Luxunia Sacred Crown
Sepasang mata hijau zamrud memperhatikan mahkota emas yang tertutupi kotak kaca. Kristal-kristal yang melekat di mahkota tersebut berkilau tertempa cahaya lampu, seolah memamerkan betapa indah dan menggodanya. Makin lama diperhatikan, makin besar pula keraguan yang menggelayuti hati Putri Seira untuk mengambil barang paling berharga di Luxunia. Seandainya saja ia tidak terhasut oleh bisikan-bisikan penghuni istana, kemungkinan saat ini perempuan dengan rambut pirang keemasan itu sedang duduk manis sambil menikmati teh hangat.
Putri Seira mengembuskan napas pelan, kakinya melangkah mendekati kotak kaca. Saat kedua telapak tangannya memegang dua sisi samping kotak, ia terdiam sejenak. Ingatan tentang rumor bahwa saudari kembarnya, Putri Garneta, yang akan dinobatkan jadi penerus masa depan Luxunia, kembali menyeruak. Memang, selama ini sang raja masih belum mengumumkan siapa penerusnya, sebab kesehatan pria itu kembali menurun. Kabarnya, hanya raja dan penasihat pribadinya yang tahu. Namun, akhir-akhir ini Garneta selalu dipanggil untuk menemui raja, kadang ia juga yang menghadiri acara penting mewakili sang ayah. Tentu saja, Seira pasti berpikir kalau selama ini ayahnya telah memilih saudari kembarnya.
"Harusnya aku, kan? Berdasarkan peraturan seharusnya aku yang terpilih. Garneta itu payah," gumam si perempuan bersurai pirang keemasan. Fokus mata hijau zamrud menatap kristal terbesar yang ada di mahkota. Kristal sakral Luxunia.
"Tuan Putri, kita harus bergegas sebelum ada yang menyadari kita di sini," ujar suara serak seorang pria yang tak lain adalah sekretaris pribadinya.
Dengan hati-hati, Seira mengangkat kotak kaca lalu membukanya. Mahkota yang selalu dirumorkan sebagai pusaka keramat itu lantas diambil oleh sang putri, lalu memasukkannya ke dalam tas sebelum ia kembali meletakan kotak kaca di tempat semula. Seira tidak peduli jika tindakannya akan menyebabkan kekacauan, ia tidak peduli jika nantinya sang ayah tahu dan kecewa. Yang jelas perempuan dengan netra hijau zamrud tak akan membiarkan Garneta dimahkotai.
~o0o~
Sudah lebih dari dua minggu semenjak Seira mencuri mahkota, tetapi masih belum ada yang menyadari bahwa pusaka keramat Luxunia tidak berada di tempatnya lagi. Dua minggu pula Seira menghabiskan waktu mencoba memikirkan cara lain supaya Garneta tidak jadi ratu. Sampai-sampai kepalanya pusing dan memilih untuk mendengarkan saran dari para pendukungnya.
"Sihir dari mahkota itu yang paling besar di Luxunia. Kalau Anda memakainya, pasti kekuatan sihir Anda akan meningkat drastis," cetus Duke Ascart.
"Masalahnya, kalau Tuan Putri Seira memakainya, mereka akan sadar mahkota itu hilang," sahut sekretaris pribadi Seira. Wajahnya yang serius jadi terlihat menyeramkan di mata Duke Ascart.
"Lalu, ada saran lain?" tanya Seira dengan tatapan tampak bosan. "Kudengar penobatannya tak lama lagi."
"Hah? Kenapa tiba-tiba pihak istana tidak memberitahu kita siapa yang akan dinobatkan? Tahu-tahu acara penobatannya sebentar lagi." Duke Ascart mengepal kedua tangannya, wajah pria itu mulai berubah marah.
Pembicaraan di sana tak memberikan semangat untuk Seira. Sejak lama ia memang sudah menduga kalau dirinya tidak akan terpilih menjadi ratu, tetapi tekad dan kerja kerasnya untuk meningkatkan kemampuan berhasil membuat Seira melampaui sihir Garneta. Seharusnya, ia yang dipilih, bukan saudari kembarnya.
"Lagi pula, raja sendiri belum mengumumkan siapa penerusnya, kan?" pungkas Marquess Deek.
"Atau sebenarnya sudah," timpal Duke Ascart. "Tapi secara diam-diam."
"Dan di sini aku curiga, Putri Garneta yang telah diberitahu," imbuh sekretaris pribadi Seira sambil memicingkan mata.
Perempuan dengan rambut keemasan hanya bisa mendengkus keras, tak berniat untuk menyahuti para pendukungnya. Kepala Seira bergerak memandangi jendela yang berada di sebelah kanannya, memandangi atap-atap dengan antena kristal yang berkilauan terkena cahaya mentari. Lambat laun, ocehan para pendukungnya mulai tak terdengar seiring Seira terbawa oleh lamunan.
Sekelebat ingatan tentang aksinya menyelinap ke tempat mahkota keramat disimpan, kembali menimbulkan keraguan. Padahal, tekadnya sudah bulat saat ia kabur sambil membawa mahkota keramat Luxunia, tetapi kali ini ia kembali bimbang. Mungkin aksi mencuri mahkota keramat tidak akan cukup untuk membatalkan penobatan. Mungkin aksinya akan menyebabkan dirinya jadi buronan kerajaan. Mungkin pada akhirnya ia akan mengenakan mahkota itu untuk memerangi saudarinya sendiri.
Cukup lama Seira memandangi antena dengan ujung kristal di atap-atap luar istana, netra hijau zamrud itu membelalak tatkala ia melihat wajah sekretaris pribadinya. Pria itu hanya tersenyum, kemudian meminta sang putri untuk menghadap ke penasihat raja yang telah berdiri di ambang pintu sambil mengernyit.
Sejak kapan dia berdiri di sana? pikir Seira sembari menegakkan tubuh.
"Tuan Putri Seira, Yang Mulia Raja ingin menemui Anda setelah makan malam di ruangannya."
Ucapan penasihat raja membuat orang-orang di ruangan itu langsung menatap si putri, sementara Seira hanya menaikkan alis. Tanpa menunggu jawaban dari perempuan bermata hijau zamrud, si penasihat sudah pergi. Semua orang di ruangan seakan-akan menaruh harapan pada sang putri tertua. Namun, tak ada reaksi apa pun selain adu pandang, membuat Duke Ascart berdiri dari duduknya.
"Tuan Putri, mungkin malam ini raja akan menunjuk penerusnya. Saya rasa Anda harus mempersiapkan rencana untuk jaga-jaga seandainya Anda tidak terpilih."
Seira mendengkus sembari memalingkan wajah. "Aku tahu itu." Seulas senyum miring terlukis di wajah sang putri. "Kalau memang benar saudariku yang dipilih, kita singkirkan saja dia. Mudah bukan?"
~o0o~
Bohong jika Seira mengatakan ia tidak peduli apa pun hasilnya nanti. Seberapa keras ia mencoba meyakinkan dirinya kalau dia akan baik-baik saja, tetap saja perempuan itu gelisah. Sambil berjalan mondar-mandir di depan ruangan sang ayah, telapak tangan Seira mengeluarkan pendar hijau yang terus membentuk gumpalan mana. Setelah bentuknya membesar, ia melemparkan mana itu ke sembarang arah. Sesekali dia berhenti, tangannya meremas rok ungu dengan keras, serta kepala menengadah. Lampu kristal di atas kepalanya berpijar terang, menghasilkan kerlap-kerlip putih di sekelilingnya. Namun, suara sepatu yang menggema mengalihkan atensi Seira.
Netra hijau zamrud itu memicing tajam tatkala melihat seorang perempuan dengan rambut pirang gelap menghampiri, senyum menghiasi wajah perempuan yang sekilas tampak serupa dengan Seira. Jelas, putri tertua itu tahu kalau saudari kembarnya tengah menampilkan senyum mengejek. Dalam hati, Seira ingin sekali mendorong saudarinya dari menara tinggi dengan sihir, tetapi ia tak mau dituding merencanakan pembunuhan walau dirinya telah menjadi pencuri pusaka keramat. Alih-alih membalas senyuman, perempuan dengan mata hijau zamrud memalingkan muka. Pemandangan malam yang disuguhkan dari jendela lebih indah ketimbang wajah Garneta.
"Kau tidak mau mengatakan sepatah kata padaku, Seira?" tanya si putri bungsu seraya menghampiri Seira. Kini iris biru langit Garneta ikut memperhatikan pemandangan ibu kota. "Padahal aku baru saja kembali ke istana."
Seira mendengkus pelan. "Sejujurnya aku lebih tenang kalau kau tidak ada di istana. Tidak ada lagi yang cerewet."
Garneta terkekeh, salah satu tangannya menutupi mulut seraya menggeleng. "Kau tahu, sister. Adakalanya aku ingin berbicara santai denganmu, seperti dulu saat kita masih kecil. Tapi situasi saat ini rasanya tidak mungkin ya."
Seira hanya mendelik, tak berniat menjawab. Perempuan itu tahu hubungan mereka jadi renggang semenjak keduanya diberitahu bahwa yang terkuatlah yang bisa menjadi ratu, dan sejak itu hidup mereka hanya diliputi rasa bersaing juga niat ingin menyingkirkan satu sama lain.
"Aku sempat berpikir, semakin banyak dukungan maka kau akan semakin kuat." Garneta menoleh, memperhatikan wajah saudarinya dari samping. "Dukunganku jauh lebih banyak, bahkan wilayah selatan pun mendukungku, Seira. Aku yakin aku bisa menjadi ratu terbaik untuk Luxunia."
Seira kembali mendengkus keras sebelum menatap netra biru langit si putri bungsu. "Wilayah selatan katamu? Kau beri kaum non-penyihir suap apa supaya mereka mendukungmu? Seingatku, kaum non-penyihir selalu memberontak."
Garneta membelalak, dahinya sedikit mengerut, sementara kedua telapak tangannya mengepal dengan kerlap-kerlip cahaya yang mulai bermunculan di sana. "Aku tidak menyuap mereka." Terdapat penekanan di ucapannya.
"Oh, begitu?"
"Secara tidak langsung kau ingin mengatakan kalau aku hanya mencari pendukung yang suka membuat rusuh!" pekik Garneta.
Namun, alih-alih menjawab, Seira hanya tersenyum tipis. Tanpa diduga, Garneta mulai melemparkan gumpalan mana hijau, menyebabkan si perempuan Seira terpental beberapa meter ke belakang. Dengan susah payah berdiri sekaligus menghindari serangan yang dilontarkan saudarinya, Seira diam-diam merapalkan mantra. Kedua telapak tangannya menyentuh lantai, dari sana muncul sulur hijau yang bergerak cepat mengincar kaki Garneta. Sulur ajaib itu kemudian menjatuhkan tubuh si putri bungsu.
Akibatnya, kedua putri bangsawan ini saling adu sihir. Berkali-kali Seira melemparkan gumpalan mana penyerang, tetapi dihalau oleh perisai sihir transparan Garneta sambil bergerak untuk mencari celah agar ia bisa melontarkan sihir balasan. Namun, belum sempat Garneta merapalkan mantera penyerang, perisai sihir yang dia buat hancur karena serangan sihir Seira yang membentuk serupa jarum es.
Si putri bungsu terkejut, di saat yang bersamaan sihir Seira mengenai tubuhnya. Garneta langsung terpental, tetapi dengan cepat ia kembali bangkit seraya merapalkan mantra lain. Di sisi lain, Seira juga tengah merapalkan mantra, sehingga ketika kedua sihir itu dilontarkan, sulur-sulur bagaikan petir berwarna hijau jadi tabrakan. Titik di mana dua sihir itu bertemu menghasilkan percikan-percikan hijau, terang dari sihir bahkan menyebabkan dinding di sekitar mereka jadi berwarna hijau bukan lagi putih dari lampu kristal. Makin kuat mereka menggunakan sihir, titik temu keduanya tak bergerak seolah saling mempertahankan.
Akan tetapi, titik temu itu mulai bergeser tatkala salah satunya tidak lebih kuat dari lawannya. Titik temu yang menghasilkan percikan hijau yang menyilaukan itu bergerak perlahan, sebelum akhirnya benar-benar bergerak cepat ke arah Garneta. Akibatnya, mau tak mau si putri bungsu melepaskan sihirnya sebelum sihir milik Seira mengenai tubuh. Namun, dia terlambat. Kilatan sihir saudari kembarnya lebih cepat, menyebabkan Garneta kembali terpental. Kali ini, ia menyerah, tak berniat melanjutkan duel sebab tak sanggup lagi untuk menggunakan sihir.
Sementara itu, Seira yang juga sama lelahnya mulai mendudukkan diri di atas lantai marmer. Kepalanya terasa pening, jantungnya berdetak sangat cepat, dan napasnya terengah-engah. Ketika ia menyeka keringat di dahi, netra hijau zamrud tersebut membelalak saat menyadari seseorang berdiri di ambang pintu ruang kerja ayahnya. Siapa lagi kalau bukan si penasihat pribadi raja. Pria itu berdiri di sana sambil menganga, pastinya ia sudah melihat adu sihir antara Seira dan Garneta.
"Aku benar-benar tidak percaya ini. Bisa-bisanya Anda sekalian adu sihir di koridor," ujar penasihat pribadi raja dengan nada sedikit menggeram.
Seira hendak angkat bicara, ingin mengatakan kalau Garneta yang menyerangnya duluan. Namun, ia tak mau mendengar omelan dari pria tua itu. Sudah cukup membalas saudarinya dengan serangan sihir, seolah ia masih anak-anak. Ia tak mau mendengar penasihat raja sampai mengatai dirinya anak-anak pula, padahal ia sudah menginjak kepala dua. Jadi, Seira hanya menunduk.
"Untung saja koridornya tidak hancur. Sekarang, rapikan diri Anda, Tuan Putri Seira dan Tuan Putri Garneta. Yang Mulia Raja ingin menemui Anda sekalian." Selepas mengatakan itu, si pria kembali masuk ke dalam ruangan.
Cepat-cepat Seira dan Garneta merapikan rambutnya yang tampak berantakan juga gaun yang terlihat kusut. Setelah itu keduanya memasuki ruang kerja sang ayah dan membungkuk hormat. Di sana, seorang pria dengan rambut pirang tengah duduk menantikan kedua putrinya, sesekali ia terbatuk-batuk. Beberapa orang dewan juga sudah berkumpul dengan ekspresi serius sekaligus lelah, selain itu para pendukung dari kedua putri juga sudah berada di sana. Dengan wajah yang ketakutan, Seira tak berani menatap mata biru sang ayah, sebaliknya Garneta memasang ekspresi cemberut karena kekalahannya tadi.
"Aku tahu kalian adu sihir di koridor. Sungguh perilaku yang tidak mencerminkan seorang putri kerajaan." Nada tegas raja membuat kedua putrinya menegang, mereka mulai menyesali perbuatannya tadi. "Tapi aku kesampingkan dulu urusan itu. Aku memanggil kalian kemari karena ingin membicarakan sesuatu."
Garneta menatap ayahnya penasaran. "Apa itu, Ayah?"
"Kali ini aku berbicara sebagai raja." Pria dengan rambut pirang itu kembali terbatuk. "Aku sudah mempertimbangkan siapa yang akan menjadi penerus takhta. Mengikuti tradisi dan aturan yang telah ditetapkan, maka aku sebagai penguasa Luxunia saat ini harus memilih putri yang memiliki sihir paling kuat."
Baik Seira maupun Garneta menelan saliva susah payah, jantung mereka berdetak tak karuan saat menunggu ayahnya melanjutkan kalimat. Sang raja menghentikan ucapan karena kembali terbatuk. Hal itu membuat si penasihat bergerak mengambil segelas air putih, kemudian menyodorkannya. Setelah meneguk setengah isinya, pria itu kembali menatap dua putrinya.
"Sebagai Raja Luxunia, aku memilih Putri Seira sebagai penerus selanjutnya. Keputusan ini bulat dan tidak dapat diganggu gugat."
Seira terbelalak, tak percaya dengan apa yang dikatakan ayahnya. Seketika tubuh perempuan rambut pirang keemasan tak dapat bergerak, hanya bola matanya yang bergerak menatap satu per satu orang-orang yang hadir di sana. Sementara itu, Garneta menganga, air matanya nyaris merembes kalau ia tak bisa menahannya sekuat tenaga.
Raja Luxunia bangkit dari kursinya, menghampiri kedua putri dengan senyuman khas bapak. Ia lantas menepuk pundak Garneta seolah memberikan energi semangat. Hari ini ia sudah kalah saat adu sihir dengan Seira, ditambah keputusan ayahnya menyatakan ia tak terpilih sebagai penerus takhta.
"Sebagai seorang ayah, aku hanya menitipkan satu hal. Jaga Luxunia, walau salah satu dari kalian tidak terpilih, kalian berdua tetap dibutuhkan untuk menjaga kerajaan yang sudah berdiri sejak lama. Warisan leluhur kita tidak boleh sampai hilang," ucap sang raja sambil tersenyum.
Garneta hanya tersenyum tipis sembari menahan diri untuk tidak menangis, sementara Seira terdiam karena memikirkan mahkota keramat. Benda itu pusaka Luxunia, warisan leluhurnya yang harus dijaga. Aksinya mencuri mahkota ternyata sama sekali tidak membuahkan hasil apa pun, kecuali kekhawatirannya.
~o0o~
Setelah berbincang-bincang sebentar, Seira bersama para pendukungnya undur diri. Mereka berempat berjalan menyusuri koridor yang temaram. Langkah kakinya cepat sehingga menggema di sana. Bukan karena mereka harus segera tidur dan bersiap untuk unjuk diri saat pengumuman akan disebar ke seluruh penjuru Luxunia besok, melainkan memikirkan kembali mahkota sakral yang mereka sembunyikan.
"Jadi selama ini untuk apa aku mencuri kalau ternyata mahkota itu malah menjadi milikku?" gerutu Seira sambil menghentakkan kaki.
"Untuk berjaga-jaga, Tuan Putri," sahut Marquess Deek dengan senyum merekah karena keinginannya terkabul.
"Ya, memang. Tapi kalau tahu begini, kemarin kusembunyikan saja di bawah ranjangku." Seira sedikit berlari ketika menuruni anak tangga. Bergegas menuju taman mawar di belakang istana.
Taman mawar itu memang jarang dikunjungi, hanya Seira yang sering datang ke sana karena ia mengklaim tempat itu sebagai tempat pribadinya. Di taman itu pula, Seira dan pendukungnya mengubur mahkota keramat Luxunia agar Garneta tak dinobatkan. Tadinya memang begitu rencana awalnya.
"Aku tak punya banyak tenaga untuk menggunakan sihir, jadi kalian gunakan sihir untuk menggali kembali tanahnya. Sebaiknya cepat sebelum ada yang menyadari kalau mahkotanya hilang," kata Seira sambil mengarahkan lampu kristal di atas tanah. Membiarkan para pendukungnya menggali kembali tanah tempat mahkota dikuburkan.
~o0o~
Sebetulnya cerpen ini pernah diajukan untuk event di Maple Media. Tapi karena enggak lolos seleksi, aku putuskan buat dipendem aja dan world buildingnya kupakai untuk novelet Stay With Me juga Dear Kin. Tapi kupikir-pikir sayang juga kalau enggak dipublish. Jadilah cerpen ini aku publish sekalian buat ikutan mini event di Montase Aksara.
Versi original dibuat pada tanggal 30 Agustus 2021
Versi revisi dipublish pada 12 September 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top