Salvatore Bersaudara, Boneka Nutcracker, dan Tikus Bermahkota
Rumah keluarga Salvatore mendadak ramai setelah keluarga besar mereka berdatangan dari berbagai tempat, anak-anak terlihat bahagia apalagi saat tahu bahwa kakek mereka akan berbagi hadiah untuk cucu-cucunya. Tiga anak keluarga Salvatore sangat antusias ketika kakek mereka mengeluarkan kotak berbagai ukuran dan warna dari mobilnya.
Orang tua mereka sedang menyiapkan makan malam kala itu, beberapa dari mereka sedang merapikan barang-barang atau sekadar makan camilan sembari menonton acara televisi. Sembari meletakan tiga kotak hadiah di atas meja, kakek meminta tiga cucunya untuk berdiri di sekelilingnya untuk pembagian hadiah natal.
"Nah, ini untukmu, Rei." Satu kotak berwarna ungu diberikan pada Rei, anak kedua di keluarga Salvatore.
"Ruki mana Ruki?" tanya kakek seraya mencari anak laki-laki berambut hitam, anak ketiga di keluarga.
Ruki muncul dari balik punggung kakeknya seraya tersenyum, ia tak sabar ingin melihat hadiah apa yang didapatkannya tahun ini.
"Terima kasih," ucap Ruki senang.
"Ini untuk Letty," ucap pria itu seraya menyerahkan kotak berwarna merah pada Letty yang menunggu dengan sabar. Anak pertama dan satu-satunya perempuan di keluarga Salvatore mengucapkan terima kasih, sama seperti saudara-saudaranya ia segera membuka hadiah itu.
Ruki berteriak kegirangan setelah ia melihat jam tangan berwarna perak, ia bahkan menunjukkannya pada Rei dan Letty sebelum akhirnya berlari mencari ibunya. Letty tidak sabar melihat hadiah apa yang ia dapatkan tahun ini, kotak hadiah yang ia dapatkan lebih besar dari milik saudara-saudaranya bahkan lebih besar dari kotak hadiah natal tahun lalu.
Saat Letty membuka bungkus kado itu, ia bisa melihat secarik kertas ditempelkan di atas kotak hitam yang disegel dengan selotip bergambar. Matanya membelalak saat menarik surat itu keluar, isi surat itu panjang dan diakhiri dengan nama neneknya.
Dear Leticia.
Kuharap kau mau menyimpan ini dengan baik, aku mendapatkan ini dari ibuku dan dia yang menemaniku sampai aku bertemu kakekmu. Aku tidak bisa memberikannya pada Edgar karena dia tidak menyukai ini. Dan satu lagi, sampai saat ini aku tidak mengerti pada benda ini.
Salam hangat,
Christa
Letty tertegun, jadi ini adalah hadiah natal dari mendiang neneknya. Apa pun isinya pastilah sangat berharga, tetapi alasan ayahnya tidak mau menyimpan barang peninggalan neneknya itu masih membuat Letty penasaran.
Jemari Letty segera membuka selotip yang merekatkan kotak, kemudian ia terkejut saat mendapati bahwa barang berharga milik neneknya adalah sebuah boneka kayu mirip penjaga istana Buckingham. Bonekanya terlihat masih bagus, mengilap, dan tanpa goresan. Seketika suara gelak tawa Ruki terdengar, membuat Rei juga Letty menoleh pada anak bungsu itu.
"Yang benar saja!" protes Letty pada adik bungsunya. Tak lama Rei ikut tertawa membuat gadis itu kesal. "Berhenti tertawa, Rei."
"Apa itu sebuah perintah?" tanya Rei sinis. Anak kedua keluarga Salvatore segera menghampiri kakaknya, kemudian mengambil boneka nutcracker itu. "Umurmu 18 tahun, aku tak menyangka kau akan dapat hadiah ini. Setiap tahun kau dapat boneka. Berbagai macam jenisnya pula."
Rei tertawa lagi.
"Mungkin kau bisa jadi Clara di film The Nutcracker and The King Mouse. Mengingat boneka itu mirip boneka nutcracker," ledek Ruki. Salah satu tangannya menumpu dagu, tumitnya bertumpu di atas meja.
Geram karena diledek oleh kedua adiknya, Letty segera berjalan meninggalkan ruangan dan mengunci dirinya di kamar. Rei benar, setiap tahun kakeknya itu selalu memberi hadiah boneka tidak peduli itu hari ulang tahun atau natal. Ia juga ingin seperti Rei, hadiah yang diberikan untuk adiknya itu selalu sesuai umur. Letty menduga kali ini Rei pasti mendapat hadiah buku, satu-satunya anak Salvatore yang ambisius. Ruki bahkan mendapat jam tangan, sesuai dengan keinginannya. Ia merasa ini tidak adil, seharusnya ia mendapat hadiah keinginannya juga.
Boneka yang mirip nutcracker itu ia letakan di atas lemari yang penuh dengan boneka-boneka koleksinya. Dengan wajah muram, Letty melemparkan kotak hadiah itu ke sudut ruangan. Ia tidak mau turun untuk makan malam atau sekadar berbincang pada anggota keluarga yang lain.
Jendela kamarnya ia buka, setelah itu melipat tangannya di bingkai jendela seraya menatap langit gelap. Butiran salju sudah tidak turun lagi, tetapi ia bisa merasakan angin berembus yang makin lama makin kencang. Perapian di kamarnya mendadak padam dan suara engsel jendela yang tertiup angin membuat telinganya terasa sakit.
Ia segera menutup jendela, berjalan ke perapian dan menyalakannya kembali. Ujung matanya menangkap sesuatu bergerak dari bawah kursi yang berada di samping perapian. Sesuatu itu berukuran sebesar anak kucing, bergerak cepat dan warnanya yang hitam seperti bayangan.
Buru-buru Letty menggeleng, ia mencoba meyakinkan diri bahwa yang barusan itu bukan hantu. Kemudian gadis itu terkekeh, lagipula rumahnya ini tidak ada hantu. Kalau rumahnya berhantu seharusnya ia pernah melihat mereka sejak dulu. Letty berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuh. Baru saja matanya akan menutup, tak sengaja ia melihat seekor tikus berukuran anak kucing tengah menghampiri deretan boneka.
Tikus? Eh sejak kapan rumahku ada tikus? Tunggu sebentar ... tikus itu ... memakai mahkota!
Letty segera bangkit, pupilnya membesar, dan ia berteriak, "Tikus!"
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, Ruki berdiri di sana sembari panik. Kepalanya bergerak mencari keberadaan tikus. "Mana tikusnya?"
"Itu!" seru Letty yang panik.
Telunjuk gadis itu menunjuk deretan boneka, di saat yang bersamaan tikus yang dimaksud tampak terkejut. Anehnya, bukannya kabur tikus itu malah berdiri di sana seraya mendorong boneka nutcracker ke lantai.
Ruki menghilang dari ambang pintu Letty, beberapa detik kemudian rasanya Letty ingin menjerit sekencang mungkin. Tikus itu terus berusaha mencakar boneka nutcracker miliknya, tetapi boneka itu juga ikut bergerak seakan-akan membela diri. Satu menit mereka berkelahi dan Ruki belum kembali, Letty memperhatikan seraya menganga tidak percaya. Mereka seperti manusia.
Saat tikus bermahkota meninju wajah boneka nutcracker, Ruki datang membawa sapu. "Dasar tikus nakal!"
Anak itu segera memukulkan sapunya ke arah tikus dan nutcracker, kemudian disusul Rei yang mendadak membawa jaring yang biasa ia gunakan untuk menangkap burung. Kedua anak laki-laki itu kini sibuk menangkap tikus, sedangkan Letty berteriak menyemangati adik-adiknya dari atas ranjang.
"Tangkap dia, Rei!" ujar Ruki sambil mengejar larinya tikus itu.
"Aku sedang mencobanya, buat dia lari padaku." Rei segera ancang-ancang saat tikus bermahkota berlari menghampirinya. Satu kali gerakan jaringnya, tikus itu terperangkap dan ketiga anak Salvatore tertawa puas.
"Akhirnya dapat!" seru Ruki senang. "Akan kita apakan dia?"
Rei tersenyum miring, iris biru itu mengilat. "Aku ingin jadikan tikus ini bahan eksperimenku."
"Kau tidak bisa menjadikan tikus itu eksperimen, Rei. Aku ingin memainkannya." Ruki meletakan sapunya sembari mencoba mengambil tikus itu dari tangan kakaknya.
"Jangan!" kata Letty tiba-tiba. "Tikus itu aneh. Ia bisa berkelahi dengan boneka nutcracker. Mereka berbicara!"
Ruki dan Rei saling memandang, Letty yang kemudian bergerak mengambil boneka nutcracker segera mengangkatnya tinggi-tinggi. Kedua adiknya terlonjak kaget saat nutcracker itu mengucapkan terima kasih pada mereka. Belum lagi tikus yang terperangkap di jaring milik Rei malah mengomel. Salvatore bersaudara bergeming memperhatikan keajaiban yang terjadi di depan mereka.
"Ba-bagaimana bisa kalian berbicara bahasa kami?" tanya Ruki tergagap.
"Oh, ayolah! Kami juga dulu manusia sebelum terjebak di dalam kutukan," ujar tikus bermahkota dengan enteng.
"Dia benar. Aku dulu seorang bangsawan dan dia anak haram," jawab boneka nutcracker.
"Tarik kembali ucapanmu, Idiot! Bukannya kau yang anak haram?" Tikus bermahkota itu seakan memberikan bogem pada boneka nutcracker.
Di saat keduanya bertengkar, Ruki membisikkan sesuatu pada Rei yang kemudian membisikkan hal yang serupa pada Letty. Ketiga anak itu mengangguk setuju, ekspresi mereka berubah dan iris biru mereka mengilat. "Satu, dua, tiga."
Tikus dan boneka nutcracker itu dilempar ke arah perapian yang menyala, membuat mereka terpanggang hidup-hidup.
"Enyah kau roh jahat!" seru Ruki.
"Nah, ayo kita makan malam!" ajak Rei.
Mereka bertiga pun akhirnya meninggalkan kamar Letty, bersiap menuju meja makan. Sementara itu api melahap tubuh si tikus juga nutcracker secara perlahan-lahan. Nasib mereka tidak seindah seperti yang diceritakan semua dongeng. Dewi fortuna tidak lagi berpihak pada mereka atau salah satunya. Keduanya mati di tangan Salvatore bersaudara.
"Maafkan aku, Nenek," gumam Letty sebelum menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju ruang makan untuk bergabung bersama keluarganya.
~o0o~
Cerpen ini sebenarnya udah lama aku buat dan dipendam selama 4 tahun di draft. Dengan sedikit revisi, aku memutuskan untuk publish cerpen ini lagi.
Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote atau komentar~
Sukabumi, 24 Agustus 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top