Magically i met my youtuber's crush
Kelelahanku nyaris tak tertahankan. Rasanya aku bisa tidur sambil berjalan di koridor sepanjang lobby lift menuju unit apartement perkantoranku. PT tempatku bekerja tidak punya gedung sendiri. Mereka hanya membeli satu unit untuk kantornya. Alhasil, tempat kantorku sangat amat minimalis dan sederhana. Meski begitu tetap nyaman. Hanya saja, aku yang akhir-akhir ini lelah dengan kehidupanku yang sekarang mencoba untuk tidak bekerja terlalu keras. Mirisnya waktu, mereka justru membalikkan rencanaku. Selalu begitu. Ketika aku ingin cepat beristirahat dan pulang ke rumah, selalu saja ada halangannya. Kadang aku benci dan ingin marah. Kadang juga aku tak bisa apa-apa hingga saatnya hanya ada aku dan segala penyesalan yang suka tiba-tiba muncul dari masa lalu.
Hal itu biarlah hanya aku bersama kesendirian itu. Menyimpan memori yang nantinya kubuka kembali untuk penyembuhan hari-hari ke depan.
Aku sampai di depan lift pukul tujuh kurang lima belas. Lima menit lebih cepat dari biasanya. Padahal aku sudah merasa jalanku cukup lambat. Kutunggu lift di lobby C, lobby lift belakang yang hanya dilewati orang-orang kantor atau petugas. Bukan lift utama atau tamu. Setiap pagi lobby lift selalu sepi. Kulihat semua lift ada di lantai atas, jadi kutunggu mereka turun sambil memejamkan mata saking mengantuknya. Aku sengaja tidak pakai earphone yang selalu kekenakan itu. Takut tingkat kepekaanku semakin lenyap.
Kepalaku terasa melayang. Gelap menguasai penglihatanku. Baru saja aku hendak lelap, tiba-tiba ada orang melangkah ke sampingku. Kubuka mataku dan ia sedang menekan tombol lift.
"Nggak di pencet mba dari tadi?"
Layar led yang menunjukkan lift turun baru bergulir. Lembur dua hari membuatku tak punya tenaga hanya untuk menoleh dan tersenyum. Pantas saja terasa lama dan tidak bergerak. Kalau cowok itu tidak datang, mungkin sampai jam tujuh nanti baru sadar kecerobohan itu. Lihat, kan? Padahal aku tidak pakai earphone.
Suara cowok di sebelahku seketika terngiang lagi seakan aku baru menyadari sesuatu.
"Nggak di pencet mba dari tadi?"
Suara itu...
Aku berusaha berpikir sambil mengingat pernah dimana aku mendengarnya. Tiba-tiba otakku yang sedari tadi berjalan hanya 300mbps seketika meningkat drastis menjadi 2ms. Aku menoleh hingga cowok itu kaget. Dan benar saja. Degup jantungku berdebar-debar saat kami bertemu pandang.
"Marcel?"
Ini Marcel?! Sungguhan? Demi apa? Aku tidak salah lihat bukan?
Cowok yang rambutnya kini sudah hitam menatapku takjub sekaligus tersenyum. Ia terlihat agak tak menyangka, tapi kemudian mengangguk tanpa suara.
Aku tak bisa mencegah senyum gembiraku.
"Aku fans kakak!"
Marcel. Si Marksman andalan tim Toxic salah satu game e-sport terkenal. Dia adalah cowok misterius sekaligus cool yang setiap hari kontennya selalu kutunggu-tunggu. Aku menyukainya sejak ia masih di dalam tim professional gaming dalam membela negara di kancah Internasional. Marcel dan Tim Toxic sudah bukan lagi orang biasa. Mereka ada role model banyak pro gamers. Termasuk aku.
Kami memasuki lift yang membuka. Benar-benar pagi itu terasa seperti mimpi. Seperti di antara kabut yang belum bertemu pagi. Rasanya masih samar-samar, tapi ia sungguh terasa nyata.
Aku menekan kartu akses ke lantai 13 sedangkan ia ke lantai 15. Wah, jemariku bergetar tak keruan. Hening yang merambat ketika pintu lift berdenting dan bergerak pelan ke atas membuatku gugup sekaligus tak ingin kehilangan kesempatan. Marcel sesekali melirikku sambil tersenyum. Ia nampak sangat ramah dan sopan.
"Kamu dari mana?" tanyanya waktu aku berpikir keras ingin membuka obrolan apa.
"Dari Bogor kak. Aku kerja di sini."
Ia nampak membulatkan matanya. Sebelah tangannya menggenggam plastik sterofoam. Baunya seperti bubur.
"Iya. Aku setiap hari pulang pergi. Tapi baru kali ini ketemu kakak. Oh ya, katanya kakak pindah ke apartemen dari gaming house. Ternyata ambil unit di sini?" Aku berusaha membuat suaraku selembut mungkin dan menebarkan senyum manis sebisaku. Marcel sangat tampan kalau dari dekat sini. Wajahnya setengah asia setengah pribumi. Sawo matang dan wangi tubuhnya segar.
"Iya. Gue ambil unit di sini karena deket juga dari GH. Takut ada yang mau kontak gue juga jadi sementara di sini dulu sampai AML selesai."
Sampai AML selesai?
"Berarti kalau AML selesai, kakak pulang ke kampung...?"
Ia tidak menjawab pasti, hanya mengangkat kedua alisnya dan tersenyum. Astaga, rasanya aku tidak rela kalau Marcel pulang jauh ke sana. Aku belum sempat ikut meet n greet sekalipun dengan tim Toxic, sementara ia sudah memilih pensiun dan fokus dengan youtubenya. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, pertemuan ini...
Pintu lift berdenting sekali. Lantai 13. Aku sampai. Rasanya aku enggan keluar dari sini tapi akhirnya kakiku melangkah pasrah.
"Aku duluan ya kak!" seruku sambil keluar. Ia mengucapkan "dadah" dengan nada anak kecil dan segera menutup pintu. Ketika aku melambai untuk yang terakhir kalinya, kulihat layar lantai lift yang bergulir hingga ke lantai 15. Sesuai perasaanku yang menggebu-gebu ketika kusadari. Tanganku gemetar, jantungku terasa tak konstan.
Ya Tuhan, apa kau bisa mempertemukan kami kembali? Rasanya menyenangkan sekali bisa bertemu orang yang kau suka meski kau tidak mengatakannya. Rasanya, kau tidak kelelahan atau mengantuk. Rasanya, hidupku kembali terisi seperti masa lalu itu.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top