu merangkak ke tempatnya menyisihkan kantong minyak pijat. Dioleskannya minyak itu ke bahu dan tengkuk, memberikan rasa hangat yang menghilangkan pegalnya bahkan tanpa pijatan. Selanjutnya, masih duduk jauh dari Hyejin yang tertidur pulas, Seokmin menangis sunyi hingga air matanya menjatuhi botol giok.

Syukurlah, Hyejin-ah. Syukurlah kau telah belajar banyak dari ibumu.

***

Menyulam bagi wanita Joseon merupakan kemampuan yang melekat sekali seumur hidup. Meski sudah lama tidak berkarya, wanita Joseon pasti mampu membuat sulaman-sulaman sederhana jika dihadapkan dengan kain dan jarum-benang. Yuju tidak berbeda; malam itu, ia tengah memandang puas sulaman bunga kamelia yang baru jadi di midangannya.

"Tidak buruk, tidak buruk," gumam Yuju sebelum melepaskan kain dari midangan. Ia tinggal mengelim tepian kain supaya rapi, lalu jadilah saputangan cantik yang bisa digunakannya sehari-hari.

Sayang, sebelum mulai mengelim, pintu Yuju digedor berkali-kali. Hapal siapa pelakunya, Yuju cuma berkata, "Ketuk yang benar, baru boleh masuk!"

Hening sejenak di luar kamar. Gedoran riuh tadi tergantikan oleh tiga kali ketukan pelan.

"Masuklah," perintah Yuju. Gadis kecil yang tadinya brutal mengetuk pintu pun masuk terpincang-pincang. Wajahnya semringah karena malam ini, Yuju telah menjanjikan pelajaran baru.

"Yuju-nim, Ayah sudah berbaring di kamarnya. Saya sudah menyiapkan buku, minyak pijat, dan air minum juga," lapor Hyejin sambil berbisik, takut ketahuan Seokmin, tetapi tidak bisa menutupi antusiasmenya.

"Bagus." Yuju menyisihkan midangan. "Mari kita belajar. Jaga konsentrasimu; jangan sampai mengantuk meskipun belajar malam karena aku tidak akan mengulang praktik."

"Baik, Yuju-nim," ujar Hyejin mantap. 'Kelas-kelas'-nya sebelumnya dimulai saat hari masih terang, di mana mata masih betah terbuka, tetapi karena kelas praktik kali ini sekaligus akan dijadikan kejutan untuk Seokmin, Hyejin setuju belajar malam hari. Gadis cilik itu rupanya ingin melihat lagi wajah gembira dan haru ayahnya ketika menerima 'hadiah yang tak disangka-sangka', mengutip ucapan Yuju kapan hari.

"Kupegang ucapanmu. Kalau nanti kau ketiduran saat belajar," Yuju mengulurkan tangan, "besok aku tidak akan mengajarimu."

Berbeda dengan saat pertama kali menyambut tangan Yuju, Hyejin tidak lagi canggung. Ia meletakkan tangan mungilnya di telapak Yuju seakan memang di sanalah tempatnya, lalu Yuju menggandengnya ke kamar di mana Seokmin berada.

Yuju menggeser pintu membuka. Seokmin yang awalnya berbaring memunggunginya langsung berbalik dan membuat Yuju sejenak tertegun.

"Hyejin—"

Bagaimana tidak? Seokmin menyibak selimutnya, menampakkan jeogori yang tidak lagi terikat di bagian depan sehingga dada dan perutnya terdedah. Tak sengaja pandangan Yuju jatuh pada kulit kecokelatan pria itu. Di lain pihak, senyum Seokmin memudar begitu pandangannya bersirobok dengan si tamu. Refleksnya bagus: ia langsung merapatkan jeogori-nya dengan satu tangan, lalu duduk dan membungkuk pada Yuju; satu tangannya yang bebas menumpu ke lantai.

"Se-Selamat malam, Yuju-nim. Ada yang harus saya kerjakan?"

Bukan Yuju, suara lantang Hyejinlah yang menjawab Seokmin.

"Ayah!" Hyejin merangkul punggung Seokmin yang masih tertekuk dan membuat pria itu duduk tegak lagi. "Hari ini, Yuju-nim akan mengajariku memijat! Ayah mau membantu kami, kan?"

"Eh?"

"Seperti yang Lee Hyejin katakan." Yuju menutup pintu dari dalam, mengambil buku yang Hyejin siapkan di atas meja, dan membukanya dengan ibu jari tepat di halaman yang menunjukkan sketsa tubuh manusia dan titik-titik yang dapat memengaruhi aliran ki. "Kau adalah objek belajar kami hari ini. Buka bajumu dan tengkuraplah."

"Ya?" Seokmin mengerjap cepat. Tangannya justru menggenggam makin erat tali jeogori, menutupi tubuhnya. Hyejin mengguncang-guncang badannya dan memohon dengan manja.

"Ayah, aku akan memijatmu, tapi hari ini, Yuju-nim akan mengajariku cara yang benar. Buka saja bajumu dan tengkuraplah seperti biasa. Ayo, Ayah!"

Anak mata Seokmin bergetar, terutama saat menatap Yuju yang sudah bersila di samping alas tidur.

"Hyejin-ah, Ayah tidak bisa," desis Seokmin. "Ada Yuju-nim di sini."

Hyejin memandang bingung sang ayah. Bukankah sudah biasa orang sakit melucuti pakaian di depan penyembuhnya? Ia saja terpaksa harus ganti pakaian di lantai pertama yang demikian terbuka saat pertama kali datang ke Cheonwangbong; dibantu para bangau pula, yang pastinya kebauan karena kotorannya.

"Lee Seokmin," panggil Yuju dengan suara rendah; ia bersedekap dan jemari tangan kanannya sudah mengetuk-ngetuk lengan tak sabar. "Aku tak punya waktu semalaman untuk mengajari putrimu."

Seokmin menatap Hyejin sekali lagi, lalu dengan muka yang merah sampai telinga, ia pun menanggalkan jeogori-nya dan tengkurap. Bahkan sebelum disentuh siapa pun, kulitnya sudah terasa panas. Telanjang dada di depan Hyejin sudah biasa baginya, tetapi di depan Yuju?

Andai saja yang di depanku adalah Yuna, aku tidak perlu malu begini ....

Sementara itu, dalam diam Yuju mengamati setiap lekuk badan Seokmin yang tampak dari belakang, mulai lehernya yang kokoh, tulang belikatnya yang menonjol di permukaan kulit, serta otot-otot yang kelihatannya keras. Sebagai murid Mago, ia sudah berulang kali melihat pasiennya tak berbusana, bahkan kadang pria pun mesti rela membuka celana di depannya jika sakit kelamin. Namun, entah mengapa pasiennya yang ini membangkitkan desir yang lama tak menyambangi. Desir yang memancing rindu dan, karenanya, jadi menjengkelkan.

Untung saja Yuju cepat menguasai diri. Menggunakan ki yang dikumpulkan di mata serta ujung jarinya, ia mencari sumbatan-sumbatan yang disebabkan energi 'dingin' dalam tubuh Seokmin. Pria itu tegang, jadi Yuju menampar punggungnya.

"Yang santai. Aku sedang berusaha membaca aliran ki di badanmu."

"Beribu ampun, Yuju-nim," ucap Seokmin, yang tadinya memang mencengkeram alas tidur dekat bantalnya. Dicobanya menghela napas beberapa kali, sulit memang dalam keadaan tengkurap, tetapi cukup efektif untuk melemaskan otot-ototnya. Barulah Yuju dapat menyelidiki di mana sumbatan-sumbatan ki berada sekaligus menanyakan titik mana yang lebih sakit. Titik-titik itu akan membantunya menentukan dari mana ia harus memijat.

Setelah Seokmin menjawab, Yuju pun mengajari Hyejin setahap demi setahap, dimulai dengan mengoleskan minyak pijat dari leher, punggung, dan telapak tangan Seokmin, lalu memeragakan teknik merangsang titik-titik akupunktur. Ini dapat membuka aliran ki walaupun si pemijat tidak mampu mengutak-atik energi secara langsung seperti para murid Mago. Ketika Yuju menekan satu titik di badan kiri Seokmin, Hyejin meniru di kanan; dia cepat belajar, hanya kekuatannya saja kurang sehingga Seokmin kelepasan tertawa.

"Geli, Hyejin-ah."

Hyejin biasanya mengurut dan menekan punggung Seokmin dengan seluruh bagian telapak tangannya, sedangkan sekarang, Yuju mengajari Hyejin bermain jari yang bidang tekannya jelas lebih sempit. Bidang tekan dan kekuatan kecil inilah yang menyebabkan pijatan Hyejin seperti gelitikan saja, padahal tubuh kiri Seokmin yang distimulasi oleh Yuju sudah mulai hangat dan rileks.

"Ayah, aku tidak sedang menggelitikimu." Hyejin manyun, membuat Seokmin langsung meminta maaf. Namun, alih-alih melanjutkan pelajaran dengan serius, gadis cilik itu jadi tergoda untuk bermain. "Ini baru digelitik!"

Seokmin terpingkal-pingkal sampai menggeliat di bawah tangan Yuju ketika jemari mungil Hyejin menyerang pinggulnya. Badan pria itu melengkung ke kiri untuk menghindari gelitikan putrinya. Yuju tercengang, mengira kulit tebal pasiennya sudah tidak sepeka dulu, tetapi Seokmin ternyata tidak berubah.

"Aduh, ampun, Hyejin-ah! Geli sekali!"

Bukannya berhenti, Hyejin yang terkikik-kikik justru berpindah titik, naik dekat ketiak yang—seingat Yuju—adalah titik terpeka Seokmin. Yuju menggigit bibir dalamnya, menahan tawa sekuat tenaga karena dalam situasi ini, ia harusnya menegur ayah-anak Lee. Tidak lucu jika ia tersedak tawa ketika sedang berlagak galak.

"Aku tidak duduk di sini untuk menonton kalian bermain."

Akhirnya, terucap juga, batin Yuju lega begitu Seokmin dan Hyejin yang barusan ditegurnya terpaku. Takut-takut, Hyejin menarik tangannya dari sisi punggung ayahnya, sedangkan Seokmin meminta maaf untuk diri sendiri dan sang putri.

"Benahi posisi tidurmu, Lee Seokmin. Lee Hyejin, kita mulai dari awal lagi. Simak betul-betul dan tirukan. Biarkan ayahmu tertawa kegelian; berhentilah hanya jika dia kesakitan."

"B-Baik, Yuju-nim. Maafkan saya," cicit Hyejin sembari menunduk.

Pelajaran dilanjutkan kembali. Karena jempol Hyejin kecil, Yuju menyarankan menggunakan tumit telapak tangannya untuk menimbulkan efek tekanan yang sama. Sumbatan-sumbatan ki di kanan berangsur lebur, memperlancar aliran darah dan energi ke seluruh tubuh. Simpul-simpul di tengkuk, bahu, dan punggung Seokmin terurai sedikit demi sedikit. Yuju memasukkan sedikit ki-nya ke tubuh Seokmin untuk mempercepat proses. Dilihatnya Hyejin mulai berkeringat, tetapi tetap bersemangat: memijat dengan teknik yang benar memang butuh tenaga ekstra.

Lama-kelamaan, Yuju merasa janggal. Sumbatan-sumbatan ki di tubuh atas Seokmin sudah terbuka, tetapi ada sumbatan lain yang terbentuk di bawah, makin lama makin besar, dan tidak bisa dibuka meski energi bisa dipusatkan ke sana. Bendungan di hilir tentu memengaruhi hulu; apa yang tadi sudah dibuka Yuju kini tertutup lagi. Karena itu, ia menyingkirkan tangan dari badan Seokmin dan mengamati.

Rupanya, Seokmin kembali tegang, tetapi mustahil disebabkan rasa canggung; pria itu harusnya sudah terbiasa dengan sentuhannya setelah beberapa menit.

"Apa kau kesakitan, Lee Seokmin?" tanya Yuju.

"Tidak ... Yuju-nim." Tapi, ada regangan yang tak wajar dalam suara Seokmin. Mungkinkah dia betulan kesakitan, hanya tidak mengaku? terka Yuju. Lucunya, yang bisa menjawab pertanyaan ini adalah keluguan Hyejin.

"Kok Ayah tidak kentut-kentut juga, sih?"

Ah, itu dia. Yuju memukulkan kepalan ke telapak tangan kirinya, merasa bodoh karena tidak memikirkan hal ini lebih dulu. Pantaslah sumbatannya besar; pemilik ki dalam tubuh ini ternyata menahan gerak ususnya sendiri. Sebuah reaksi yang masuk akal jika menilik bagaimana Seokmin menutupkan jeogori-nya nyaris seketika begitu Yuju masuk. Berbeda dengan saat bersama putrinya saja, Seokmin sekarang pasti terkekang rasa sungkan.

"Hyejin-ah!" bisik Seokmin, sangat malu sampai mengangkat punggung untuk memperingatkan putrinya. "Jangan berkata begitu ...."

"Dia benar, Lee Seokmin," sela Yuju datar. "Ketika badanmu santai dan aliran energimu lancar, tubuh mudah membersihkan diri dari racun. Kentut dan bersendawa merupakan salah dua cara pembersihan, jadi jangan ditahan atau pijatan kami akan sia-sia."

Seokmin gelagapan seperti ikan yang baru keluar dari air. "Tapi, Yuju-nim, saya—uh—Anda akan ...."

"Kau khawatir aku kebauan? Jangan cemas. Lee Hyejin, buka jendelanya. Satu sisi saja."

Patuh, Hyejin mendorong daun jendela yang kanan keluar, memberi jalan udara dingin. Yuju sekali lagi menampar punggung Seokmin yang sedang membenamkan wajah di bantal.

"Jangan membekap wajahmu. Bernapas, kentut, dan bersendawalah yang leluasa. Ikuti kehendak tubuhmu; aku akan balurkan lebih banyak minyak herbal untuk menghalau dingin."

Bahkan untuk mengatakan 'baik' saja, Seokmin tak sanggup saking malunya. Ia hanya mengangkat wajah dari bantal, sambil memejam 'mengikuti kehendak tubuhnya'--mengutip Yuju. Semakin nikmat pijatan Yuju dan Hyejin, tubuhnya terasa melayang, lalu lepaslah apa yang sudah ia tahan-tahan bagai ledakan.

Hyejin terkekeh gara-gara bunyi dari pantat ayahnya, tetapi Yuju menyilangkan jari di depan bibir, menyuruhnya diam agar Seokmin tidak bertambah malu. Yuju melancarkan serangkaian instruksi berdasarkan buku panduan yang Hyejin baca seolah-olah tidak ada yang barusan kentut besar di ruangan itu. Seiring dengan larutnya Hyejin dalam hapalan titik-titik meridian, rasa malu Seokmin surut; ia bersendawa kecil dua kali dan mendesah lega setelahnya.

Pada saat seperti ini, Yuju jadi berharap dirinya betul-betul seorang 'Yuna'.

"Kalau mau kentut bilang-bilang, dong, sial! Bau, tahu!"

"Kentutku suaranya saja keras, tapi tidak bau. Kentutmu, tuh, tidak bersuara, tapi busuk benar."

"Mana ada?! Mau kukentuti untuk membuktikannya?"

"Nanti saja kalau tiba giliranku memijatmu. Ayolah, sedang enak-enaknya, nih!"

Seperti ketika bersama anaknya, bersama istrinya pun Seokmin tidak sungkan-sungkan, malah kadang sengaja mengentuti perempuan itu untuk bergurau. Istrinya akan kesal, menggulingkannya dari alas tidur, lalu meniduri alas tidur itu sendiri, tetapi kemudian memekik dan terkekeh saat didekap dari belakang oleh Seokmin. Mungkin sentuhan-sentuhan inilah yang tanpa disadari membuka dan menyeimbangkan kanal-kanal energi dalam tubuh mereka, membuat keduanya jarang sakit meskipun juga jarang makan. []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top